Kisah Pramuria di Timika kala PPKM: Kerja Jam Kantoran, Upah Minim, Rentan Kekerasan
Saat ini, terdapat 252 orang pramuria yang tersebar pada 19 bar di KM 10. Untuk pramuria yang sudah lama menetap di sana, terdapat kurang lebih 100 orang. Rentang umur pramuria berkisar pada 19 hingga 53 tahun.
Dijelaskannya, tarif pramuria untuk shortime berkisar pada Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Tarif ini biasanya ditawarkan oleh pramuria yang masih muda. Sedangkan untuk yang sudah tua, biasanya turun hingga Rp200 ribu.
“Tapi itu kan untuk pegangan (kebutuhan harian), ada juga buat dia cicil hutangnya. Buat bayar kamar di bos. Ya kalau tiap hari pegang Rp100 ribu ya syukur. Yang penting bisa makan lah,” ujarnya.
Setiap bar, menurut Vimi, memang memberikan biaya kamar kepada pramurianya. Harganya juga berbeda-beda, berkisar pada Rp30 ribu hingga Rp50 ribu untuk pemakaian shortime per tamu.
Sedangkan untuk mengeluarkan pramuria, pelanggan harus membayar cash sebesar Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Biaya itu di luar fee yang harus diberikan pelanggan kepada pramuria.
“Kenapa mami kenakan cash, biar tamunya mikir, Daripada keluarkan cash mending di sini, gitu. Untuk keamanan pramurianya juga,” jelasnya.
Diakui Vimi, pramuria memang rentan mendapat perlakuan kekerasan dari pelanggan. Kebanyak adalah pria mabuk dan tidak mau membayar usai mendapat ‘pelayanan memuaskan’ dari pramuria.
“Kapan hari itu, ada mbak yang dipukul, bibirnya sobek, mau ditikam lalu dia teriak. Pas teriak dia buka pintu, tamunya lompat jendela, kabur. Kadang memang tamunya ketangkap, kadang juga tamunya tidak ketangkap,” terangnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis