EDITORIAL: Guru Dibutuhkan Namun “Diabaikan”

EDITORIAL: Guru Dibutuhkan Namun "Diabaikan"
Evakuasi guru setelah mengalami peristiwa kekerasan di Aroanop, Tembagapura

EDITORIAL | Pengabdian guru kepada nusa dan bangsa sebagai ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ dalam mendidik generasi di Bumi Cenderawasih, Papua, tak luput dari berbagai ancaman kekerasan. 

 

Tenaga pendidik bahkan mempertaruhkan jiwa raga ketika mereka bertugas di wilayah pedalaman Papua. Baru-baru ini sejumlah guru mengalami sebuah peristiwa mengerikan di Aroanop, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Bahkan kehormatan seorang gurupun direnggut tanpa belas kasihan.

 

Mereka menangis, mereka menjerit dan ketakutan. Bagaimana tidak, pada Jumat (13/4) lalu, delapan guru yang bertugas di lembah Aroanop, Distrik Tembagapura, tiba-tiba diserang oleh sekelompok orang yang datang dengan menenteng senjata api. Mereka sempat menyekap/menyandera para guru selama lebih kurang 45 menit. 

 

Kelompok bersenjata itu melakukan penyiksaan dan pelecehan terhadap guru perempuan hingga mengalami trauma spisikis yang mendalam. Kelompok itu bahkan menjarah barang milik para guru, seperti 10 buah smartphone, 4 buah laptop, sebagian bahan makanan hingga pakaian. 

 

Demi keselamatan para guru, pasukan TNI AD kemudian melakukan upaya penyelamatan dengan menguasai Kampung Aroanop dan memukul mundur  kelompok separatis bersenjata yang menduduki wilayah itu. 

 

Seluruh guru pun yang bertugas di wilayah itu berhasil dievakuasi. Sebanyak 13 guru dievakuasi dengan helikopter milik TNI AD pada Kamis (19/4), kemudian sisahnya tiga orang guru dievakuasi pada Sabtu (21/4). 

 

Namun setelah seluruh guru dievakuasi, ratusan murid di dua sekolah yakni SD Inpres Aroanop dan SD Negeri Jagamin kini tak dapat menerima layanan pendidikan. Total tercatat sebanyak 200 murid bersekolah di SD Inpres Arwanop dan 182 murid di SD Negeri Jagamin.

 

“Kami sangat sedih harus meninggalkan mereka, karena anak-anak ini sebentar lagi akan ujian. Kami juga selama ini bertahan di sana untuk mereka, malah terjadi peristiwa (mengerikan) itu,” tutur Rano, seorang guru sambil terisak. 

 

Kondisi ini tentu saja sudah sangat bertolak belakang dengan kebutuhan akan pendidikan di Papua. Bukan tidak mungkin, suatu waktu para tenaga pendidik ogah bertugas di wilayah yang memang masih menjadi basis kelompok bersenjata dan rentan dengan ancaman aksi kekerasan. 

 

Peristiwa yang dialami para guru di Kampung Aroanop semakin mempertegas bahwa perjuangan tenaga pendidik di Papua tidaklah mudah seperti di daerah lainnya. 

 

Selain masalah keamanan, para guru sering kali juga dihadapkan dengan kenyataan memilukan ketika kesejahteraan mereka dikesampingkan. Kehadiran guru dengan peran yang sangat besar seolah dipandang sebelah mata. 

 

Kondisi demikian belum lama ini dirasakan ratusan guru honorer di lingkungan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (Dispendasbud) Mimika. Mereka bahkan harus turun ke jalan berunjuk rasa ketika insentif mereka tak kunjung dibayarkan selama setahun lebih.

 

Tidak lagi ada penghargaan bagi para ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ khususnya bagi mereka yang masih berstatus honorer, atau guru yayasan/swasta. Padahal, bukan rahasia lagi bahwa merekalah yang berperan paling besar dalam mendidik anak-anak Papua di pedalaman. Tidak banyak guru ASN di sana. Istilahnya guru tetaplah guru. Jangan ciptakan kesenjangan antara guru swasta, ASN dan honorer. 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Papua sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2017 lalu. Hal ini dinilai perlu jadi perhatian meski IPM secara umum mencapai 70,81 persen atau meningkat 0,90 persen dari tahun 2016.

 

Kasus yang terjadi di Aroanop menjadi perhatian Presiden Jokowi hingga mengutus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Prof. Muhadjir Effendy ke Timika, Senin (23/4). Ia bahkan berkunjung langsung ke Aroanop dan Banti untuk melihat ratusan siswa yang kini tidak bersekolah. 

 

Kendati demikian, belum ada solusi yang konstruktif terhadap permasalahan tersebut. Mendikbud baru menyimpulkan empat solusi jangka pendek, yaitu pembangunan kembali sekolah yang dibakar, mengaktifkan kembali proses belajar mengajar, memberi jaminan keamanan, serta memulihkan kondisi warga dari trauma. 

 

Jika kedua permasalahan mendasar yaitu jaminan keamanan dan kesejahteraan para guru tersebut belum direspon secara serius oleh pemerintah, bukan tidak mungkin semangat pengabdian guru akan perlahan pudar di Bumi Cenderawasih. 

 

Lantas, apakah program pemerataan layanan kebutuhan dasar warga termasuk pendidikan di seluruh pelosok negeri yang dicanangkan Presiden Joko Widodo akan berhasil di Papua, ataukah mungkin hanya akan sampai di batas angan-angan. (Redaksi/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *