Pakar Hukum: Manipulasi dan Penyelundupan Substansi Ada di Dalam UU Ciptaker

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, Pakar Hukum Pidana Unversitas Gadjah Mada. Foto: Yonri/SP
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, Pakar Hukum Pidana Unversitas Gadjah Mada. (Foto: Yonri/SP)

Kontradiktif yang disebut Maria antara lain, hak guna usaha diatas hak pengelolaan serta jangka waktu hak tanah diatas pengelolaan.

“Memang 90 tahun itu diganti dengan frasa (baru) tetapi bagi yang paham mengenai hukum pertanahan nasional, frasa yang diputar-balikan itu juga berpotensi untuk dibawa ke mahkamah konstitusi,” tambahnya.

Kemudian terkait bank tanah, bank tanah ini menurut Maria, tidak jelas. Maria mempertanyakan landasan hukum, konstuksi hukum, filosofi dan pelembagaan yang terkonsep di dalamnya.

“Malah bisa disangkakan, ini memang membantu kelompok tertentu. Mengapa? bisa dibaca kewenangannya antara lain membantu kemudahan perijinan usaha atas persetujuan. Siapa yang butuh?,” tanya Maria.

Maria juga mengkritik pengadaan rumah susun untuk warga negara asing (WNA) yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja. Menurutnya, undang-undang tersebut jelas menabrak Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Rumah Susun.

“Yang paling penting adalah kalau itu sudah ada di dalam rancangan undang-undang yang tidak diubah. Bagaimana nanti akan dilaksanakan? Harus ada peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Maka pertanyaannya, kalau undang-undangnya itu tidak ada yang dirujuk, dalilnya itu norma baru sedangkan norma lamanya masih ada, dan norma baru bertentangan dengan undang-undang dasar dan konstitusi dengan undang-undang asalnya, itu PHP atau hanya menjanjikan sesuatu yang tidak akan terjadi,” jelas Maria,

“Belum lagi kalau dibawa ke MK, jadi menurut pendapat saya ini substansi pertanahan yang manipulatif. Itu juga akan mengalami kesulitan di dalam menyusun peraturan pelaksanaan,” tambahnya.

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disapa Prof. Eddy menyampaikan bahwa sejak 13 maret 2020 melayangkan kritik dan memberikan solusi terhadap RUU Ciptaker.

“Sehingga kita tidak hanya mengkritik tapi juga memberikan solusi, tujuh bulan kemudian RUU itu disahkan menjadi undang-undang dan saya belum membaca dengan detil undang-undang itu jadinya seperti apa,” terangnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *