Polisi Diminta Tindak Lanjuti Laporan Mantan Karyawan Redpath

Polisi Diminta Tindak Lanjuti Laporan Mantan Karyawan Redpath

TIMIKA | Mantan pekerja PT Redpath Indonesia mempertanyakan laporan mereka terkait dugaan pencemaran nama baik yang hingga kini belum mendapat kejelasan dari Kepolisian, padahal sudah dilaporkan sejak 2016 silam. 

Mantan Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Redpath Michael Adadikam meminta Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon, dan Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar segera memproses dugaan kasus yang melibatkan dua pekerja ekspatriat (asing) berinisial CZ dan GAB.

“Laporannya sejak 2016 lalu tapi sampai sekarang ini kami belum mendapat tindak lanjut apapun dari kepolisian,” kata Michael kepada wartawan di Timika, Senin (28/8/17).

Sebelumnya, mantan pekerja PT Redpath Indonesia Dean Kelly Fadiban CS telah telah melapor ke Polres Mimika terkait dugaan pencemaran nama baik sejak akhir Mei 2016 dengan nomor: LP 492/ V/ 2016/ Papua Res Mimika.

Kedua karyawan asing sebagai terlapor diketahui mengirim pesan elektronik (black list) kepada seluruh perusahaan kontraktor dan privatisasi PT Freeport Indonesia agar tidak boleh menerima 125 orang karyawan PT Redpath yang dipecat dengan alasan bermasalah.

“Kami melihat perbuatan dua pekerja asing ini bukan saja pencemaran nama baik, tapi sudah merupakan pelanggaran HAM yang membatasi kami mendapat pekerjaan,” sesal Michael.

Secara pribadi, Michael juga akan menuntut kedua pekerja asing yang diketahui menjabat sebagai Senior Vice President Underground dan Senior Vice President Contracting PT Freeport itu sebesar Rp2 miliar atas perbuatannya.

“Mereka boleh punya uang, tapi kami punya hukum. Saya pribadi menuntut mereka dua miliar,” tandas Michael.

Michael sangat menyesalkan sikap kedua pekerja asing Freeport tersebut yang justru datang membuat kegaduhan dan merugikan pekerja Indonesia. Padahal mereka diupah jauh lebih besar daripada pekerja dalam negeri.

“Pekerja asing inikan harusnya datang mentransfer ilmu pengetahuan kepada pekerja kita. Tapi ini tidak, mereka justru datang berbuat sesuka hati dan merugikan kita,” sesalnya.

Kasus ini bermula setelah 125 karyawan dipecat lantaran dianggap melakukan mogok kerja tidak sah pada Maret 2015. Setelah itu, dua pekerja asing Freeport lalu mem-blacklist 125 karyawan tersebut di seluruh perusahaan sub kontraktor Freeport.

Pada 2015, para pekerja yang di-blacklist  melaporkan kasus itu ke Polda Papua. Namun karena pertimbangan wilayah hukum, mereka diminta melapor ke Polres Mimika. Sayangnya, hingga kini belum ada tindak lanjut kepolisian setempat.

Setelah diberhentikan dari pekerjaan mereka, 125 mantan karyawan Redpath hidup terkatung-katung di Timika. Beberapa telah meninggal dunia, ada yang terusir dari rumah kontrakan, dan lainnya memilih pulang kampung.

DPRP menilai tindakan blacklist terhadap 125 pekerja itu sudah merupakan pelanggaran HAM berat. Mereka tidak bisa lagi mendapat kesempatan kerja di negeri sendiri hanya karena tuduhan tak berdasar.

PT Redpath merupakan salah satu perusahaan subkontraktor di lingkungan PT Freeport Indonesia. Perusahaan asing asal Kanada ini sudah lebih dari 30 tahun beroperasi menangani tambang bawah tanah (under ground) Freeport. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *