TIMIKA | Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, tepat berusia 23 tahun pada 8 Oktober 2019. Kabupaten yang memiliki luas sekitar 20.039 km persegi atau 4,75 persen dari total luas wilayah Provinsi Papua ini resmi terbentuk pada Oktober 1996.
Kabupaten Mimika didiami dua kelompok masyarakat lokal. Mereka terbagi menurut wilayah hunian dan atau wilayah adat, yakni suku Kamoro di dataran rendah dan suku Amungme di dataran rendah hingga dataran tinggi.
Mimika yang sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Fakfak,
di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Paniai, Deiyai dan Puncak Jaya, sebelah timur Kabupaten Asmat dan Nduga, sedangkan sebelah barat dengan Kabupaten Kaimana.
Athanasius Allo Rafra atau yang lebih akrab dikenal Allo Rafra, cukup mengetahui sejarah Mimika hingga berkembang saat ini. Dia adalah Sekretaris Daerah pertama di Mimika dan juga pernah mengemban amanah sebagai Penjabat Bupati Mimika pada tahun 2007.
"Saya mulai dari 8 Oktober tahun 1996. Waktu itu di Jayapura ada pembentukan tiga Kabupaten baru, yaitu Mimika, Puncak Jaya dan Paniai," kata Allo saat diwawancara Jurnalis Seputar Papua di kediamannya, Jalan Busiri, Kota Timika, Papua, Rabu (2/10).
Setelah pembentukan tiga kabupaten tersebut, kemudian disusul penunjukan Bupati dan Sekda untuk masing-masing kabupaten. Ketika itu Titus Octovianus Potereyauw ditunjuk sebagai Bupati Mimika pertama dan Allo Rafra juga sebagai Sekda Mimika pertama.
"Waktu itu saya Asisten III di Biak diangkat sebagai sekda dan saya pindah ke Timika bersama dengan Pak Potereyau. Dan kita memulai kabupaten ini dari nol," kenang Allo.
Sebagai kabupaten baru, pemerintahan mulai berjalan dengan segala sesuatu yang baru. Waktu itu, katanya, aparatur pemerintahan yang ada hanyalah aparatur kecamatan.
"Waktu itu pak Engel istrinya ibu Ana, pak Taslim Tehuteru, ibu Syane Mandessy dan sejumlah pegawai lagi," katanya sambil mengingat-ingat nama-nama pegawai lainnya.
Mengingat minimnya pegawai untuk menjalankan roda pemerintahan kabupaten baru di Mimika, kemudian didatangkan lah sejulah pegawai dari Jayapura untuk mengemban berbagai jabatan.
"Termasuk pak Muis (Abdul Muis) di PU, pak Mayer di Perekonomian, pak Bunay di Kepegawaian, pak Kambu di Hukum, dan sejumlah pejabat lainnya. Kita mulai dan kita bekerja seperti biasa," sebutnya.
Allo bersama dengan Bupati Potereyauw kala itu mulai pindah ke Timika pada bulan Desember 1996 karena masih mempersiapkan segala sesuatu untuk menjalankan pemerintahan di Mimika setelah dibentuk. Mereka belum punya anggaran ketika itu.
"Waktu itu, kita datang kesini awal-awal tidak ada anggaran. Kita cuma dikasih uang Rp50 juta sebagai awal untuk kita bekerja," ungkap Allo mengenang perjuangan mereka mendirikan kabupaten Mimika dengan penuh keterbatasan.
Sebenarnya, kata Allo, pemerintahan di Mimika baru mulai efektif berjalan sejak dirinya dilantik sebagai Sekda pada tanggal 23 Desember 1996.
Suku Kamoro
Tantangan
Allo Rafra yang saat ini sedang dalam masa penyembuhan dari penyakit yang diderita di masa tuanya, mengungkapkan, bahwa diawal pembentukan Kabupaten Mimika begitu banyak tantangan yang dihadapi.
"Tantangan yang paling berat, ya kita harus mengenal daerah, mengenal masyarakat. Pada waktu itu sangat susah karena kita juga tidak punya rumah, kita harus cari rumah untuk kita kontrak dan tinggal," katanya.
Pemerintahan Kabupaten Mimika pertama kali menggunakan gedung kantor di Jalan Cenderawasih, yang kemudian dijadikan Kantor DRPD dan kini telah dihibahkan untuk Kantor Pelayanan Polres Mimika.
"Itu dulu dibuat untuk kantor kecamatan, waktu itu Kecamatan Mimika Timur atau Kecamatan Mimika Baru. Tapi itu salah satu bangunan baru yang kita pakai dan kita kerja disitu. Kecil, ruangan kecil tidak terlalu besar,” katanya.
Pada Februari1997, Kabupaten Mimika baru mendapat kucuran anggaran Rp11 miliar untuk memulai pembangunan. Prioritas pertama kala itu adalah membangun infrastruktur jalan.
“Jalan waktu itu begitu rusak, jalan Yos Sudarso ini. Jalan memang sudah ada tapi bolong (berlubang) besar, terutama di kawasan LPMAK, kemudian arah kesana, itu jalan tidak layak," kata dia.
Kemudian, perlahan dibangun perumahan pegawai, sekolah-sekolah dan juga balai desa. Selain itu, sejumlah puskesmas dibangun sampai di kampung- kampung. Semua hanya dengan anggaran sebesar Rp11 miliar tersebut.
“Banyak hal kita bangun, hanya dari anggaran 11 miliar itu kita pakai," ungkap Allo.
Allo mengakui, dengan anggaran yang sangat terbatas dan harus berupaya agar bisa dipakai secara maksimal untuk berbagai kebutuhan pembangunan, itu memang cukup berat.
Pada waktu dirinya dilantik sebagai Sekda sekaligus peresmian aktivitas operasional kabupaten oleh Wakil Bupati Mimika di Gedung Kesenian, segala sarana dan prasarana sangat minim. Bahkan untuk sebuah kabupaten, hanya memiliki dua mesin ketik.
"Kita persiapkan segala macam, kita tidak ada mesin ketik, hanya ada 1 atau 2, kita beli komputer dan segala macam itu dengan anggaran kita tahun 1997 yang 11 miliar itu," kenangnya.
Lalu di tahun berikutnya, 1998 anggaran untuk Kabupaten Mimika sedikit bertambah menjadi Rp24 Miliar. Sebagai kabupaten baru, Mimika berharap dukungan anggaran dari Pemprov Papua namun belum juga ada kala itu.
Di masa-masa sulit itu, ditambah lagi dengan kondisi keamanan yang terus bergejolak. Hampir setiap hari terjadi kekacauan. Menurut Allo, masalah ini tidak terlepas dari masuknya berbagai kepentingan di daerah yang memiliki tambang emas.
“Begitu banyak orang yang berkepentingan di sini. Waktu itu baru selesai masalah penyanderaaan di Nduga, jadi pasukan mulai masuk ada banyak polisi, masyarakat dari daerah lain juga datang banyak," kata dia.
Ditengah kekacauan yang terjadi, pemerintah terus berupaya untuk bisa menunjang seluruh kegiatan pemerintahan daerah dan terlebih menunjang kepentingan masyarakat.
Disamping itu, Pemkab Mimika kala itu menjalin kerjasama sangat baik dengan semua pihak utamanya TNI/Polri dan unsur Muspida lainnya. Konflik social di Kwamki Lama (saat ini Kwamki Narama) yang menelan banyak korban akhirnya dapat diatasi.
“Aktivitas kantor mulai berjalan baik dan pemerintah saat itu tidak macam-macam, berjalan semestinya. Kerusuhan yang tiap kali timbul kita kerjasama dengan Muspida dan bisa kita selesaikan semua," ungkapnya.
Seiring dengan membaiknya kondisi keamanan dan pemerintah berjalan normal, jumlah pegawai juga semakin bertambah atara lain dari Jayapura yang ditugaskan di Mimika untuk menunjang pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
“Tapi kita harus siapkan rumah untuk mereka. Perumahan pegawai yang di SP 2 itu mulai kita bangun tahun 1997, yang bagian depan itu untuk kepala bagian ada sekitar enam rumah. Dari tahun ke tahun rumah itu bertambah," kata Allo.
Suku Amungme
Mulai Berkembang
Dari tahun ke tahun Kabupten Mimika mulai maju berkembang. Akan tetapi, saat itu pegawai masih harus menunggu gaji sangat lama dari Fakfak karena masih berstatus pegawai Fakfak. Mereka harus menunggu hingga pertengahan bulan baru menerima gaji.
Pemerintah kemudian mengambil langkah dengan melakukan komunikasi dengan Gubernur Papua dan Kepala Perweakilan Departemen Keuangan di Jayapura.
"Kita bentuklah KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) itu, sehingga gaji pegawai bisa disalurkan disitu dan bisa dibayar tepat waktu," katanya.
Masyarakat Mimika khususnya suku Kamoro dan Amungme saat itu, kata Allo, sangat senang dengan hadirnya pemerintah. Mereka juga menerima dengan sangat baik.
"Kita disini menjadi satu kabupaten ada kebanggan tersendiri dari orang Kamoro dan Amungme, khusus dua suku itu ya sebagai pemilik tanah wilayah ini," katanya.
"Mereka beranggapan bahwa kita sekarang jadi kabupaten sama dengan kabupaten lain, ada kebanggan mereka waktu itu," katanya lagi.
Saat itu masyarakat, lanjut Allo, juga memberikan bantuan kepada pemerintah. Bantuan bukan berupa barang, tetapi bagaimana mendukung tugas pemerintah menjadi lancar.
"Masyarakat juga belum terlalu banyak, dalam arti memang sudah ada, tapi saudara kita yang dari gunung ini masih terbatas. Mereka semua waktu itu kumpul di Kwamki Lama, tapi kemudiana ada konflik disana dan pindah keluar," kata Allo.
Perkembangan Kabupaten semakin terlihat dengan dibukanya penerimaan pegawai pada tahun 1997-1998. Pegawai-pegawai tersebut, kata Allo, saat ini menduduki jabatan esselon II dan III dan juga ada pegawai pindahan yang diterima.
"Waktu itu ada enam bagian, Bagian Pemerintahan, Bagian Umum, Perekonomian, Hukum, Kepegawaian dan Bagian Pembangunan. Kemudian masuk Dinas PU, itulah kita mulai dengan itu," katanya.
Kala itu, Mimika baru terbagi dalam delapan wilayah distrik, yaitu Mimika Timur Jauh, Mimika Barat Jauh di Potowayburu, Mimika Barat di Kokonao, Mimika Timur, Mimika Baru, Agimuga, Jila dan Tembagapura," sebut Allo.
Selanjutnya, Allo menjelaskan, keberadaan sekolah-sekolah di Timika yang mana pada saat itu sudah ada SMA Negeri 1 Mimika dan SMP Negeri 2 Mimika.
"Kemudian setelah kita ada disini, kita buka SMK yang di Kuala Kencana karena itu sama-sama dengan Freeport membantu untuk buka SMK itu. Menyusul SMK yang disini yang awal cukup lama ini SMK Petra, itu tahun 1998 atau 1999. Jadi tidak terlalu banyak, setelah itu baru mulai dibuka SMP dan SMK yang baru," katanya.
Sedangkan untuk Puskesmas, waktu itu di kota hanya ada Puskesmas Timika dan belum ada Rumah Sakit.
"Dokter itu Maurits, yang dulu kepala RSUD. Puskesmas Kokonao ada, Puskesmas di Agimuga ada, Puskesmas di Potowayburu. Kalau di Tembagapura itu yang dari Freeport saja karena itu kan wilayah Freeport," kata Allo.
Allo yang merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih mengungkapkan, pada tahun 1999 dirinya kembali ke Jayapura namun tetap memantau perkembangan di Mimika.
Kemudian pada tahun 2007, Allo kembali ditunjuk oleh Gubernur Papua untuk menjabat sebagai Pejabat Bupati Mimika karena ada pergantian masa jabatan Klemen Tinal dari periode pertama ke periode kedua.
"Sebelumnya saya jadi pejabat bupati di Kabupaten Mappi, kemudian Gubernur meminta saya untuk datang apakah bersedia untuk jadi pejabat bupati di Mimika”
“Saya bilang pak, banyak staf di kantor gubernur, saya kan baru selesai di Mappi. Pak Gubernur bilang tidak saya menghendaki pak Allo yang ke Timika. Bagaiamana bersedia? Saya bilang, ya kalau itu perintah saya laksanakan, saya bersedia," kenang Allo.
Ketika itu, sebut Allo, ada permasalahan keanggotaan DPRD yang tak kunjung selesai di Mimikia. Allo kebetulan menjabat Kepala Biro Pemerintahan di Provinsi Papua, ini bagiannya untuk diselesaikan.
“Masalah ini saya punya urusan untuk menangani ini juga. Ya kita tangani itu DPRD sampai selesai. Waktu itu DPRD sudah dua tahun tidak bekerja, masalahnya yang konflik dengan bupati itu," kata dia.
Pada Maret 2007, Allo resmi kembali ke Mimika dan dilantik sebagai pejabat bupati. Waktu itu, pengesahan anggaran sudah sangat terlambat yang mana baru disahkan dan diserahkan pada akhir Mei dan baru mulai bekerja pada bulan Juni-Juli. Namun, meski terlambat pemerintah saat itu mampu menyelesaikan cukup banyak pekerjaan.
"Kita selesaikan dan anggaran yang begitu banyak tidak seluruhnya kita pakai, karena saya tahu waktu yang sudah terlampaui begitu banyak, sehingga kalau anggaran seluruhnya kita pakai maka pekerjaan begitu banyak sekali tidak akan selesai," katanya.
Bersambung…
Reporter: Anya Fatma
Editor: Sevianto
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis