TIMIKA, Seputarpapua.com | Dua orang wartawan di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah mengalami tindakan pengadangan dan intimidasi oleh aparat kepolisian dari Polres Nabire saat meliput aksi damai peringatan Perjanjian New York atau New York Agreement oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Nabire, pada 15 Agustus 2024.
Berdasarkan keterangan resmi Asosiasi Wartawan Papua (AWP) yang diterima Seputarpapua.com, Sabtu (17/8/2024), menerangkan bahwa dua orang wartawan yakni Aleks Waine dari Jelata News Papua dan Melkianus Dogopia dari Tadah News mendapat perlakuan diadang dan diintimidasi oknum aparat kepolisian agar tidak meliput aksi tersebut. Mereka dilarang melakukan pengambilan foto atau video dan dipaksa keluar dari area aksi massa. Bahkan, kedua wartawan tersebut terkena gas air mata aparat kepolisian.
Menyikapi kejadian itu, AWP mengecam tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat kepolisian dari Polres Nabire terhadap jurnalis Papua yang melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai jurnalis di Kabupaten Nabire, ibukota Provinsi Papua Tengah.
Ketua AWP, Elisa Sekenyap mengatakan bahwa, tindakan pembatasan dan pengadangan yang dilakukan oknum aparat kepolisian dari Polres Nabire terhadap dua jurnalis anggota AWP atasnama Melkianus Dogopia dari Tadah News dan Aleks Waine dari Jelatanews Papua dalam aksi memperingati New York Agreement di Nabire, merupakan tindakan sewenang-wenang.
Sebab itu, AWP menyatakan sikap mengecam perilaku aparat kepolisian yang tidak menghormati kebebasan pers dengan melakukan kekerasan dan pengadangan terhadap wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistik meliput aksi KNPB memperingati New York Agreement.
AWP juga mendesak kepolisian untuk menindak tegas oknum aparat kepolisian yang melakukan tindakan pengadangan dan intimidasi serta mendesak kepolisian untuk tidak lagi melakukan perbuatan serupa terhadap wartawan manapun saat meliput aksi demonstrasi.
“Sesuai amanat Pasal 8 UU Pers, dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Kepolisian sebagai lembaga penegak hukum seharusnya menjadi pihak terdepan dalam penegakan UU Pers dengan turut memberi perlindungan kepada wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik,” tegas Elisa Sekenyap.
Elisa juga menekankan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers, bisa dipidana dengan pidana penjara dan denda.
Aksi aparat kepolisian terhadap wartawan di Nabire bukan yang pertama kali. Sebelumnya pada 6 April 2024 hal yang sama juga terjadi, saat itu empat orang wartawan meliput aksi Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia (FRPHAM) Papua terkait penyiksaan warga Papua dalam drum yang sempat viral.
Jurnalis yang diintimidasi saat itu yakni Almarhum Yulianus Degei dari Tribun News Papua, Melkianus Dogopia dari Tadah News, Elias Douw dari Wagadei, dan Christian Degei dari Seputar Papua.
Waktu itu, Kapolres Nabire AKBP Wahyudi Satriyo Bintoro dan wartawan yang diintimidasi sempat bersepakat dengan tiga poin surat klarifikasi. Dalam poin ketiga, Kapolres Nabire dan wartawan bersepakat untuk saling bekerjasama dan tidak membatasi wartawan untuk menjalankan tugas jurnalistiknya. Namun Kapolres lalai dan melanggar pernyataan tersebut. Aksi serupa kembali terjadi pada 15 Agustus 2024 ketika dua wartawan sedang meliput aksi damai peringatan New York Agreement di Nabire.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis