TIMIKA | Di Indonesia, banyak hal yang sudah dilakukan perusahaan tambang dalam memitigasi dampak atas ketimpangan ekonomi walau mungkin tidak selengkap dengan ekspektasi ICMM (International Council on Mining and Metals).
Jalal, Pemerhati Keberlanjutan Perusahaan menyebut, salah satu anggota ICMM adalah Freeport – di Indonesia menjadi PT Freeport Indonesia (PTFI), termasuk salah satu di antara perusahaan pertambangan yang paling memahami bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial bisa diatasi.
“Walaupun kini mayoritas sahamnya telah dimiliki oleh Pemerintah Indonesia melalui MIND ID, BUMN holding pertambangan, namun kebijakan dan praktiknya terus dipandu oleh ekspektasi ICMM,” katanya.
Jalal mengatakan, dalam laporan PTFI yang telah diverifikasi oleh pihak ketiga dan dapat diakses oleh publik, dapat dilihat kesesuaian antara petunjuk ICMM tentang mitigasi dampak negatif dan penguatan dampak positif untuk pencapaian SDG10 di tingkat lokal.
“Beberapa yang paling menarik adalah yang terkait dengan ketenagakerjaan dan Pendidikan,” kata dia.
PT Freeport Indonesia bertekad membangun iklim kerja yang aman dan memuaskan secara profesional. (Foto:PTFI)
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh LPEM UI di tahun 2019 menyebutkan bahwa PTFI telah menciptakan 230.000 kesempatan kerja tidak langsung, dimana 122.000 di Papua dan 108.000 di luar Papua.
Sedangkan secara langsung PTFI dan mitra kerjanya telah menyerap 30.542 tenaga kerja, di mana sebanyak 24,7% dari jumlah tersebut atau sebanyak 7.529 adalah karyawan asli Papua. Jumlah ini adalah yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja perusahaan di Papua.
“Ekspektasi untuk semakin banyak dan tinggi proporsinya karyawan asli Papua benar-benar menjadi isu yang dikelola dengan serius,” katanya.
Ia mengatakan, para pemangku kepentingan sepakat bahwa untuk bisa meningkatkan jumlah dan proporsi karyawan asli Papua, pendidikan dan pelatihan adalah kuncinya.
PTFI telah mendirikan dan mengelola 5 asrama untuk mereka dari dataran tinggi Kabupaten Mimika, memberikan beasiswa kepada anak-anak 7 suku – khususnya Amungme dan Kamoro, mendirikan Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN), dan lainnya.
Menurut Jalal, tantangan PTFI untuk memenuhi ekspektasi kontribusi atas pencapaian SDG10 sangatlah besar, mengingat kondisi awal ekonomi dan sosial di tempat operasinya memang sangat menantang.
Namun upaya yang telah dilakukan dengan petunjuk dari berbagai kebijakan dan standar, termasuk dari ICMM, membuat PTFI berada pada jalan yang mengarah pada pencapaiannya sehingga di tahun 2030 kemerataan sosial dan ekonomi di wilayah operasinya bisa membaik.
“Bagaimanapun, kemerataan itu dapat tercapai jika terjadi sinergi dan kolaborasi yang baik antar pemangku kepentingan, baik masyarakat, pemerintah, lembaga adat, LSM, maupun pihak swasta,” pungkasnya. (Adv).
Tinggalkan Balasan