TIMIKA | Masyarakat adat Waa, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua mengaku sudah tak mampu bertahan di wilayah perkotaan Timika setelah dievakuasi pada Maret 2020 lalu.
Mereka di antaranya kaum perempuan, laki-laki lanjut usia, serta sejumlah berstatus janda maupun duda, dipaksa meninggalkan kampung halaman akibat konflik bersenjata TNI/Polri dengan TPNPB-OPM.
Mama Martina Narkiin, Tokoh Perempuan Amungin, menyesalkan sikap berbagai pihak yang awalnya menyambut mereka pada waktu gelombang evakuasi. Kini tak ada kepastian bagi mereka untuk dikembalikan.
Warga pun mulai beranggapan ada kepentingan di balik evakuasi massal dari wilayah adat mereka, di dekat raksasa tambang PT. Freeport Indonesia yang mengeruk gunung Nemangkawi.
Kondisi yang paling memprihatinkan adalah ketika mereka tidak mampu beradaptasi dengan iklim di wilayah perkotaan, serta kebiasaan budaya dan bergantung dengan alam.
“Beberapa diantara kami mengalami kondisi kesehatan yang buruk, baik secara fisik maupun mental. Perubahan iklim yang berbeda dengan tempat kami berasal, kami tidak mampu beradaptasi di kota,” kata Martina, Selasa (14/7).
Dengan demikian, sebagai masyarakat adat dan juga korban yang dievakuasi 4 bulan lalu, meminta semua pihak yang bertanggung jawab untuk mengembalikan mereka ke wilayah adat mereka di Waa, Tembagapura.
“Kepada pemerintah daerah, TNI/Polri, PT. Freeport Indonesia, lembaga musyawarah adat suku amungme (Lemasa), pihak gereja di Tanah Papua untuk segera kembalikan kami ke kampung halaman Waa Tembagapura,” pinta Martina.
Tinggalkan Balasan