TIMIKA, Seputarpapua.com | Minuman keras (miras) beralkohol beredar bebas di Kabupaten Mimika, mulai dari jenis lokal hingga yang didatangkan dari luar daerah atau minuman beralkohol resmi bercukai.
Meskipun resmi dan telah diatur oleh pemerintah seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 tahun 2019 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/M-Dag/ Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, penjualan miras resmi ini pun tetap harus diawasi.
Dalam Permendag diatas, pengawasan minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya, mengelompokkan minuman beralkohol menjadi 3 (tiga) golongan sebagai berikut, pertama golongan A mengandung alkohol 5 persen, golongan B mengandung alkohol lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen, dan golongan C adalah minuman dengan kandungan alkohol lebih dari 20 sampai 55 persen.
Disebutkan dalam Permendag itu, minuman beralkohol golongan A, golongan B dan golongan C hanya dapat dijual di hotel, bar dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan, toko bebas bea, dan tempat tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Setiap daerah pun memiliki kebijakan yang berbeda-beda.
Aturan yang mengatur Soal Miras di Mimika
Pemerintah Kabupaten Mimika sendiri hingga saat ini belum memiliki peraturan untuk melarang atau mengatur perniagaan miras di Mimika.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Mimika, Jambia Wadan Sao menjelaskan, sebelumnya Mimika punya dua Perda tentang miras, yaitu Perda Nomor 5 tahun 2007 dan Perda Nomor 14 tahun 2014.
“Perda Nomor 5 tahun 2007 dan Perda Nomor 13 tahun 2014 yang sudah ada itu sebenarnya sudah dibatalkan, karena dua-duanya terkait dengan larangan,” kata Jambia di Mimika pada, Senin 30 Oktober 2023.
Untuk membuat Perda baru, kata dia, harus merujuk pada Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Perdangangan berkaitan dengan pengaturan perniagaan miras itu sendiri.
“Terkait dengan Perda miras inikan kewenangan dari OPD terkait untuk mengusulkan Perda. OPD terkait itu Disperindag,” katanya.
Tetapi, Perda tidak hanya diusulkan oleh OPD terkait, tetapi bisa juga diusulkan oleh pemerintah secara umum dan juga inisiatif dari DPRD.
“Tapi nanti bukan Perda larangan, namun Perda terkait pengaturan perniagaannya saja,” tuturnya.
Saat ini kata Jambia, belum ada Perda tentang miras yang bisa digunakan untuk penertiban dan lainnya.
Hal serupa disampaikan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mimika, Petrus Pali’ Ambaa saat diwawancara pada 17 Oktober 2023. Ia mengakui bahwa Perda miras tahun 2007 dan 2014 tidak berlaku, karena peraturannya melarang penjualan.
“Seandainya dalam peraturan kita bunyinya terkait dengan pengendalian dan pengawasan, ya tentu saja bisa itu,” kata Petrus.
Adapun Perda yang dibuat tahun 2007 dan 2014 itu jika diberlakukan, maka akan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Kami harap nanti bisa dirombak lagi Perda yang sudah ada. Dan juga kan minuman keras masih beredar di daerah kita, ya harus ada payung hukum yang tetap,” harapnya.
Petrus Pali Amba juga mengatakan sejak Januari tahun 2024 tidak ada lagi pendapatan retribusi dari minuman beralkohol atau minuman keras yang biasanya ditarik oleh pihaknya. Hal itu karena sejak awal tahun 2024 telah diterbitkan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
“Mulai Januari kemarin sudah tidak ada (penarikan retribusi miras), sejak terbitnya Perda baru,” katanya saat ditemui wartawan di Kantor DPRD Mimika pada Rabu, 31 Juli 2024.
Meskipun demikian, Disperindag mendapat retribusi dari izin tempat penjualan minuman beralkohol.
Ia menambahkan, di tahun-tahun sebelum adanya Perda baru, pendapatan dari retribusi minuman beralkohol cukuplah besar.
“Tahun-tahun sebelumnya retribusinya itu lumayan, bisa sampai 4 miliar,” katanya.
Belum ada peraturan yang mengatur tentang pembatasan jumlah pembeliannya, atau siapa yang boleh membelinya, bisa menjadi celah untuk anak-anak dibawah umur bisa mengkonsumsi miras.
Selain itu, miras lokal atau miras produksi tradisional yang dijual secara sembunyi-sembunyi tanpa kadar jelas alkoholnya, juga menjadi momok bagi masyarakat di Mimika.
Akibat Miras
Akibat belum adanya peraturan yang tegas melarang atau mungkin mengawasi perniagaanya, tidak sedikit kasus kecelakaan lalu lintas hingga penganiayaan yang menyebabkan kematian terjadi di Mimika akibat miras.
Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polres Mimika, AKP Darwis, mengungkapkan data sepanjang Januari-Juli 2024 tercatat 63 kasus kecelakaan lalu lintas (Laka Lantas), terbanyak terjadi pada bulan Februari 2024.
“(Dari 63 kasus laka) 17 orang meninggal dunia, luka berat 66 orang, 39 luka ringan,” katanya di Kantor Polres Mimika pada Senin, 8 Juli 2024.
AKP Darwis menyebut kerugian akibat kasus-kasus laka tersebut ditaksir mencapai Rp417 juta.
“Jadi kalau rata-rata tidak bisa juga dirata-ratakan penyebabnya (akibat minuman keras,red), tapi ada beberapa karena konsumsi minuman keras, ada juga yang laka tunggal,” ujarnya.
“(Tetapi) laka tunggal ini juga rata-rata karena minuman keras,” imbuhnya.
AKP Darwis menambahkan, sepanjang tahun 2023 kasus laka di Mimika tercatat sebanyak 197 kasus.
Selain kecelakaan lalu lintas, minuman keras juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penganiayaan berujung kematian, seperti beberapa waktu lalu sebuah perkelahian antar kelompok yang sedang mengonsumsi miras bersama di kawasan Gorong-gorong pada Minggu, 28 Juli 2024. Mengakibatkan seorang pemuda berinisial YWG meregang nyawa karena pukulan balok mengenai rusuk sebelah kirinya.
Seorang terduga pelaku berinisial EA pun ditangkap oleh petugas Polsek Mimika Baru kurang dari 24 jam usai kejadian.
Kapolsek Mimika Baru AKP J. Limbong menjelaskan, kejadian tersebut berawal saat kedua kelompok mengonsumsi minuman keras bersama, sebelum akhirnya berujung cekcok dan ribut.
“Itu yang menjadi awal pemicu permasalahannya, karena saling membalas, akhirnya korban yang menjadi sasaran. Kalau dari pengakuan pihak-pihak yang disekitar lokasi kejadian, dia (korban) juga ikut mengonsumsi,” jelasnya.
“Mungkin ada miskomunikasi, akhirnya kelompok satu serang kelompok lain dan pada saat itu berada di lokasi, akhirnya dia jadi korban,” imbuhnya.
Kasus meninggalnya YWG hanyalah satu dari sekian banyak kasus serupa yang penyebab awalnya adalah minuman keras.
Kapolres Mimika AKBP I Komang Budiartha bahkan menegaskan adanya antensi berkaitan dengan miras ini.
Kapolres mengimbau masyarakat agar tidak mengonsumsi miras, karena banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan.
“Dampak miras ini sangat besar mengganggu keamanan, ketertiban dan masyarakat (Kamtibmas),” ujarnya saat ditemui di Mako Polres Mimika, Senin, 5 Agustus 2024.
Kapolres mengaku pihaknya telah melakukan penertiban miras dalam beberapa waktu belakangan.
“Minggu lalu sudah ada kegiatan gabungan seluruh fungsi yang dipimpin Kasatreskrim dan KBO Reskrim untuk melakukan penertiban di tempat hiburan malam (THM),” terangnya.
Kapolres menegaskan, kedepan pihaknya akan terus melakukan kegiatan penertiban untuk menjaga situasi kamtibmas sehingga tetap kondusif.
Kata Tokoh Agama Soal Miras
Keresahan berkaitan dengan minuman keras terus disuarakan, salah satunya tokoh agama yang juga Ketua Klasis GPI Papua Mimika, Pendeta Ferdinand C. Hukubun yang mengatakan peran tokoh agama, masyarakat, juga pemuda sangatlah krusial dalam hal persoalan miras, terutama tentang peran mereka untuk mengampanyekan agar masyarakat menjauh dari miras.
“Tokoh masyarakat harus terus kampaye soal bahaya miras, kelompok paguyuban (pun harus) mengingatkan bahayanya, tokoh pemuda, perempuan juga harus terus kampanye,” katanya saat dihubungi seputarpapua.com melalui pesan singkat.
“Jangan salahkan distributor atau agen, yang harus kita kampayekan (adalah) orang yang mabuk jangan membuat hal aneh-aneh,” imbuhnya.
Ferdinand menegaskan, semua pihak harus sepakat membantu Kepolisian untuk memberantas minuman keras terutama yang menggunakan praktik oplosan atau tidak berizin.
Minuman keras seolah menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tidak kunjung terselesaikan di Mimika, korban pun berjatuhan karenanya, tetapi tanpa adanya keinginan kuat dari pihak-pihak terkait serta mereka “Si Pengambil Kebijakan” rasanya PR ini belum akan terselesaikan.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis