Ia mengasumsikan, jika harga satu buah KIT rapid test dipasaran dijual dengan harga Rp100-200 ribu, kemudian biaya pelaksana, fasilitas dan yang lainnnya tentu sudah tercantum dalam anggaran penanganan Covid-19.
“Dalam penetapan harga, yang dicantumkan Rp600 ribu, dari mana dapatnya nilai dalam penetepan. Selisih dari harga KIT dan biaya yang harus dibayar masyarakat bagaimna penjelasannya,” tuturnya.
Firdaus membandingkan biaya itu dengan beberapa daerah lain dalam menetapkan biaya rapid test dengan anggaran penanganan Covid-19 yang digunakan.
“Beberapa kabupaten bervariasi dimulai 300an ribu bahkan ada yang sampai tidak memungut biaya sama sekali,” katanya.
Padahal kata dia, Juru Bicara Tim Gugus Covid-19 Provinsi Papua dr. Silwanus Sumule telah menyebutkan bahwa faskes yang melakukan rapid test harus memperhatikan apakah alat rapid test merupakan sumbangan dari BNPB, Kemenkes maupun Pemerintah Provinsi Papua.
Jika rapid test itu merupakan merupakan sumbangan, maka seharusnya gratis.
“Dengan keadaan seperti ini apakah pemerintah daerah menginginkan kesulitan rakyat berlangsung hingga ke kehidupan normal baru,” tutupnya.
Sebelumnya pada Mei lalu, Pemkab Mimika telah membeli sebanyak 12.500 rapid test.
“Rapid test itu dibiayai secara mandiri oleh Pemkab Mimika,” kata Juru Bicara Covid-19 Mimika Reynold Ubra dalam video conference yang difasilitasi Dinas Kominfo, pada Jumat (29/5) malam lalu.
Tinggalkan Balasan