Kenya juga merasakan dampak dari Covid-19 bersamaan dengan bencana banjir dan kekeringan. Lebih 2,1 juta individu mengalami kerawanan pangan baik di pedesaan maupun perkotaan. Di wilayah Afrika Timur, pembatasan karena Covid-19 memperlambat proses respon banjir dan upaya untuk menjangkau populasi terdampak, sehingga kian meningkatkan kerentanan mereka.
Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh dunia bukan hanya melakukan respon terhadap krisis yang berlapis, tetapi juga membantu masyarakat untuk bersiaga dan mengantipasi risiko perubahan iklim.
Bulan Sabit Merah Bangladesh memanfaatkan pendanaan IFRC untuk aksi antisipatif (anticiparory action) untuk melakukan diseminasi pesan peringatan dini banjir melalui pengeras suara di wilayah rentan, sehingga masyarakat dapt melakukan langkah mitigasi.
“Ancaman tidak perlu jadi bencana. Kita dapat menangkal peningkatan risiko dan melakukan langkah penyelamatan jika kita mengubah cara untuk melakukan antisipasi krisis, pendanaan aksi dini, dan pengurangan risiko di semua tingkatan. Pada akhirnya, kita perlu membantu masyarakat untuk menjadi lebih tangguh, terlebih dalam konteks paling rentan,” ujar Julie Arrighi, Associate Director dari Red Cross Red Crescent Climate Center.
Pandemi Covid-19 telah membawa dampak berkepanjangan dalam risiko perubahan iklim. Pemerintah perlu berkomitmen untuk berinvestasi pada upaya adaptasi di masyarakat, sistem antisipasi, dan penguatan aktor lokal.
“Pembiayaan besar untuk pemulihan Covid-19 membuktikan bahwa pemerintah dapat bertindak cepat dalam menghadapi ancaman global. Kini adalah waktunya untuk mengubah kata menjadi aksi, dan memberikan energi yang sama besarnya dalam menangani krisis perubahan iklim. Setiap hari, kita saksikan dampak perubahan iklim akibat ulah manusia. Krisis iklim terjadi di sini saat ini, dan kita harus melakukan aksi,” tambah Rocca.
- Tag :
- Covid-19,
- IFRC,
- Perubahan Iklim,
- PMI
Tinggalkan Balasan