MIMIKA, Seputarpapua.com | Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki kewajiban untuk mengusulkan program-program yang disebut Pokok Pikiran (Pokir).
Pokir adalah gagasan, usulan, atau kebutuhan yang disampaikan oleh anggota DPRD berdasarkan aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Namun, apakah anggota DPRD memiliki kewajiban langsung untuk melaksanakan atau mengawal Pokir menjadi proyek yang dikerjakan oleh mereka sendiri.
Koordinator Aliansi Peduli Pengusaha Papua, Faya Alfonso Naa SE., M.acc., Akt dalam keterangan tertulisny kepada Seputarpapua, Sabtu (30/11/2024) menjelaskan, dasar hukum Pokir DPRD yang kuat dalam sistem pemerintahan Indonesia, diantanya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 178 menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Usulan Pokir termasuk dalam fungsi anggaran karena disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Pokir DPRD diatur sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam hal ini, anggota DPRD wajib menyampaikan Pokir yang mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Permendagri Nomor 25 Tahun 2021. Aturan ini memperkuat posisi Pokir dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah. Pokir diselaraskan dengan kebutuhan daerah dan dituangkan dalam dokumen perencanaan.
Selain itu, apakah anggota DPRD wajib mengawal atau mengerjakan Pokir?. Dalam regulasi yang ada, anggota DPRD hanya memiliki kewajiban untuk mengusulkan Pokir. Anggota DPRD harus menyerap aspirasi masyarakat dan memastikan kebutuhan itu diterjemahkan dalam bentuk Pokir yang disampaikan kepada eksekutif.
Mengawasi Pelaksanaan. Dimana setelah Pokir masuk dalam RKPD dan APBD, anggota DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaannya oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Namun, tidak ada aturan yang mewajibkan anggota DPRD untuk langsung melaksanakan atau menjadi pelaksana proyek Pokir. Hal ini justru bertentangan dengan prinsip pemisahan tugas antara legislatif dan eksekutif. Pelaksanaan proyek merupakan tugas OPD di bawah pemerintah daerah, bukan anggota DPRD.
Sementara itu kata Faya, terkait polemik, jika anggota DPRD diharuskan mengerjakan Pokir, maka ada pihak yang mengharuskan anggota DPRD untuk melaksanakan Pokir yang mereka usulkan, hal tersebut bisa melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Praktik ini dapat memicu konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
Anggota DPRD tetap memiliki tanggung jawab untuk memastikan Pokir terlaksana sesuai kebutuhan masyarakat, namun DPRD ssbagai fungsi pengawasan, bukan sebagai pelaksana proyek.
Dengan dasar aturan yang ada, anggota DPRD wajib mengusulkan Pokir dan memastikan pelaksanaannya melalui fungsi pengawasan. Namun, pelaksanaan proyek bukanlah kewenangan mereka. Masyarakat diharapkan tetap mengawasi kinerja DPRD untuk memastikan aspirasi yang disampaikan benar-benar diwujudkan tanpa melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan
Kalaupun ada indikasi anggota DPRD menekankan Kepala OPD di Kabupaten MIMIKA, maka kata Faya, untuk Pokir tersebut dikerjakan aggota DPRD Kabupaten Mimika, maka ka
Aliansi Peduli Pengusaha Orang Asli Papua akan melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia PrabowoSubianto,m melalui Partai Gerindra dan Ombudsman RI, serta KPK RI karena Kepala Dinas maupun anggota DPRD terkait mengarahkan Pokir kepada perusahaan baik CV maupun PT yang mereka sudah punya niat untuk menghancurkan rakyat yang mendukung mereka, walaupun secara legalitas mereka memenuhi unsur-unsur itu.
Kata Faya, jika itu dilaksanakan, bukankaah ini bagian dari penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri sebagaimana disebut sebagai koruptor, baik Pimpinan OPD maupun DPRD terkait.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis