Sejak penerimaan laporan, kata Kapolri agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
“Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim atau Dittipidsiber serta dapat melalui zoom meeting dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,” terangnya.
Kapolri juga berharap agar penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai, menurut Kapolri agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme.
“Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,” jelasnya.
Selain itu, Kapolri meminta agar penyidik berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan.
“Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan,” jelasnya.
Diharapkan melalui surat edaran tersebut, seluruh anggota Polri dapat mematuhi dan mengikuti dalam menindak sebuah perkara berkaitan dengan UU ITE.
“Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri,” tegas Kapolri dalam Surat Edaran.
Tinggalkan Balasan