TIMIKA | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, proses penganggaran di DPRD perlu didalami kaitannya dengan potensi terjadinya pengkondisian agar anggaran itu diloloskan.
“Apakah dalam proses perencanaan dan penganggaran itu ada unsur pengaturan di sana, ini juga perlu didalami,” kata Alex menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers di gedung Merah-Putih KPK, Rabu (2/10/2022).
Alex meminta partisipasi masyarakat termasuk Pers untuk memberikan informasi kepada KPK guna mendukung bukti-bukti bilamana ada pihak lain ikut terlibat kasus ini.
“Kalau teman-teman ada bukti, tentu ini juga akan memperkuat bukti yang sudah diperoleh oleh penyidik,” katanya.
Pada prinsipnya, menurut Alex, penyidikan perkara korupsi tentu akan ditelisik mulai dari proses perencanaan sampai pada pertanggungjawaban kegiatan atau proyek.
“Perencanaan itu menjadi satu hal yang perlu didalami, bagaimana perencanaan anggaran pembangunan gereja tersebut,” kata dia.
Di samping itu, penyidik KPK juga akan menelusuri bukti-bukti dari hasil penggeledahan dokumen di Dinas PUPR Mimika. Termasuk bisa meluas, proyek apa saja dan bagaimana pelaksanaan tender atau lelangnya.
“Apakah dengan cara penunjukan langsung, atau ada pengaturan proyek di dalamnya. Kalau masalah proyek, tentu kita akan lihat semua mulai dari perencanaan,” katanya.
Ada pun KPK mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara ini, mengingat tindak pidana korupsi tersebut bermula dari adanya pengkondisian seperti penunjukan dan pengaturan lelang.
KPK telah menahan tiga tersangka, yakni Direktur PT Waringin Megah Teguh Anggara (TA), Kabag Kesra Mimika Marthen Sawy (MS), dan Eltinus Omaleng (EO) selaku Bupati Mimika.
Awalnya, EO menawarkan proyek ini kepada tersangka TA dengan kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek. Dimana EO mendapat bagian 7 persen dan TA mendapat 3 persen.
Agar proses lelang dapat dikondisikan, EO sengaja mengangkat tersangka MS sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) padahal MS tidak memiliki kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
“EO juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA. Jadi MS sebagai PPK memenangkan perusahaan milik TA sebagai pemenang proyek, walaupun kegiatan lelang belum diumumkan,” kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto.
KPK menemukan bukti bahwa pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya pekerjaan kurang volume.
Akibat perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis