Diketahui, peristiwa ini bermula dari terbunuhnya 5 anggota Brimob dan 1 orang sipil di base camp perusahaan CV Vatika Papuana Perkasa di Desa Wondiboi, Distrik Wasior, Papua pada 13 Juni 2001.
Sejumlah besar pasukan polisi diturunkan untuk mencari pelaku yang juga mengambil 6 pucuk senjata dari anggota Brimob yang tewas.
Namun pengejaran pelaku oleh aparat ini disertai tindak kekerasan terhadap penduduk sipil yang tidak bersalah, seperti penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan terhadap lebih dari 30 orang, pembunuhan, penghilangan paksa, hingga perkosaan.
Meski Komnas HAM telah menyelesaikan dan menyerahkan hasil penyelidikan pro justitianya kepada Jaksa Agung pada 2003, namun pingpong berkas antara Jaksa Agung dan Komnas HAM kembali terjadi pada berkas kasus ini setidaknya sebanyak 3 kali, yakni November 2004, Maret 2008 dan November 2016.
“Hingga menjelang Sidang UPR berikutnya pada akhir 2022 nanti, nyatanya masih belum ada sedikitpun terlihat kemajuan dalam membawa kasus Wasior ke Pengadilan HAM,” jelas Fatia.
Menurut KontraS, hal tersebut menunjukan bahwa Pemerintah tidak serius atas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
“Terbukti bahwa janji tersebut hanya sebatas alat diplomasi Pemerintah untuk meredam perhatian internasional terhadap situasi Papua, termasuk kemandekan penyelesaian kasus Wasior-Wamena,” pingkasnya.
- Tag :
- Kasus Wasior,
- KontraS,
- Pelanggaran HAM
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis