Isi Surat Gembala Keuskupan Timika Masa Pra Paskah, Umat Diingatkan Pesan Alm. Uskup John Saklil

Umat Katolik saat menerima Abu pada perayaan Rabu Abu di Gereja Tiga Raja, Timika, Rabu (22/2/2023). (Foto: Kristin Rejang/Seputarpapua)
Umat Katolik saat menerima Abu pada perayaan Rabu Abu di Gereja Tiga Raja, Timika, Rabu (22/2/2023). (Foto: Kristin Rejang/Seputarpapua)

TIMIKA | Kauskupan Timika mengeluarkan surat gembala memasuki masa Pra Paskah yang mulai diperingati oleh umat Katolik pada hari ini Rabu (22/2/2023) dengan momen hari Rabu Abu.

Dalam surat gembala yang diterima Seputarpapua.com dari Sekjen Keuskupan Mimika, Pastor Andreas Madya, SCJ, surat gembala dengan tema Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Besar Sebagai Ciptaan Tuhan tersebut ditandatangani oleh Administrator Diosisen Timika, P. Marthen Ekawaibi Kuayo,Pr.

Surat tersebut menjelaskan hari ini semua umat Katolik mengikuti Rabu Abu sebagai tanda memasuki masa Pra Paskah, juga menjelaskan mengenai bagaimana menghayati masa Pra Paskah.

Dijelaskan pula, sejak tahun 2016 Bapak Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik mengajak umat katolik seluruh dunia untuk menjaga, melindungi dan mengelola keutuhan ciptaan Tuhan (Laudato Si’).

Seruan “Menghargai Numi Rumah bersama/Keutuhan Ciptaan Tuhan (Laodato Si’) dari Paus Fransiskus telah disesuaikan dalam konteks Papua, khusus Keuskupan Timika dengan Bahasa simbolisi dengan Tema “Gerakkan Tungku Api Kehidupan (GERTAK).

Tungku api adalah inti dari dapur yang memberikan kehangatan, penghidupan bagi siapa saja yang tinggal di rumah.

Alam ini ibarat tungku api untuk mengola dan memberikan penghidupan bagi umat manusia.

GERTAK bukanlah suatu program, karena program terbatas dengan waktu tertentu. Program punya target dan hasil yang dicapai dalam waktu tertentu.

Gerakan berarti proses dalam kehidupan yang terus menerus diusahakan oleh kita. Gerakan mengandung sripit yang mengarahkan kita berjuang dalam berbagai segi kehidupan, di dalam keluarga, di dalam komunitas Basis maupun ditangah-tengah masyarakat.

Pastor Domi: Bapak Uskup Tidak Mau Merepotkan UmatAlmarhum Mgr. John Philip Saklil

Umat juga diingatkan mengenai Gerakan Tungku Api Kehidupan oleh Almarhum Mgr. John Philip Saklil sejak tahun 2017 hingga 2019, dan gerakan tersebut masih berlanjut menjadi bagian dari perjalanan kehidupan umat di keuskupan Timika di tahun 2023, meskipun uskup penggagas Gertak sudah tidak bersama dengan umat.

Wejangan dari Almarhum diingatkan kembali dalam surat gembala, yakni, Jangan hidup dari hasil jual tanah dan dusun tetapi hidup dari hasil olah tanah dan dusun, jangan menjual tanah, membaca dan menulis lebih penting daripada bicara, belajar lebih penting dari Mengajar, lebih baik tidak lancar baca dan tulis karena tidak sekolah dari pada sudah sekolah tapi tidak lancar baca dan tulis.

juga, anak tidak sekolah atau putus sekolah akan membawa malapetaka dalam hidup keluarga dan masyarakat. Kehancuran pendidikan sama dengan kehancuran masyarakat. Jangan dikuburkan dari rumah kos, rumah sewa, rumah kontrakan, tetapi dikuburkan dari rumah sendiri atau rumah pribadi, hidup dari hasil kebun bukan dari hasil proposal. Jangan pernah hidup bergantung pada orang lain.

“Saudara-saudari umat Allah yang terkasih,
Saya mengajak, secara khusus dalam masa prapaska tahun ini, mari kita mengakarkan Injil dalam kehidupan kita, khususnya dalam keluarga, dalam hidup menggereja, dalam bermasyarakat dan dalam budaya kita,” kata Pastor Marthen dalam surat tersebut.

Apapun yang dibuat dalam bentuk gerakan atau program atau rencana kerja Strategis(Renstra) bila tidak dilandasi dengan nilai-nilai injili yang disampaikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus dalam pribadi orang, maka hasilnya tidak akan memberikan makna dalam kehidupan.

Pekerjaan tanpa didasari oleh nilai-nilai injili maka yang kita akan capai adalah egoisme kita (menguntungkan pribadi,atau kelomponya) dan mengorbankan sesesama maupun mengorbankan alam sekitar kita.

Gagasan Gertak agar setiap orang menyadari pentingnya melindungi sesama dan mengelola sumber-sumber hak hidup masyarakat yang beriman dan berbudaya. Tungku Api sebagai simbol harus diusahakan menyalah dalam Terang Tuhan.

Terang Tuhan menjadi jiwa dari gerakkan
Tungku api Kehidupan sehingga kesejahteraan bersama selalu harus menjadi prioritas.

Atas dasar nilai injili dan Terang Tuhan, dunia Pendidikan kita akan menghasilkan manusia yang berkualtas.

Disebutkan pula ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam keluarga besar di keuskupan Timika dan pada umumyan di tanah Papua.

Tantangan ini akan berdampak besar dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat bila kita tidak mencari solusi yang baik dan tepat. Dimana dalam masa Pra Paskah ini ada dua tantangan yang disebutkan.

Tantangan pertama, Tingkat Kemiskinan Tinggi. Kenyataan bahwa kekayaan alam Papua berlimpah, tidak diimbangi dengan sumber daya manusia.

Sumberdaya alam berlimpah tidak dibarengi dengan kemampuaan mengelola dan perlindungan alam yang ada, mengakibatkan kemiskinan meningkat.

Kekayaan alam bukan lagi dinikmati oleh pemiliknya tetapi dikelola oleh mereka yang punya keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia.

Pengambilan sumber daya alam dalam jumlah yang besar terdiri atas pertambangan, penebangan kayu, perikanan ilegal, perkebunan kelapa sawit,
persawahan dan lain-lain.

Sumber-sumber daya alam yang kaya di Papua akan tetap menjadi salah satu keluhan utama dan pemicu konflik (baik vertikal antara negara dan rakyat juga secara horisontal antara para anggota masyarakat) selama pembagian dari kekayaan yang terkumpul dari eksploitasi alam itu tidak
dibagi secara adil dan jelas.

Kondisi ini tidak diimbangi dengan kenyataan sulitnya akses terhadap pelbagai kebutuhan pokok (misalnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat), Tingginya angka kematian bayi rendahnya akses terhadap layanan umum, meningkatnya arus urbanisasi.

Kasus migrasi spontan menunjukkan
distribusi penduduk yang tidak sejalan dengan distribusi kesejahteraan.

Ketidakseimbangan komposisi penduduk tidak hanya terjadi di antara penduduk daerah perkotaan dan pedesaan, tetapi juga antara masyarakat asli Papua dan non Papua.

Tantangan Kedua yakni, Krisis Pendidikan. Kenyataan bahwa terjadi ketidakseimbangan Pendidikan di pusat-pusat kota kabupaten dengan pendidikan di pinggiran kota, di pedalamaan dan pesisir. Proses belajar mengajar (DKBM) di sekolah-sekolah di pinggiran kota tidak diberjalan dengan baik.

Yang menjadi persoalan besar adalah sekolah-sekolah di pinggiran kota, di padalaman dan di pesisir pantai yang notabenenya masyarakat lokal, sekolah tidak berjalan lancer. Akibatnya kebanyakan anak-anak asli Papua tidak tahu baca, tulis dan hitung, kebanyakan putus sekolah.

Sekolah-sekolah menghasilkan banyak lulusan tetapi anak anak tidak bisa meneruskan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi karena tidak lulus tes atau diterima tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sekolah.

Misalnya beberapa sekolah YPPK di kota menolak menerima anak-anak yang tidak tahu baca, tulis dan hitung walaupun Yayasan mendesak untuk menerima.

Ruang kelas ada yang kosong tapi menolak terima karena guru tidak mau repot mengajar ulang. Banyak anak sekolah yang mencari sekolah yang tidak berkualitas agar dengan muda mendapat ijazah.

Kualitas pendidikan rendah akan menghasilkan rendahnya kualitas hidup masyarakat dan Gereja. Kualitas Pendidikan yang rendah akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang karakter kepemimpinnya juga rendah.

Kita akan menghasilkan pemimpin yang akan menjadi beban masyarakat. Pendidikan yang tidak membentuk karakter manusia, akan menghasilkan pemimpin yang hanya menghabiskan uang rakyat dengan jalan-jalan, minum-mabuk, bagi-bagi uang, dll tanpa memikirkan, merencanakan dan melaksanakan program yang jelas untuk memberantas kemiskinan dan memberdayakan sumberdaya manusia Papua.

Akhir-akhir ini kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah membingunkan tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan model P3K, dll, mengakibatkan masa depan guru-guru semakin tidak jelas dan berdampak pula pada pengabdian dalam tugasnya.

Banyak sekolah tingkat SMP dan SMA yang didirikan pemerintah hampir di setiap distrik tanpa memperhitungkan ketenagaan (guru) dan fasilitas pendukung bagi para didik dan pendidik.

Sesuai dengan Tema Pra Paskah tahun 2023, “Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Ciptaan Tuhan”, Keuskupan mengajak untuk mengalami dan merasakan dalam diri kita masing-masing bahwa kita Jalan Bersama dengan yang lain, entah sesama manusia atau alam dalam tuntunan dan
bimbingan Tuhan.

Karena orang yang merasa dirinya sedang jalan bersama dengan orang lain atau bagian dari alam cipataan Tuhan maka dia akan menghargai dan menghormati serta mengasihnya. Dia tidak akan melihat dirinya sebagai manusia super dan egois. Dia tidak akan merampas hak orang lain dan tidak menjadi rakus dalam hidupnya.

Orang yang merasa dirinya bagian dari ciptaan Tuhan maka dia akan berkorban untuk keselamatan sesamanya dalam kehidupan.

Dia akan terlibat dalam usaha memberantas kemiskinan dan bukan pencipta ruang kemiskinan. Orang yang merasa dirinya bersama dengan sesama yang lain dalam Tuhan, dia akan menyelamatkan anak-anak muda dari kebodohan dan terterbelakangan.

“Saya mengajak kita semua menghidupi kehidupan ini atas dasar nilai-nilai injil Tuhan kita Yesus Kristus,” katanya.

Gerakan Tungku Api kehidupan adalah Gerakan mengakarkan nilai-nilai injili dalam kehidupan. Tungku api tetap menyala kalau injil mengakar dalam hidup.

Suka cita bisa dialami oleh manusai kalau manusia percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan bagi manusia untuk menjaga dan melesatarikan demi kesejahteranan hidup manusia dan semua makluk hidup di atas dunia.

Tantangan Pendidikan dan kemiskinan di tanah Papua harus dihadapi dan diperjuangkan atas dasar nilai-nilai injili dan iman bukan landasan politis. Orang yang berimanlah yang akan merobah dunia Pendidikan dan kemiskinan di Papua.

Berikutnya, Keuskupan Mimika mengajak umat untuk Membangun Tungku Api Keluarga.

Rapat Dewan Pimpinan Keuskupan Timika (rapat konsultores) berlansung pada tanggal 10-13 Januari 2023 lalu telah memutuskan dan menetapkan Program Pastoral tahun 2023, yakni Pastoral Jalan bersama (sinodal) berbasis data dan keluarga”.

Berkaitan dengan pastoral berbasis data, saya mengajak untuk terlibat dalam pendataan umat yang sedang dikoordinir oleh Tiem Gertak keuskupan Timika.

Tungku Api Keluarga adalah menjamin hidup keluarga yang beriman, damai dan sejahtera. Dapur keluarga tetap berasap agar anak-anak bertumbuh dengan sehat, mendapat pendidikan yang layak, dan mewarisi nilai-nilai budaya kehidupan.

Pendidikan dasar dan pembentukan karakter awal anak dimulai dari keluarga. Anak adalah investasi yang berguna untuk masa depan keluarga. Mungkin saat ini, Orang tua membiayai Pendidikan anak dengan uang belasan ribu, puluhan ribu rupiah per bulan, tetapi saya mau meyakinkan anda bahwa 20 tahun kemudian setelah anak menyelesaikan Pendidikan dan bekerja, anak kita akan menhasilan puluhan juta bahwa ratusan juta untuk memenuhi kesejahteraan keluarga.

Harga diri dan kebanggaan sebagai orang tua akan meningkat dalam kehidupan. Dan lebih-lebih kita menunaikan tugas panggilan Tuhan dengan paripurna.

Setiap keluarga mengelola rumah dan pekarangan sebagai sumber kebutuhan hidup dan menjamin perlindungan keutuhan ciptaan Tuhan. Maka itu saya mengajak setiap keluarga untuk punya rumah sendiri, punya kebun sendiri dan punya sumber keuangan sendiri.

“Ketika kita mati jangan kita dikuburkan dari rumah sewa, dari rumah kos dan dari rumah kontrakan melainkan dari rumah sendiri, dari rumah pribadi” wasiat bapak Tungku Api Kehidupan, Alm. Mgr. Johanes Philipus Saklil, dan Alm. Parate Viam Domini”

penulis : Kristin Rejang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *