Selain itu, KontraS mengamati pemerintah belum sepenuhnya mengupayakan jalan-jalan pendekatan yang sifatnya lebih humanis. Kekerasan dan cara-cara militeristik terus dikedepankan dalam menyelesaikan konflik Papua.
“Pemerintah seharusnya memilih jalan-jalan dialogis terhadap seluruh pemangku kepentingan di Papua guna mencari jalan keluar atau format ideal penyelesaian konflik,” pungkasnya.
Melegitimasi Kekerasan
Imparsial – The Indonesian Human Rights Monitor memandang, penetapan dan labelisasi KKB sebagai teroris akan berimplikasi buruk pada situasi HAM dan menghambat upaya penyelesaian konflik Papua secara damai.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, langkah tersebut hanya akan memperkuat stigma yang menyakiti perasaan orang Papua sekaligus menunjukan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik.
Alih-alih menghentikan kekerasan seperti yang diminta dan dibutuhkan oleh masyarakat Papua, kata dia, pemerintah justru terus mencari jalan pintas dengan melegitimasi kekerasan yang selama ini dilakukan.
Padahal, penetapan KKB sebagai organisasi teroris akan berujung pada meningkatnya eskalasi kekerasan yang bermuara pada instabilitas kondisi keamanan dan maraknya pelanggaran HAM di Papua, serta memperrumit penyelesaian konflik secara damai,” katanya.
Tinggalkan Balasan