TIMIKA | Puluhan kontraktor yang tergabung dalam Aliansi Peduli Pengusaha Orang Asli Papua (OAP) mendatangi Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mimika untuk melakukan aksi demo damai, Kamis (13/4/2023).
Menurut pantauan seputarpapua.com di lapangan, massa berkumpul di bundaran petrosea, Jalan Cendrawasih sebelum bergerak menuju Kantor Dinas PUPR.
Koordinator Lapangan dalam aksi tersebut Immanuel Anenem mengatakan, aksi digelar menuntut kejelasan pembayaran hak mereka sebagai kontraktor yang telah melaksanakan pekerjaan.
“Kami hanya menuntut yang menjadi hak kami, pemerintah memberikan pekerjaan kepada kami, kami sudah laksanakan, tinggal timbal balik dari pemerintah untuk kami, ini yang kami tanyakan,” ujarnya saat ditemui di titik kumpul.
Immanuel menegaskan, aksi yang dilakukan tidak ditunggai oleh pihak manapun dan sama sekali tidak berhubungan dengan politik.
“Aksi kita ini tidak ditunggai oleh siapa-siapa,” tegasnya.

Immanuel menjamin aksi yang dilakukan adalah aksi damai tanpa adanya tindakan anarkis.
Adapun tuntutan Aliansi Peduli Pengusaha OAP pertama Dinas PUPR diminta untuk membayar utang kepada pengusha OAP yang mencapai Rp 9,5 Miliar. Selanjutnya, Aliansi meminta Plt Bupati Mimika Johannes Rettob untuk mencopot Kepala Dinas PUPR Robert Mayaut.
Aliansi juga meminta agar Plt Bupati Mimika membersihkan mafia-mafia proyek yang diduga ada disetiap OPD
Penanggungjawab aksi Abdul Rahman Bugis menolak mediasi jika tidak dihadiri oleh Plt Bupati Mimika.
“Kita mau Plt Bupati Mimika hadir selaku pengambil keputusan tertinggi. Kita tidak mau Sekretaris atau siapapun, untuk hadir dalam ruang penyelesaian,” tegasnya dalam orasi yang digelar di depan Kantor PUPR.
Apabila tidak dihadiri Plt Bupati Mimika massa meminta agar Pj Sekretaris Daerah Petrus Yumte untuk melakukan mediasi.
Sekretaris Dinas PUPR Mimika Inosensius Yoga Pribadi yang menemui para demonstran mengatakan soal keterlambatan pembayaran sudah dijelaskan kepada perwakilan kontraktor OAP.
“Saya bisa minta Pak Faya (perwakilan kontraktor OAP) untuk berdiri menjelaskan di depan sini, karena pertemuan sudah dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR dengan teman-teman pengusaha OAP. Bahkan perwakilan juga sudah ketemu saya di ruangan saya, sudah ada penjelasan juga soal pembayaran yang belum terealisasi,” katanya.
Yoga menyebut soal pembayaran hak kepada pengusaha harus melalui mekanisme keuangan negara yang cukup rumit.
“Dalam pertemuan itu sudah dijelaskan kenapa kontrak terlambat, supaya bapak ibu tahu tahun lalu terjadi kenaikan BBM sebanyak 3 kali tahun kemarin, dan itu mempengaruhi penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sehingga itu merubah, bapak-ibu ini mau kerja untung atau rugi? Jadi ini ada mekanisme yang harus dilalui,” terangnya.
Yoga menegaskan jika keterlambatan pembayaran juga dialami oleh kontraktor diluar OAP.
“Mekanisme soal pembayaran itu ada aturannya, jatuh tempo itu pada 31 Desember, sementara bapak ibu kasih tagihan tanggal 30. Tanggal 31 itu hari sabtu, bank tutup jadi tidak bisa lakukan pembayaran, kami (PUPR) punya tugas memproses itu ke keuangan, tapi kalau sistem perbankan sudah tidak bisa diakses kita mau bikin apa?,” paparnya.
Sesuai dengan petunjuk Plt Bupati Mimika pihaknya pun melakukan pendataan utang dan piutang, pembayaran kepada pengusaha OAP itu termasuk dalam piutang yang di data.
“Kami juga sudah bertemu dengan perwakilan pengusaha OAP, untuk memastikan tidak ada perusahaan yang terlewatkan,” katanya.
“Petunjuk dari pak Plt Bupati Mimika piutang dan hutang itu dimasukan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2023,” terangnya.
Yoga mengungkapkan pihaknya juga belum dapat membayarkan karena pihaknya juga masih menunggu audit terperinci yang saat ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Yoga juga menyampaikan permintaan maaf nya kepada para demonstran karena kepala Dinas PUPR tidak bisa bertemu dengan mereka karena sedang berada di luar daerah.
“Normatifnya (pembayaran kontraktor OAP) nanti akan dibayarkan pada APBD Perubahan, itu petunjuk dari Plt Bupati Mimika, bapak (Plt) juga tidak bisa memutuskan karena saat ini juga masih menunggu hasil audit terperinci dari BPK,” ungkapnya saat ditemui di sela aksi.
Sekretaris PUPR Yoga membenarkan jika nilai yang perlu dibayarkan sebesar Rp 9,5 Miliar.
Tinggalkan Balasan