“Mas saya campur harga 30 ribu. Mas saya harga 20. Mas sa juga 20 e,” satu persatu pelanggan mulai memesan pentolan yang dijajakan di gerobak sederhana di bawah pepohonan.
Di gerobak sederhana yang disambungkan dengan motor yang tampak tua, ada berbagai pentolan yang dijual.
Ada pentolan berukuran kecil, ada yang berukuran besar dengan isian lemak dan juga keju.
Isian lemak adalah salah satu idola para pelanggan, dengan saos kacang dan kecap.
Gerobak yang setiap hari nangkring di jalanan menuju Bandara Mozes Kilangin ini adalah milik mas Udin.
Mas Udin mulai berjualan dari jam 9 pagi waktu Timika, sampai pentolan jualannya habis terjual baru bisa pulang ke rumah.
“Rata-rata setengah satu sudah habis kalau pas rame betul,” kata Mas Udin saat diwawancara di sela-sela waktu jualan, Selasa (25/7/2023).
Pria berusia 37 tahun ini mengungkap, rata-rata pembeli dagangannya ialah para pegawai yang bekerja di area bandara.
Selain karyawan bandara, ada juga yang dari area kota Timika seperti Nawaripi, jalan Hasanudin, jalan Busiri dan lainnya.
“Ada itu dari Kuala juga kesini hanya untuk beli,” katanya.
Mas Udin berjualan hampir setiap hari, tetapi kadang ia memilih libur di hari minggu.
Ia mengaku hampir setiap hari pentolan berjumlah 15 kilogram bahkan lebih itu, Alhamdulillah setiap hari habis, meskipun tidak selalu habis di siang hari.
Sesekali, Udin harus membawa barang jualannya sampai ke area Pohon Jomblo (area Irigasi) untuk dijual sampai habis.
Dalam sehari pria asal Lamongan ini membuat pentolan sebanyak 7 kilogram adonan yang menghasilkan 15 kilogram bahkan lebih pentolan siap jual.
Mulai jam 4 pagi setiap hari, Udin membuat pentolan, sesekali dibantu istrinya.
“Pentol bikin sendiri setiap hari, bangun jam 4 itu langsung bikin. Kalau taruh di freezer rasanya sudah beda,” ungkapnya.
Berbagai pentolan yang dijual menjadi idola para pelanggan, baik yang pentolan berukuran kecil, pentolan isian keju dan juga lemak.
Harganya bervariasi, untuk ukuran kecil harganya seribu rupiah untuk dua pentolan, sedangkan harga seribu rupiah untuk satu pentol isian keju atau lemak.
Sesekali ada isian telur puyuh, tapi karena telur puyuh kadang susah didapatkan sehingga sudah jarang dibuat.
Sejak tahun 2020, Udin lebih sering berjualan di jalan bandara karena cukup banyak yang membeli dan pelanggan juga sudah tau tempatnya berjualan.
Selain jualan pentolan, dia juga menjual berbagai jenis es yang tentu cocok untuk dinikmati dengan pentolan.
Dalam sehari, ayah tiga anak ini bisa mendapatkan omset mulai dari Rp1,2 juta, Rp1,3 juta bahkan bisa sampai Rp2 juta.
Di awal-awal berjualan, dia hanya membuat adonan satu sampai dua kilogram saja. Setelah semakin laris, sudah mulai bertambah sampai lima kilogram.
“Alhamdulillah mulai banyak pelanggan semakin kita jaga rasanya, jangan sampai sudah makin rame kita campur yang lain lagi,” katanya.
Salah satu pelanggan yang ditemui saat membeli pentolan, mengaku sudah hampir dua tahun dia berlangganan membeli pentolan ini.
Bahkan saat ditemui, Fitri membeli pentolan isian lemak dan keju seharga 50 ribu rupiah untuk dinikmati bersama temannya.
“Ini enak dan beda dari yang lain karena ada isiannya, terus pake sambal kacang juga,” katanya.
Dia mengaku meskipun cuaca panas terik, dia rela menempuh perjalanan dari rumahnya di jalan Busiri untuk membeli pentolan.
“Kadang dari rumah itu kesini hanya untuk beli pentol disini,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan