TIMIKA | Para Professor, Dekan, dan Akademisi dari 67 Perguruan Tinggi di Indonesia menyatakan sikap menolak UU Cipta Kerja.
Menurut mereka, sejak masih dalam Rancangan UU Ciptaker sudah banyak manipulasi, penyelundupan substansi, serta bertabrakan dengan undang-undang dasar dan konstitusi.
Dalam dialog virtual yang diselenggarakan oleh PUSaKO, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Rabu (7/10) diikuti beberapa pakar hukum Universitas Gajah Mada (UGM) yang mengkritik RUU yang kini disahkan jadi undang-undang Cipta Kerja, di antaranya Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej dan Dosen Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar.
“Khusus untuk pertanahan ada tiga hal yang mau saya sampaikan ke publik. bahwa ada isu krusial di dalam RUU itu yaitu terkait dengan hak tanah, hak pengelolaan, dan rumah susun untuk warga negara asing. Kenapa saya anggap itu keberatan? itu karena dari substansinya, khususnya untuk pertanahan yang nyata sekali bahwa perumusan itu bisa pada kepentingan pengusaha dan abai tehadap reforma agragria,” tutur Prof. Maria mendahului rekan-rekannya.
Yang kedua, kata Maria, rumusan substansi manipulatif. Dalam arti tidak merujuk pada satu undang-undang pun yang diubah jadi berbeda dengan klaster-klaster lainnya.
“Substansi adalah copy-paste penuh dari substansi rancangan undang-undang pertanahan yang tidak dilanjutkan pembahasannya karena masalah-masalah krusial yang tak terselesaikan,” tegas Maria.
Lanjut Maria, rumusan tersebut menyelundupkan substansi yang tidak tuntas dalam RUU Pertanahan kemudian memindahkan permasalahan yang lebih gawat ke dalam RUU Cipta kerja.
“Yang ketiga, substansi sangat berotensi menabarak konstitusi, menabrak putusan mahkamah konstitusi, menabrak konsepsi-konsepsi hukum, filosofi tujuan dan prinsip-prinsip dari undang-undang asalnya yaitu UUPA yang sama sekali tak diwujud dalam substansi di dalam RUU CIpta kerja,” terangnya.
Tinggalkan Balasan