TIMIKA | Angka kasus asusila terhadap anak dibawah umur di Kabupaten Mimika, Papua, terbilang cukup tinggi dan menjadi tren yang ditangani kepolisian setempat.
Sejak Januari hingga pertengahan Februari 2022 sudah terjadi 20-an kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur.
Hal ini terungkap dari penanganan kasus yang ditangani Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Mimika.
Meski belum memberikan data secara rinci, namun Kepala Satuan Reskrim Polres Mimika, Iptu Bertu Haridyka Eka Anwar mengatakan, hampir setiap minggu pihaknya menerima laporan kasus pencabulan.
Terakhir, pihaknya menerima laporan oknum ayah tiri dan kakek yang mencabuli anak perempuan berusia 14 tahun hingga hamil 5 bulan dan perbuatan bejat yang dilakukan oknum ayah kandung terhadap anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Tidah hanya pelecehan seksual, persetubuhan pun terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat terhadap anak dan cucu mereka yang notabene seharusnya dilindungi oleh pelaku.
“Di awal tahun ini, sampai sekarang saja LP (Laporan Polisi) sudah ada sampai 115, tapi khusus untuk pencabulan ini, mungkin sudah ada sekitar 20an kasus. Itu berhubungan dengan perlindungan anak,” ungkap Kepala Satuan Reskrim Polres Mimika, Iptu Bertu Haridyka Eka Anwar, Senin (14/2/2022), di Mapolres Mimika.
“Memang di Kabupaten Mimika ini, mungkin hampir tiap minggu kita ungkap terus kasus-kasus pelecehan anak dibawah umur,” lanjutnya.
Kata dia, dengan adanya kasus-kasus seperti ini, tentu saja menjadi sebuah pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Kabupaten Mimika, khususnya organisasi perangkat daerah (OPD) yang menangani terkait perlindungan anak. Bagaimana upaya yang dilakukan melalui program-program yang sudah ada, sehingga kasus-kasus seperti ini tidak lagi terjadi di Mimika.
“Khususnya Dinas Sosial dan Perlindugan Anak,” katanya.
Perbuatan asusila atau cabul terjadi pada anak dibawah umur bahkan anak kandung sendiri, kata Bertu, rata-rata karena pelakunya dipengaruhi dampak dari minuman keras beralkohol atau dalam kondisi sudah mabuk.
Hal itu lantaran pengakuan dari sebagian besar tersangka bahwa disaat melakukan perbuatan bejat itu, mereka dalam kondisi mabuk.
“Rata-rata semua karena pengaruh minuman keras, penggunaan media yang tidak bijak, sehingga korbannya anak-anak yang tidak berdaya,” ujarnya.
Kasus ini terbilang tinggi dan menjadi tren di tahun 2021 hingga 2022. Menurut Bertu, kemungkinan juga faktor kelalaian atau kurangnya pengawasan dari orangtua, khususnya ibu, sehingga menyebabkan perbuatan ini kerap terjadi.
“Korban ini rata-rata orang yang harus dilindungi didalam rumah, tapi ternyata terjadinya di dalam rumah sendiri,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis