Bakal Dijemput Paksa, Aser Gobai: Itu Kriminalisasi

Bakal Dijemput Paksa, Aser Gobai: Itu Kriminalisasi
Aser Gobai

TIMIKA | Penyidik kepolisian berencana melayangkan panggilan ketiga disertai surat perintah membawa terhadap Ketua PC SPKEP SPSI Mimika Aser Gobai, untuk dimintai keterangan dalam kasus perusakan sejumlah fasilitas PT Freeport Indonesia pada 19 Agustus 2017 lalu.

Aser Gobai menegaskan, dirinya bukan sengaja mangkir dari panggilan penyidik. Jika dipanggil secara paksa, menurutnya sudah merupakan bentuk kriminalisasi dan pemaksaan proses hukum terlebih kepada dirinya selaku pejabat Negara yakni anggota DPRD.

“Kalau soal pemanggilan lalu sampai ada perintah membawa, seperti tersangka, penyidik harus membuktikan (kesalahan saya). Saya juga pejabat daerah, tidak perlu main kucing-kucingan,” kata Aser saat dikonfirmasi, Kamis (21/9).

Ia kembali menyampaikan, bahwa duakali panggilan belum sempat dipenuhi karena memang bertepatan dengan agenda penting lainnya di luar daerah. Iapun berjanji akan hadir memberi keterangan kepada penyidik jika sudah kembali ke Timika.

“Saya sudah sampaikan ke Bagian Hukum DPRD supaya menyampaikan alasan saya. Saya tidak hadir tanggal 20 September karena mengikuti agenda pembahasan Raperda non APBD di Jakarta. Bukan karena sengaja tidak hadir,” ujarnya.

Aser juga memprotes keras jika dirinya dan pengurus serikat pekerja dituding sebagai aktor atau penggerak massa melakukan perusakan fasilitas PT Freeport, sehingga kemudian penyidik menarget mereka sebagai DPO.

“Saya akan protes itu kalau organisasi dan kami pengurus dianggap sebagai aktor dari kejadian itu. Itu kriminalisasi namanya,” tegasnya.

Menurutnya, pengurus serikat pekerja memang terlibat dalam menyelesaikan masalah mogok kerja ribuan karyawan. Akan tetapi, bukan berarti pengurus lalu menggerakkan massa melakukan aksi anarkis dan secara membabi buta merusak fasilitas perusahaan.

“Pengurus serikat sama sekali tidak terlibat menggerakkan aksi dalam bentuk anarkis. Itu sengaja dibuat (ditunggangi) oleh oknum tertentu, untuk melemahkan perjuangan serikat pekerja,” kata dia.

Ia mengatakan, kepolisian harusnya lebih proporsional dalam menyelidiki kasus ini. Mengapa sampai terjadi tindakan anarkis saat aksi yang bersifat spontanitas tersebut. Menurutnya, perlu diselidiki lebih jauh tidak hanya dari satu pihak saja.

“Polisi harus menjalankan tugas secara profesional. Waktu aksi spontanitas terjadi, itu juga harus diselidiki, apa yang menyebabkan sampai terjadi aksi perusakan dan lainnya disana. Jangan ada kriminalisasi soal itu,” tukasnya.

Aksi spontanitas yang memantik aksi massa “menduduki” area Freeport di CP 28, ungkap dia, adalah titik puncak dari kejenuhan karyawan mogok, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh manajemen perusahaan dan pihak lain.

“Pertama, gaji tidak bayar, BPJS di non-aktifkan, THR tidak dibayar, kemudian karyawan dianggap mengundurkan diri. Sementara kenapa tidak dibuktikan dengan aturan yang ada bahwa karyawan ini secara sah telah di-PHK atau mengundurkan diri,” sesalnya.

Secara pribadi, dirinya pun mendukung jika kepolisian melakukan penegakan hukum secara adil dan benar. Jangan kemudian hanya salah satu pihak yang dipandang paling bertanggung jawab atas segala permasalahan pekerja.

“Misalnya, kenapa sebab akibat seperti kebijakan perusahaan (furlough) yang jelas-jelas menyalahi aturan justru tidak diselidiki. Bahkan itu seolah dianggap sah secara Undang Undang. Jangan ada kriminalisasi disini,” tuturnya.

“Bagi saya anak daerah akan tetap menegakkan kebenaran, keadilan di atas negeri saya. Saya mau daerah saya maju. Jangan hanya pekerja dikorbankan,” tandas anggota Komisi C DPRD Mimika ini.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon mengatakan, soal panggilan disertai surat perintah membawa terhadap Aser Gobai, sudah sesuai dengan aturan dimana ketika penyidik telah melakukan panggilan ketiga kali.

“Kalau terkait Saudara Aser Gobai, panggilan disertai perintah membawa sesuai dengan aturan. Panggilan ketiga masih menunggu penyidikan,” katanya kepada Seputar Papua, Kamis.

Adapun dalam peristiwa perusakan di Mile Point 28, Terminal Bus Gorong-gorong, dan Kantor PT Petrosea pada 19 Agustus lalu, penyidik gabungan Polda Papua dan Polres Mimika telah menetapkan 11 orang tersangka, memeriksa 28 saksi, serta menetapkan dua DPO. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *