Mereka dinilai tidak netral dalam melaksanakan tugasnya sebagai panwas, sehingga posisinya akan diganti dengan mereka yang ada di dalam daftar tunggu.
“Tugas mereka batasnya hingga Februari kemarin. Tapi karena ada PSU, maka hanya dilakukan evaluasi dan tidak ada perekrutan anggota baru,” kata Adriana Sahempa.
Penguatan kapasitas panwas dilakukan setelah mengevaluasi seluruh pengawasan dalam tahapan pemilihan kepala daerah pada tahun 2020.
Sehingga panwas distrik telah menyampaikan segala permasalahan ataupun kendala yang ditemui saat pengawasan pilkada 20 Desember lalu.
Selain itu, penguatan kapasitas ini agar di dalam pelaksanaan PSU nanti panwas dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebaik mungkin, serta kewajibannya dengan memperhatikan ketentuan dan aturan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Dari hasil evaluasi, Bawaslu juga mendapatkan beberapa indikasi atau indeks kerawanan pemilu. Beberapa indikator itu, kata Sahempa, merupakan hal umum yang sering terjadi pada saat pemungutan suara, penghitungan, maupun tahapan pemilu itu sendiri.
Seperti, mobilisasi massa, money politik, pencoblosan lebih dari satu kali yang dilakukan seseorang, serta pemberitahuan yang tidak tepat sasaran sesuai nama dalam DPT, hingga intimidasi terhadap penyelenggara.
Selanjutnya, Adriana juga menekankan, kepada seluruh panwas di daerah itu bahwa, Nabire tidak masuk dalam daftar daerah yang menerapkan sistem noken, ikat, ataupun sepakat. Sehingga untuk pengawasan akan difokuskan Bawaslu hingga ke tingkat paling bawah.
“Kami juga ingatkan untuk panwas distrik mengawasi proses pemutakhiran data yang sementara dilaksanakan oleh KPU Nabire, terutama dalam pencocokan dan penelitian nantinya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan