Amnesty Internasional Sebut Aparat Bunuh 95 Orang Papua di Luar Hukum 

Amnesty Internasional Sebut Aparat Bunuh 95 Orang Papua di Luar Hukum 

TIMIKA | Lembaga pemantau hak asasi manusia (HAM), Amnesty International menyebut aparat keamanan Indonesia telah melakukan pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) terhadap 95 warga sipil di Provinsi Papua dan Papua Barat sejak tahun 2010-2018. 

 

Amnesty International di Jakarta, Senin (2/7), meluncurkan laporan investigasi bertajuk “Sudah, Kasi Tinggal Di Mati: Pembunuhan dan Impunitas di Papua.” Disebutkan, mayoritas korban tersebut atau 85 orang diantaranya adalah warga asli Papua.

 

Dilansir dari sejumlah media nasional, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut Papua merupakan salah satu noda hitam dalam catatan pelanggaran HAM di Indonesia. 

 

“Di Papua, aparat keamanan (TNI dan Polri) membunuh pria, wanita, dan bahkan anak-anak selama bertahun-tahun tanpa kemungkinan untuk dimintai pertanggung jawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independen,” katanya. 

 

Laporan tersebut mendokumentasikan bahwa setidaknya 95 korban pembunuhan di luar hukum dalam 69 insiden antara Januari 2010 hingga Februari 2018, dimana 56 korban dibunuh dalam konteks non-separatisme dan 39 lainnya terkait dengan kegiatan pro-separatisme.

 

Menurut laporan Amnesty Internasional, tindakan represif aparat keamanan di Papua meliputi penembakan beberapa aktivis kemerdekaan dan para demonstran meski mereka berunjuk rasa secara damai. 

 

Kemudian terhadap warga sipil non-separatisme, termasuk seorang pemuda yang mengalami gangguan jiwa bernama Irwan Wenda dibunuh hanya karena memukul petugas kepolisian menggunakan sepotong tebu. 

 

“Budaya impunitas oleh personil keamanan harus dihilangkan, mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan di masa lalu harus diadili melalui mekanisme hukum yang independen,” tegasnya. 

 

TNI Menyangkal

 

Kodam XVII/Cenderawasih, institusi militer dan memegang kendali teritorial Papua yang bermarkas di Jayapura, menyangkal seluruh tuduhan tersebut dan menyebut laporan Amnesty Internasional adalah fitnah. 

 

Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan, TNI menganggap korban jiwa yang selama ini muncul merupakan ekses dari upaya penindakan aksi separatisme. Korban dalam penindakan itu pun bukan hanya kelompok sipil bersenjata saja, tetapi juga dari pihak kepolisian dan militer. 

 

“Kalau Anda mengatakan TNI menembaki orang tak berdosa di Papua tanpa sebab dan proses hukum, itu fitnah. Semua yang terjadi ada sebab, yaitu separatis yang melawan kedaulatan negara. Itu penyebab utama,” tegas Aidi dalam pernyataannya, Selasa (3/7). 

 

Amnesty International yang mengklaim mengumpulkan data berbasis wawancara korban luka dan keluarga para korban tewas, menurut Aidi, hal itu merupakan konfirmasi sepihak dan tidak mendasar untuk disimpulkan sebagai sebuah kenyataan. 

 

“Mereka juga mengajukan keterbukaan informasi pada Polda Papua serta Kodam Cenderawasih,” kata Aidi. 

 

Kolonel Aidi membantah dengan tegas tuduhan Usman Hamid yang menyebut sebagian pembunuhan warga sipil oleh aparat bermotif balas dendam. Di luar itu, pembunuhan berencana terhadap aktivis pro kemerdekaan Papua juga dituduhkan kepada polisi dan tentara.

 

“Namun faktanya, yang ada adalah setiap  korban kecelakaan lalu lintas, korban perang suku dan lalin-lain, mereka upload ke berbagai media sosial bahkan sampai international dengan menuding bahwa itu adalah korban kekejaman aparat TNI-Polri,” ungkap Aidi. 

 

Aidi mengatakan, setiap insiden yang terjadi di Papua selalu disoroti ketika akhir kejadian atau setelah jatuh korban. Tetapi tidak pernah diungkapkan bagaimana proses kejadian dan akar dari permasalahan yang terjadi. 

 

Misalnya, kata Aidi, kasus Paniai berdarah pada Desember 2014 yang bahkan menjadi isu internasional setelah jatuhnya korban, tetapi tidak pernah dibahas bagaimana ketika ribuan massa bersenjata panah, tombak, golok, bahkan senjata api menyerang pos aparat keamanan. 

 

“Aparat keamanan berusaha membela diri bertindak tegas sehingga akhirnya harus ada yang jatuh korban,” kata dia. 

 

Kelompok Bersenjata

 

Menurut Kolonel Aidi, akar persoalan yang paling hakiki di Papua adalah keberadaan sekelompok warga sipil mengangkat senjata secara illegal, dengan merongrong kedaulatan negara untuk menuntut kemerdekaan atau referendum. 

 

“Di Negara hukum manapun di seluruh dunia tidak ada yang membenarkan adanya kepemilikan senjata api apalagi standar militer secara illegal. Dan di Negara manapun di seluruh dunia tidak ada suatu pemerintahan yang mentolelir suatu tindakan makar atau pemberontakan terhadap kedaulatan negaranya,” tandasnya.

 

“Mereka mempersenjatai diri saja secara illegal itu sudah salah, tidak dibenarkan oleh hukum manapun. Termasuk kegiatan atau upaya makar melawan kedaulatan negara. Tetapi apabila mereka jatuh korban, mereka ingin dianggap benar dan menuntut keadilan atau pembelaan,” lanjutnya. 

 

Amnesty Internasional dalam laporannya, tegas Aidi, sangat tidak berimbang dan terkesan hanya mencari-cari kesalahan untuk memojokkan pihak aparat keamanan TNI-Polri. “Kenapa mereka tidak membahas tentang kekejaman yang dilakukan oleh separatis, baik terhadap aparat Negara maupun terhadap warga sipil yang tak berdosa?,” ujarnya. 

 

Aidi mencontohkan, penembakan sekelompok orang terhadap pesawat di Bandara Kenyam, Kabupaten Nduga, beberapa hari menjelang pemilihan gubernur Papua, Senin (25/6). Tiga warga sipil dilaporkan tewas dibunuh kelompok bersenjata, termasuk seorang anak berumur enam tahun dibacok setelah ibu dan ayahnya ditembak mati di depannya.

 

“Mereka menembak pesawat, padahal pesawat itu adalah fasilitas umum dan merupakan satu-satunya sarana transportasi masyarakat di daerah  tersebut yang masih terisolasi. Bahkan sehari setelah perayaan Idul Fitri, aparat TNI yang melaksanakan patroli juga diserang hingga mengakibatkan 5 orang prajurit TNI luka parah,” katanya. 

 

Aidi juga menyebut hilangnya dua anggota polisi di Distrik Torere, Kabupaten Puncak, saat mengawala logistik pilkada pekan lalu merupakan ulah kelompol bersenjata. Termasuk Kepala Distrik yang merupakan orang asli Papua dan seorang pendeta tidak luput tewas tertembak oleh KKSB. 

 

“Kami justru jadi korban. Kami bertindak berdasarkan kaidah dan kode etik, serta UU yang berlaku. Sementara mereka bertindak seenaknya saja tanpa norma dan aturan, mereka tak mengenal combatan dan non combatan, warga sipil bahkan anak kecilpun dibantai tanpa ampun,” ujarnya. 

 

Ia mengemukakan, kelompok sipil bersenjata juga melakukan tindakan kekerasan terhadap pekerja jalan Trans Papua di Sinak, Kabupaten Puncak. Beberapa pekerja PT. Modern ditembak mati dan alat berat dibakar. Kemudian pekerja PT. PP di Nduga, Vicky Sondak tewas dibantai dan senjata milik TNI dirampas setelah dianiaya.

 

Kasus lainnya, lanjut Aidi, pada Desember 2017, KKSB menyandera 1.300 warga sipil di Utikini, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Mereka membakar fasilitas rumah sakit, gedung sekolah dan puluhan rumah warga. 

 

“Bukankah ini pelanggaran HAM berat? Mereka selalu menuntut merdeka tetapi sebaliknya mereka yang merampas hak dan kemerdekaan warga lain,” tuturnya. 

 

Aparat keamanan TNI/Polri melaksanakan operasi pembebasan sandera dengan berusaha menghindari jatuhnya korban. Meski TNI menurutnya bisa saja melaksanakan operasi pengejaran secara besar-besaran dengan mengerahkan pesawat tempur, helikopter serang dan persenjataan berat, tetapi itu tidak dilakukan demi menjunjung norma dan aturan yang berlaku.

 

Kodam Cenderawasih yang kini dipimpin Mayjen George Elnadus Supit, mengklaim bahwa dalam penanggulangan terhadap gangguan-gangguan keamanan di Papua cenderung bersifat pasif dan mengedepankan pendekatan teritorial. Alasannya, Papua berstatus tertib sipil sama dengan di daerah lain di seluruh wilayah Indonesia, Papua bukan daerah operasi militer.

 

“Kami tidak mengejar, diserang baru membalas. Kami berupaya agar tidak muncul korban, kami tetap melaksanakan pendekatan teritorial dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Aidi. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

JADWAL IMSAKIYAH KAB.MIMIKA
TANGGALIMSAKSUBUHZUHURASARMAGRIBISYA
28/03/202404:3104:4112:0115:1218:0319:11
29/03/202404:3004:4012:0115:1218:0219:11
30/03/202404:3004:4012:0015:1218:0219:10
31/03/202404:3004:4012:0015:1218:0219:10
01/04/202404:3004:4012:0015:1318:0119:10
02/04/202404:3004:4011:5915:1318:0119:09
03/04/202404:2904:3911:5915:1318:0019:09
04/04/202404:2904:3911:5915:1318:0019:08
05/04/202404:2904:3911:5915:1318:0019:08
06/04/202404:2904:3911:5815:1317:5919:08
07/04/202404:2904:3911:5815:1317:5919:07
08/04/202404:2804:3811:5815:1317:5819:07
09/04/202404:2804:3811:5715:1317:5819:07

KONTEN PROMOSI