TIMIKA I Tim Nasional Indonesia U-22 berhasil membawa pulang Piala AFF-22 2019 setelah difinal mengalahkan Thailand dengan skor 2-1. Laga yang dilaksanakan di Stadion Nasional, Phnom Panh, Kamboja Selasa (26/2) malam itu berlangsung seru. Kedua tim saling jual beli serangan.
Thailand lolos ke final setelah mengalahkan tuan rumah Kamboja dengan skor 5-3 melalui drama adu pinalti. Sementara Timnas Indonesia lolos ke final setelah menjungkal tim kuat Vietnam 1-0.
Banyak kejutan yang ditorehkan Timnas Indonesia U-22 pada Piala AFF U-22 Kali ini. Bertanding dengan tanpa target, Indonesia justru berhasil keluar sebagai juara. Belum lagi penyerang andalan Indonesia asal Papua, Marinus Wanewar berhasil membawa pulang sepatu emas setelah menjadi Top Skor dari perhelatan sepakbola Negara-negara di Asia Tenggara ini.
Ia bahkan tampil jauh lebih dewasa dalam permainan. Tidak mudah tersulut emosi meskipun sering mendapat provokasi dari lawan. Bahkan aksi-aksi terlihat kocak sehingga membuat publik Indonesia tertawa.
Marinus Wanewar
Menariknya, pelatih bertangan dingin Indra Sjafri untuk kedua kalinya kembali mempersembahkan Piala AFF setelah sebelumnya berhasil membawa Timnas U-19 menjadi juara pada Piala AFF U-19 2013 lalu.
Pria kelahiran Sumatera Barat 2 Februari 1963 ini memulai karir di dunia sepakbola sebagai pemain PSP Padang di era 80-an. Indra juga tercatat pernah bekerja di PT Pos Indonesia dengan pososi terakhir sebagai kepala cabang sebelum benar-benar mencurahkan hidupnya di sepakbola.
Karir kepelatihannya berawal ketika menjadi pelatih salah satu tim di Sumatera Barat. Profesi baru ini mulai melejitkan namanya setelah menukangi Timnas Junior dan menjadi juara pada turnamen sepakbola tingkat Asia, yaitu HKFA U-17 dan HKFA U-19.
Sebelum menjadi pelatih Timnas Junior, Indra Sjafri bertugas sebagai instruktur dan pemandu bakat PSSI sejak Mei 2009. Ia juga pernah membawa anak asuhnya sebelum penggelaran Piala AFF U-19 2013 lalu berlatih di Tembagapura, Timika, Papua untuk mencoba kondisi fisik ketika berlaga dalam cuaca dingin.
Indra Sjafri
Tim Nasional Sepakbola Indonesia disemua kelompok umur, kecuali Timnas Senior memang lebih sering menggunakan jasa pelatih lokal. PSSI sebagai induk organisasi terpopuler di Indonesia ini lebih banyak mengandalkan pelatih asing untuk Timnas Senior.
Alih-alih menorehkan prestasi bagus, penampilan Timnas Senior jauh dari harapan publik Indonesia. Hampir disemua kompetisi yang diikuti, Timnas selalu kandas meraih juara, bahkan pulang lebih dulu dibabak-babak awal.
Harapan kembali muncul setelah diluar dugaan PSSI menunjuk Luis Milla sebagai pelatih kepala baik, untuk Timnas Senior maupun Timnas U-23. Meskipun mantan pelatih Timnas Spanyol U-21 ini tidak membawa Indonesia juara, tetapi berkat racikan tangan dinginnya ini, Indonesia mengalami peningkatan permainan. Hal ini terbukti dalam setiap laga, Timnas kalah dengan skor tipis melawan tim-tim yang dahulu selalu menjadikan Indonesia sebagai lumbung gol.
Masyarakat Indonesia pencinta sepakbola berharap Luis Milla tetap dipertahankan setelah masa kontraknya habis, namun entah apa yang terjadi, PSSI justru menunjuk Bima Sakti Tukiman menjadi pengganti hingga perhelatan Piala AFF 2018 lalu. Dalam kejuaran ini, Indonesia gagal total.
Luis Milla
Selepas AFF 2018, PSSI dibawah kepemimpinan Edy Rahmayadi kembali menunjuk Simon McMenemy sebagai pelatih baru Timnas Senior. Pelatih berkebangsaan Skotlandia ini memang bukan orang baru dalam sepakbola khsususnya di Asia Tenggara.
Kemampuan Simon McMenemy tak perlu diragukan lagi. Ia pernah penukangi Timnas Filipina pada 2010 lalu. Terakhir ia berhasil membawa Bhayangkara FC keluar sebagai juara Liga 1 Musim 2017.
Kiprah pelatih asing dalam catatan sejarah sepakbola Indonesia memang tidak terlalu manis. Meski silih berganti menukangi Timnas Indonesia, belum ada satupun pelatih asing yang mampu membawa Timnas Indonesia juara. Hal berbeda pada pelatih lokal, paling tidak Indra Sjafri telah membuktikan bahwa pelatih lokal juga mampu meraih prestasi gemilang.
PSSI seperti kurang percaya dengan kemampuan pelatih lokal untuk menukangi Timnas. Padahal, kualitas palatih asing tidak jauh lebih baik dari pelatih-pelatih lokal. Persyaratan Lisensi A AFC sebagai pelatih yang menukangi club-club Liga 1 Indonesia, juga membuat kans pelatih lokal pupus. Mereka menjadi penonton di negeri sendiri karena tidak ada panggung yang diberikan induk organisasi untuk meningkatkan kemampuan.
Indra Sjafri setelah berhasil membawa anak asuhnya meraih juara Piala AFF U-22 menuturkan hampir semua tim peserta Piala AFF U-22 2019 menggunakan pelatih asing, sebut saja Thailand, Kamboja, Timor Leste dan Myanmar. Ia telah membuktikan bahwa INDONESIA BISA.
Dengan kemampuan yang ada Indra Sjafri mampu membuktikan bahwa pelatih lokal sebenarnya telah berada selevel dengan pelatih asing. Namun, kenapa PSSI masih saja “Doyan” menggunakan pelatih asing? Padahal Indonesia sudah bisa berdikari dengan kaki sendiri, asal ada kemauan. (Batt/SP)
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis