Sudiro, Aktivis Serikat Pekerja Freeport di Papua Bebas

Sudiro, Aktivis Serikat Pekerja Freeport di Papua Bebas
Sudiro disambut ratusan karyawan begitu keluar dari rutan Lapas Kelas IIB Timika, Sabtu (18/8).

TIMIKA | Mantan Ketua Pengurus Unit Kerja (PUK) SPKEP SPSI PT Freeport Indonesia, Sudiro, akhirnya meninggalkan rutan Lapas Kelas IIB Timika, Papua. Ia dinyatakan bebas setelah masa hukumannya dipotong dua bulan pada remisi HUT Ke-73 Republik Indonesia tahun 2018. 

Aktivis serikat pekerja paling disegani di Mimika itu keluar dari Lapas, Sabtu (18/8). Ia disambut ratusan karyawan korban PHK "sepihak" di lingkungan PT Freeport Indonesia. Iring-iringan kendaraan ratusan karyawan lalu mengantar Sudiro ke kediamannya di Jalan Pendidikan, Kota Timika. 

Kepala Lapas Kelas IIB Timika, Marojahan Doloksaribu mengatakan, masa hukuman Sudiro harusnya baru berakhir pada Oktober mendatang. Namun setelah mendapat remisi dua bulan, Sudiro dinyatakan bebas. 

"Sudiro merupakan satu-satunya warga binaan yang langsung bebas setelah mendapat remisi, dari total 95 warga binaan yang remisinya disetujui oleh Kemenhumkam," kata Marojahan ketika dikonfirmasi, Sabtu.

Menurut Marojahan, warga binaan yang mendapat remisi adalah mereka yang dianggap memenuhi syarat, antaralain berkelakuan baik, taat beribadah, dan tidak pernah membuat keonaran atau keributan di ruang tahanan Lapas. 

"Kami melakukan pembinaan kepada semua warga binaan," ujarnya. 

Sudiro awalnya divonis satu tahun penjara di Pengadilan Negeri Kota Timika dalam perkara penggelapan iuran serikat pekerja yang dipimpinnya sebesar Rp3,3 miliar. Ia kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Papua. Dalam putusannya, hukuman Sudiro justru diperberat menjadi dua tahun penjara.

"Masa hukuman Sudiro dua tahun. Namun (dipotong) masa tahanan sejak mulai ditahan kepolisian. Jadi seandainya tidak dapat remisi, bulan Oktober baru Sudiro keluar," jelas Marojahan. 

Spirit Pekerja

Ketua Pengurus Cabang SPKEP SPSI Kabupaten Mimika, Aser Gobai bersyukur atas bebasnya Sudiro yang menjadi korban kriminalisasi oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki perjuangannya bagi kaum buruh di lingkungan PT Freeport Indonesia.

"Ini menjadi spirit bagi ribuan karyawan yang saat ini sedang memperjuangkan keadilan, setelah mereka di-PHK secara sepihak oleh manajemen PT Freeport Indonesia," katanya.

Aser mengatakan, peristiwa ini sekaligus menjadi momentum bagi siapapun untuk mengetahui sebuah kebenaran dalam kasus yang menimpa Sudiro. Menurutnya, Sudiro memang tidak sepantasnya berada di balik jeruji hanya karena suaranya yang lantang membela kaum buruh. 

"Ini kriminalisasi saja. Bahkan pekerja yang punya uang, iuran, itu tidak pernah merasa dirugikan oleh Sudiro. Lagipula uang itukan ada, hanya ditangguhkan waktu itu karena ada masalah di internal organisasi," ungkapnya. 

Perjuangan di Balik Teror

Sudiro (49) menjadi karyawan PT Freeport Indonesia pada tahun 1992. Ia tentu saja merasa bangga bisa menjadi bahagian dari perusahaan emas terbesar dunia. Ia menekuni pekerjaan penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi, tidak pernah sedikitpun mengeluh.

Seiring berjalannya waktu ketika dirinya bekerja di lingkungan Freeport, Ia mulai melihat adanya berbagai bentuk kejanggalan. Begitupun dirasakan oleh rekan-rekan pekerja lainnya. 

"Saya merasakan ada kekuatan yang sangat besar di dalam perusahaan ini, yang tidak nampak, tapi kekuatan yang bersifat absolut. Tidak akan bisa dilawan dan ditembus oleh siapapun," kata Sudiro dalam persidangan pada September 2017 lalu. 

Ia menyaksikan berbagai kesewenang-wenangan dan ketidak adilan terjadi di semua departemen. Banyak raja-raja kecil, mereka sangat diskriminatif, berbuat dan memutuskan semaunya sendiri. 

(Para karyawan waktu itu) bekerja tidak pernah dianggap, hanya bisa diam ketika diperlakukan secara tidak adil. Karena taruhannya adalah dipecat jika membangkang," Sudiro mengenang. 

Ia pun heran, mengapa mereka menginjak sesama anak bangsa sendiri. Sementara pekerja saat itu tidak bisa berbuat banyak, malah cenderung ikut bermain apa yang manajemen perusahaan inginkan.

Melihat hal tersebut, hati nuraninya merasa terpanggil untuk merubah nasib para pekerja agar bisa lebih dimanusiakan. Kondisi ini yang memanggilnya ikut bergabung di dalam organisasi serikat pekerja, waktu itu menjadi komisaris di salah satu departemen.

Namun oleh karena tindakannya yang berani melawan ketidak adilan dan kesewenang-wenangan yang selama ini sudah mendarah daging di tempat kerja. Maka, saat itulah banyak raja-raja kecil yang merasa terusik. Sehingga tidak suka terhadap perubahan dan pembenahan yang Ia lakukan. 

Adapun Sudiro terpilih menjadi Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Indonesia pada periode tahun 2010-2013. Kemudian banyak anggota serikat pekerja meminta Sudiro kembali menjabat Ketua PUK Freeport periode berikutnya, 2014-2017.

Keberadaan anggota PUK SPKEP SPSI PT Freeport sebelum kepeminpinan Sudiro hanya berkisar 5.000an karyawan. Setelah Sudiro menjabat, jumlah anggota yang tergabung meningkat tajam sampai mencapai 10.000 karyawan. 

Kondisi pekerja sebelum Sudiro menjabat sebagai Ketua PUK diakui sangat memprihatinkan. Padahal, perusahaan ini adalah tambang emas kelas dunia. Tapi kesejahteraan pekerja waktu itu sangat minim. Belum lagi mereka diperlakukan sewenang-wenang oleh perusahaan.

"Visi dan misi saya sangat jelas. Yaitu membela, melindungi, memperjuangkan, dan meningkatkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Kita harus merdeka di tanah air kita sendiri, bukan hanya menjadi penonton di tengah kekayaan kita yang melimpah," katanya. 

Semenjak bergabung dengan serikat pekerja, ada banyak hasil positif yang sudah dilakukan Sudiro bersama pengurus organisasi serikat masa itu. 

Misalnya saja, kenaikan upah pokok sebesar 80 persen dan kenaikan fasilitas pelayanan rawat inap di rumah sakit sesuai dengan golongan dan jabatan pekerja.

Kemudian, ada tunjangan hari tua melalui asuransi selain dana pensiun, kenaikan tunjangan pendidikan sekolah anak, penerbangan khusus untuk karyawan tujuh suku ke daerah asalnya di pedalaman yang sebelumnya tidak pernah ada, serta berbagai tunjangan benefit lainnya. 

Meski begitu, proses terpilihnya Sudiro menjadi Ketua PUK periode pertama, tidak lah mudah. Banyak liku-liku dan intimidasi yang diterima. Saat hari pertama terpilih, Ia telah diintimidasi. Waktu itu ada sekelompok orang mendatangi barak dimana Sudiro tinggal. Mereka memaksanya agar mundur dari Ketua PUK. Beruntung itu bisa diatasi dengan cara dialog.

Tidak sampai disitu saja, setelah Sudiro menjabat ketua PUK selama dua periode, intimidasi dan ancaman tidak pernah berkesudahan. Ia pernah diancam akan dibunuh melalui telepon gelap, termasuk keluarganya akan dihabisi. Itu pada saat proses perundingan dengan manajemen Freeport yang mengalami kebuntuan di awal tahun 2012. 

"Terdengar suara di telpon bahwa: kalau kamu tetap tidak mengikuti hasil perundingan dan tetap mengikuti suara lapangan (karyawan) kamu dan keluargamu akan kami habisi," ungkap Sudiro. 

 

Baca Juga:

 

Tidak itu saja. Usaha warung makan dan jualan bawang merah – bawang putih miliknya juga sengaja dibakar oleh orang tak dikenal. Bahkan sering kali ada orang yang sengaja menabrak motornya di jalan. Ia naik ojek pun juga ditabrak orang dari belakang, disertai ancaman yang serupa.

Beberapa kali rumah tempat tinggalnya mengontrak di Jalan Pendidikan, Kota Timika, diteror, dilempari batu, dilempari bangkai binatang, hingga binatang yang baru disembeli. Hingga ada orang tak dikenal sengaja buang hajat di depan rumahnya ketika sedang tidak berada di rumah. Lampu teras dan lampu depan rumah tak luput sering pecah dilempar batu. 

Tidak sampai disitu, rumah Sudiro pernah dikepung dan hendak dibakar oleh sekelompok massa (yang diduga) suruhan pihak tertentu. Dua kali kantor sekertariat PUK SPKEP SPSI diserang dan dirusak, termasuk seluruh perangkat,  perabot, hingga pintu masuk ditimbuni batu dan pasir oleh massa tak dikenal.

Salah satu peristiwa mencengangkan juga pernah terjadi, yaitu penembakan yang justru mengenai rumah kontrakan sebelah rumahnya. Pemilik kontrakan lantas mengusir Sudiro untuk segera pindah karena mereka ketakutan akan ikut menjadi sasaran teror.

"Saya juga pernah diracun melalui makanan yang dikirim ke rumah saya. Bahkan anak saya ikut mendapat intimidasi, dan sering dipukuli oleh orang tak dikenal saat pulang sekolah. Orang itu mengatakan "ini sudah anaknya orang yang bikin susah perusahaan". 

Selain ancaman secara fisik dan intimidasi secara psikologis, Sudiro mengaku juga sering diancam secara supranatural. Sudah tak terhitung banyaknya Ia mengalami hal-hal yang berbau mistik. 

Kondisi tersebut sempat membuat keluarganya tertekan dan stres serta traumatis dialami anak-anaknya. Makanya, pertumbuhan anaknya pun menjadi tidak normal. Mereka tidak seperti anak remaja pada umumnya yang bisa bebas melakukan aktivitas di luar rumah. 

"Kami sebagai orang tua harus menjaga lebih ekstra ketat, jangan sampai ancaman itu menjadi kenyataan," ujarnya. 

"Pada intinya, semua ancaman dan intimidasi itu untuk memaksa saya berhenti menjadi Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Indonesia dengan cara apapun. Itulah yang menjadi tujuan utama orang-orang yang meneror saya dan keluarga saya," kata dia. 

Meski begitu, Ia tidak akan pernah mundur. Ini juga sebagai rasa tanggung jawab serta amanah yang diberikan kepadanya. Ia tidak menghiraukan ancaman demi ancaman tersebut. Prinsipnya adalah sekalipun langit akan runtuh, keadilan pasti ditegakkan. Hanya dengan doa dan pasrah kepada Tuhan saja, mereka sampai saat ini masih diberi kesehatan dan keselamatan.

Masalah Internal dan Hukum

Setelah masa kepemimpinan Sudiro periode 2010-2013 berakhir, begitu banyak anggota serikat menghendaki agar dia kembali menjabat. Ia kemudian kembali terpilih pada Musnik ke VII Januari tahun 2014. Ia mendapat suara terbanyak dari tujuh calon lainnya. 

Akan tetapi, hasil Musnik ke VII tersebut tidak diakui keapsahannya oleh PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika yang dipimpin Virgo Henry Solossa saat itu. Dengan alasan Musnik tidak sah, Virgo tidak mau melantik Sudiro sehingga terjadi kekosongan kepengurusan PUK Freeport.

Ketua Sidang Musnik lalu melakukan tugas sesuai amanah Musnik, untuk melaporkan kepada peringkat di atasnya yaitu Pimpinan Pusat (PP) SPKEP SPSI di Jakarta untuk mengambil keputusan. Dengan kewenangan PP, pada 30 April 2014 secara sah melantik hasil Musnik ke VII tersebut.  

"Akibat karena tidak diakui dan dilantiknya pengurus PUK Freeport periode 2014-2017 oleh PC, maka anggota melalui komisaris masing-masing sepakat menghentikan pembayaran iuran ke PC sampai permasalahan internal diselesaikan," kata Sudiro. 

 

Baca Juga:

 

Namun, Virgo Solossa dengan kapasitasnya sebagai Ketua PC kemudian melaporkan Sudiro ke Polisi pada September 2016 dengan tuduhan telah menggelapkan iuran anggota sebesar Rp3,3 miliar. 

Padahal, menurut Sudiro iuran tersebut ditangguhkan dalam rekening giro PUK (sambil masalah internal organisasi diselesaikan). Kemudian, iuran itu dititipkan ke PP, dan terakhir telah dikembalikan ke PC setelah organisasi itu dipimpin Aser Gobai. 

"Laporan Virgo saat itu telah ditindak lanjuti oleh Polres Mimika di bawah kepemimpinan AKBP Yustanto Mujiharso, namun dengan mengeluarkan surat bahwa masalah internal organisasi harusnya diselesaikan secara internal organisasi pula," ungkap Sudiro.

Seiring waktu bergulir, proses hukum terhadap Sudiro berlanjut di masa kepemimpinan Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon. Bahkan, penyidik yang menangani perkara ini gabungan dari Polda Papua.

Kasus penuh kontroversi ini pun bergulis hingga di meja hijau. Akhirnya, Sudiro lalu dinyatakan bersalah dan divonis penjara setelah dianggap merugikan PC di bawah pimpinan Virgo Solossa yang juga selaku pihak pelapor perkara tersebut. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *