Vonis Anggota Brimob Penembak Warga Deiyai Dinilai Ringan, ini Kata Kapolda

Vonis Anggota Brimob Penembak Warga Deiyai Dinilai Ringan, ini Kata Kapolda
Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Ama- (Foto : Dok seputarpapua.com )

TIMIKA | Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar menjawab tudingan yang menyebut sanksi terlalu ringan diberikan kepada empat personel Brimob, terkait insiden penembakan yang menewaskan seorang warga Kampung Bomou, Distrik Tigi Selatan, Kabupaten Deiyai, pada Agustus lalu.

Mantan Kadiv Humas Polri menyatakan sanksi kepada empat personelnya yang dinyatakan bersalah di hadapan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Polda Papua telah proporsional dan sudah cukup berat.

“Soal ringan dan berat itu relatif karena mereka didemosi dan tidak dipercayai menggunakan senjata api, tidak boleh lagi bertugas di Brimob. Untuk seorang polisi itu tentu sangat berat,” kata Boy Rafli kepada wartawan di Timika, Kamis (7/8).

Adapun keempat personel Polisi yang dinyatakan bersalah dalam sidang KKEP,  yakni mantan Kapolsek Tigi Inspektur Satu Maing Raini dan Danton Brimob Iptu Aslam Djafar bersama dua anggotanya, Ajun Inspektur Dua Esra Sattun dan Brigadir Kepala Victor Manggaprouw.

Keempat anggota Polri itu dijatuhi vonis sebagai perbuatan tercela, kewajiban untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang Komisi Kode Etik Polri, dan dipindahtugaskan ke jabatan berbeda bersifat demosi selama satu tahun.

Menurut Kapolda, sanksi tersebut tentu berat bagi seorang anggota Polri, karena akan menjadi catatan sejarah dalam hidupnya sebagai petugas yang dinilai tidak profesional, serta mendapat demosi tidak dipercaya oleh institusi.

“Tentu itu jadi catatan tersendiri bagi yang bersangkutan. Dalam sejarah hidupnya, mereka akan dicatat sebagai petugas-petugas yang tidak profesional dalam bertugas,” tandas Kapolda.

Bentrokan di Deiyai terjadi pada 1 Agustus 2017, dipicu ketidakpuasan warga karena pengabaian perusahaan pembangun jembatan di kawasan kali Oneibo. Saat kejadian, terdapat fakta personel polisi menghadapi  ancaman atau kondisi yang membahayakan dari warga sipil.

“Fakta tersebut terlihat seperti adanya upaya pengahancuran kendaraan, penggunaan benda tajam dan keras oleh warga sipil untuk melakukan perlawanan kepada polisi. Artinya di sana ada kondisi-kondisi yang membahayakan,” beber Kapolda.

Meski begitu, Kapolda juga mengakui personel polisi yang bertugas memang melakukan kekeliruan saat menangani massa. Mereka terbukti tidak mematuhi tahapan penanganan aksi massa, dan tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan senjata api.

“Dalam konteks itu kita melihat ada ketidakcakapan dalam menghadapi massa. Walaupun menghadapi ancaman, petugas harus lebih cermat dan cakap dalam penggunaan senjata api,” ujarnya.

Saat itu sekelompok meminta pihak perusahaan mengantarkan seseorang yang kritis usai tenggelam di sungai Oneibo. Namun, perusahaan tak memberi bantuan kendaraan yang diminta warga.

Warga akhirnya mendapatkan kendaraan dari wilayah lain dan membawa korban kritis itu ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Warga kemudian kesal dan mendatangi perkemahan pembangunan jembatan dan merusak pos pekerja.

Anggota Brimob dan Polsek Tigi langsung menghampiri lokasi. Warga mengamuk dan polisi pun melepas tembakan. Satu orang warga sipil tewas terkena timah panas dan delapan lainnya luka-luka. (*rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *