Pesta Budaya Asmat Ajang Pamerkan Kerajinan Tangan

Pesta Budaya Asmat  Ajang Pamerkan Kerajinan Tangan
KERAJINAN TANGAN - Mama-mama Asmat saat memamerkan kerajinan tangan di Pesta Budaya Asmat ke 32 tahun 207

ASMAT I Selain sebagai ajang untuk melestarikan budaya dari Suku Asmat, Papua, Pesta Budaya Asmat juga sebagai wahana untuk memamerkan hasil kerajinan tangan yang dibuat oleh mama-mama Papua.

Di Pesta Budaya Asmat ke 32 tahun 2017 ini, ratusan mama-mama dari berbagai distrik di Kabupaten Asmat, pada hari kedua setelah pembukaan, berkumpul menjadi satu di Lapangan Yos Sudarso untuk memamerkan hasil kerajinan tangannya kepada para tamu yang datang di Pesta Budaya Asmat ke 32 ini.

 Berbagai kerajinan tangan dipamerkan oleh mama-mama Asmat ini, seperti noken, cawat, hiasan kepala, kalung, tas, ukiran, tifa, tas, dan tikar.

Semua bahan kerajinan tangan  yang dibuat mama-mama Asmat ini  berasal dari alam, khususnya hutan di sekitar wilayah pesisir Asmat. Misalnya noken, tas, cawat terbuat dari kayu sagu yang dipilin satu persatu dan dirajut menjadi anyaman untuk menghasilkan tas, noken, cawat, dan hiasan kepala.

Tidak luput juga memanfaatkan hewan hutan, khususnya burung kasuari untuk diambil tulang dan bulu-bulunya, yang dijadikan penghias pada hiasan kepala, noken, tas, dan cawat. Untuk lebih manis dan indah lagi, mama-mama Asmat ini menambahkan biji buah merah sebagai manik-manik pada tas dan noken.

Masalah harga, masing-masing kerajinan berbeda-beda, seperti Noken mama-mama ini mematok harga Rp300-500 ribu, hiasan kepala Rp100-200 ribu, cawat Rp300-400 ribu, dan untuk tas Rp500-1 juta. Dengan harga tersebut sangatlah sebanding dengan jerih payah mama-mama dalam membuat kerajinan tangan tersebut.

Dibilang sebanding, karena untuk mempersiapkan atau membuat kerajinan tangan ini, mama-mama membutuhkan waktu 1-3 bulan. Ini karena semua dibuat secara manual tanpa menggunakan tenaga mesin. Sehingga terkadang tangan dan kaki mama-mama ini tertusuk kayu dan kakinya lecet-lecet karena harus memilin setiap helai kayu untuk menjadi sebuah produk, apakah itu noken, tas, hiasan kepala, kalung yang memiliki nilai seni dan eksotisme yang tinggi.

Mama Beata salah satu pengrajin kulit kayu mengatakan, dirinya datang ke Lapangan Yos Sudarso tidak sendiri, tetapi bersama yang lain  dari Distrik Astj. Dimana untuk bisa sampai ke Ibukota Kabupaten Asmat ini, yakni Agats dirinya dan yang lain harus naik fiber dengan waktu kurang lebih 3 jam. Dan tarif untuk satu kepala naik fiber Rp150 ribu.

“Saya datang tidak sendiri, tapi dengan lainnya yang tergabung dalam satu kelompok. Dan sengaja datang ke Lapangan Yos Sudarso untuk menjual kerajinan tangan,”tuturnya.

Kata dia, menjual kerajinan tangan sudah menjadi kebiasaan, karena pesta Budaya Asmat ini setiap tahun dilaksanakan. Sehingga 3-4 bulan sudah mempersiapkan kerajinan tangan yang akan dijual.

“Kami setiap tahun selalu datang untuk jual noken, tas, cawat, kalung di Pesta Budaya Asmat ini. Dan satu kali datang membawa tas besar, berharap terjual habis untuk keluarga,”ungkapnya.(mjo/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *