Lokataru Beri Waktu KPK Teliti Laporan Dugaan Gratifikasi Freeport ke Ketua PN Timika

Lokataru Beri Waktu KPK Teliti Laporan Dugaan Gratifikasi Freeport ke Ketua PN Timika
Ilustrasi

TIMIKA | Lembaga Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru memberi waktu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meneliti laporan dugaan gratifikasi oleh petinggi PT Freeport Indonesia kepada pejabat Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika.

 

Direktur sekaligus pendiri Lokataru Haris Azhar mengatakan, laporan yang juga melibatkan Ketua PN Kota Timika yakni RDB tersebut telah diserahkan dan diterima oleh KPK pada Senin (12/2) pekan lalu.

 

“Kami kasih waktu lebih dahulu buat KPK untuk pelajari. Sekalian kasih waktu bagi yang mau “intervensi” untuk siapkan jurus sanggahannya,” kata Haris menyindir saat dikonfirmasi Jurnalis seputarpapua.com dari Timika, Sabtu (17/2). 

 

Haris yang kini mengadvokasi masalah pemogokan sekitar 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia, Kontraktor dan Privatisasi menerangkan, pihaknya terus mengawal laporan ini dan menunggu hasil kerja KPK dalam mengungkap dugaan kasus tersebut. 

 

“(Kami beri waktu) setelah itu baru kita siap tanya dan pantau sejauh mana KPK bekerja,” jelasnya. 

 

Sebelumnya, Kantor Hukum dan HAM Lokataru melaporkan enam pejabat Pengadilan Negeri Kota Timika termasuk beberapa staf administrasinya ke KPK lantaran diduga menerima gratifikasi dari PT Freeport Indonesia.

 

Haris menyatakan, dugaan gratifikasi diketahui saat Lokataru melakukan pendampingan hukum dalam kasus pemogokan ribuan karyawan Freeport Indonesia yang kini dianggap telah mengundurkan diri secara sukarela oleh manajemen perusahaan itu. 

 

Menurut Haris, pihaknya menemukan adanya pelanggaran kode etik dilakukan oleh Hakim pada Pengadilan Negeri Timika yang ternyata terdaftar sebagai pegawai aktif di PT Freeport Indonesia sampai saat ini. 

 

“Setelah diinvestigasi lebih jauh, ternyata hakim atau kepala PN Timika dan salah satu anggotanya di PN Timika tercatat sebagai kontraktor staf Freeport. Itu terbukti dari database yang ada dalam PT Freeport,” kata Haris. 

 

Mantan Koordinator Kontras ini menyebut, Ketua Pengadilan Timika diduga kuat telah menerima gratifikasi berupa fasilitas dan uang bulanan dari PT Freeport serta memiliki nomor induk pegawai perusahaan asal Amerika Serikat itu. 

 

Selain itu, Lokataru juga melaporkan salah satu hakim lainnya di Pengadilan Negeri Timika, yakni FYB yang diduga turut menerima fasilitas dari PT Freeport berupa rumah di Perumahan Timika Indah, Kota Timika, Papua.  

 

“Ini tidak dapat dibenarkan mengingat RDB dan FYB merupakan hakim yang ternyata menyidangkan kasus Sudiro (mantan Ketua PUK SPKEP SPSI PT Freeport). Kalau kita lihat ke kode etik, segala hal yang mempengaruhi independensi hakim jelas dilarang,” ujar Haris.

 

Selain melaporkan ke KPK, Lokataru juga mengadukan dugaan gratifikasi ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung, yang diinformasikan dalam waktu dekat akan segera datang di Timika melakukan pemeriksaan. 

 

Dalam dugaan kasus ini, Lokataru secara keseluruhan melaporkan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pihak PN Timika 6 orang dan 3 orang lainnya merupakan petinggi di jajaran manajemen PT Freeport Indonesia. 

 

Adapun laporan tersebut, lanjut Haris, merupakan buntut dari dugaan kriminalisasi terhadap Pimpinan Unit Kerja SKEP SPSI PT Freeport Indonesia, Sudiro. Sudiro divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Timika atas kasus dugaan penggelapan iuran serikat pekerja dipimpinnya. 

 

Ironisnya, iuran yang dituduhkan telah digelapkan oleh Sudiro saat ini masih ada dalam rekening serikat pekerja. Lokataru lantas menilai kasus ini adalah rekayasa untuk “melumpuhkan” kekuatan serikat pekerja di tangan Sudiro yang dikenal lantang menyuarakan keadilan bagi pekerja. 

 

“Setelah kita pelajari, rupanya kasus Sudiro terdapat banyak bukti yang ngawur, artinya kasus ini adalah bentuk kriminalisasi,” tukas Haris.  

 

Apalagi, Lokataru semakin meyakini kasus ini adalah sebuah rekayasa ketika menemukan adanya sederet bukti dugaan pemberian gratifikasi oleh PT Freeport kepada Hakim yang ternyata menyidangkan perkara Sudiro. 

 

“Kan jadi lucu, aneh, dan saya pikir mengkhawatirkan kalau peradilan di Indonesia, Ketua PN-nya adalah karyawan sebuah perusahaan multinasional seperti Freeport,” pungkas Haris Azhar. 

 

Juru Bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama saat dikonfirmasi perihal tersebut belum memberikan tanggapan apapun meski pesan konfirmasi yang dikirim lewat WhatsApp telah dibaca pada Sabtu (17/2) pukul 22.30 WIT. 

 

Sementara Juru Bicara Pengadilan Negeri Kota Timika Fransiscus Y Babthista belum bisa dihubungi hingga berita ini diterbitkan. (tim/rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *