Banyak Masyarakat Cari Obat Malaria Biru di Apotek

Seorang warga sedang membeli obat disalah satu apotek, Rabu (24/8/2022). (Foto: Kristin Rejang)
Seorang warga sedang membeli obat disalah satu apotek, Rabu (24/8/2022). (Foto: Kristin Rejang)

TIMIKA | Kekosongan obat dihydroartemisinin piperaquine (DHP) Frimal atau obat biru yang terjadi di Mimika membuat masyarakat enggan  memilih obat kina sebagai pengganti menyembuhkan sakit malaria.

Jurnalis Seputarpapua.com, pada Selasa (24/8/2022) melakukan penelusuran di beberapa apotek yang tersebar di Kota Timika.

Saat itu bertemu seorang warga bernama bunga hendak mencari obat malaria biru, namun kosong.

Bunga mengaku, obat malaria biru dicarinya di apotek untuk kerabatnya yang sedang sakit malaria tersiana. Sebab kerabatnya itu enggan meminum obat kina.

Namun sayangnya, 3 apotek yang sudah didatangi kekosongan obat malaria biru.

“Sudah tiga apotek saya datangi tapi semua kosong. Dia tidak mau minum obat kina karena katanya sakit telinga dan mual-mual. Dulu kan kita minum kina juga, jadi sudah tau rasanya,” ungkap Bunga kepada Seputarpapua.com, Rabu siang.

Karena takut berakibat fatal kepada kerabatnya yang sakit malaria, Bunga pun terpaksa membeli obat kina berdasarkan resep dokter, dan akan memaksa kerabatnya itu untuk meminum obat kina.

“Yah terpaksa saja, habis mau bagaimana kalau tidak minum bisa fatal kan,” pungkas Bunga.

Penanggungjawab Apotek Kamoro Rahmadany tidak menampik jika saat ini banyak warga yang datang untuk membeli obat malaria biru. Hanya saja terjadi kekosongan.

“Banyak sekali yang datang tanya, mereka lebih memilih konsumsi obat biru,” kata Rahmadany.

Rahmadany yang berprofesi sebagai apoteker ini menyebut, semua obat tentu ada dosisnya. Misalnya obat malaria biru minumnya 3 hari, dosisnya sesuai usia dan berat badan.

“Kalau kina minumnya seminggu sesuai dengan dosis berat badan. Kalau tidak begitu yah bisa kumat lagi,” ujar Rahmadany mengakui, efek samping dari obat kina paling sering adalah telinga berdenging, mual dan kepala juga sakit, namun harus dihabiskan selama tujuh hari.

“Kalau obat biru kan tiga hari itupun sehari hanya sekali minum, kalau kina sehari 3 kali minum, itu sudah tidak enaknya kina. Tapi mau bagaimana lagi tidak ada pilihan. Banyak yang lebih pilih datang cari obat biru karena praktis obat biru kan cuma tiga hari efek samping tidak terlalu, kina harus 7 hari,” pungkas Rahmadany.

Senada dengan Rahmadany. Septi, Penanggungjawab Apotek K24 mengaku setiap hari warga datang ke apotek kebanyakan mencari obat malaria biru.

Karena alami kekosongan maka kata Septi, pihaknya terpaksa menempelkan pengumuman di depan pintu masuk apotek jika obat malaria biru kosong. Hal ini agar tidak terjadi antrean di dalam apotek.

“Karena kosong kita kasihan dengan pasien yang selalu datang setiap hari bertanya, jadi kami tulis di depan supaya mereka tidak capai antre di dalam,” kata Septy.

Septy yang juga apoteker ini tidak menampik jika masyarkat mungkin kurang nyaman minum obat kina, meskipun ada beberapa yang bersedia membeli obat kina.

“Kina memang telinga berdenging itu umumnya saja ,tapi tidak semua pasien begitu tergantung pasiennya. Cuma minumnya selama tujuh hari,” pungkas Septi.

 

penulis : Kristin Rejang
editor : Aditra

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *