Perjumpaan Pertama Tanah Papua dengan Musik Orkestra

Pelaku Seni Papua, Markus Rumbino
Pelaku Seni Papua, Markus Rumbino

Stadiun Istora Papua Bangkit menjadi saksi bisu pertunjukan musik Simfoni Tanah Papua, Sabtu (27/8/2022). Konser musik ini sekaligus menjadi peristiwa musik bersejarah di Tanah Papua dan juga masuk dalam catatan pribadi salah satu pelaku musik Papua, Markus Rumbino.

“Pada bagian akhir pertunjukan inilah yang membuat saya berkesan yaitu orkestra seperti ‘dipaksa’ untuk menyesuaikan dengan irama atau tempo lokal yang terus berubah-ubah sesuai rasa lokal,” kata Markus yang juga sebagai dosen tetap non-ASN (Aparatur Sipil Negara) di Institut Seni Budaya Indonesia Tanah Papua, Selasa (30/8/2022).

Menurutnya, perubahan-perubahan tersebut menjadi ciri khas dalam tarian yospan. Malam itu, lanjut Markus, menjadi malam pertama orang Papua yospan diiringi grup akustik dan Erwin Gutawa orkestra.

“Penampilan dari awal hingga akhir repertoar yang dimainkan, bagi saya adalah sebuah pengulangan konsep aransemen yang sudah sering dilakukan oleh komposer Indonesia seperti kelompok-kelompok orkestra lain di Indonesia yang juga populer,” ujarnya.

Dikatakannya, dalam tulisan Suka Harjana Antara Kritik dan Apresiasi banyak menulis peristiwa-peristiwa perjumpaan orang Indonesia dengan kelompok-kelompok orkestra dari belahan dunia barat, hingga lahirlah orkestra yang terdiri dari kelompok musisi Indonesia.

“Tapi dalam proses perjalanannya mengalami tantangan akan identitas budaya secara musikal dan tidak mampu bertahan sebagai sebuah orkestra karena dibutuhkan biaya yang besar. Akhirnya kelompok orkestra simfoni hari ini di nusantara tidak semaju dan sebaik negara tetangga secara kualitas dan proses regenerasi pemain,” kata Markus.

Penerima beasiswa Afirmasi untuk Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2019 ini, menjelaskan pertunjukan musik tersebut adalah sebuah konser musik hiburan seperti pada umumnya biasa dilakukan kelompok orkestra di pulau Jawa.

 

Suasana pertunjukan musik Simfoni Tanah Papua di Stadion Istora Papua Bangkit, Sabtu (27/8/2022). (Foto: Markus Rumbino)

 

Sehingga, lanjutnya, pertunjukan tersebut bukan konser simfoni dalam arti sesungguhnya. Jika mendengar karya simfoni yang dibuat oleh komposer besar dunia Seperti Bach, Mozart dan Beethoven dapat dikatakan konser ini belum simfoni di atas Tanah Papua.

“Keberagaman elemen musikal bunyi di Tanah Papua belum menjadi hal yang utama karena tim orkestra masih mendominasi pertunjukan,” ujar pria asal Kota Karang Panas (Biak).

Pengamatannya ini terungkap setelah menyaksikan langsung pertunjukan musik Simfoni Tanah Papua, Sabtu (27/8/2022) lalu, di dalamnya terdapat salah satu komposer Indonesia ternama Erwin Gutawa dengan orkestranya menjadi pusat perhatian utama dalam pertunjukan tersebut.

Selain itu, lanjutnya, keterlibatan pelaku musik di Papua dengan kelompok orkestra dapat dilihat pada awal konser dengan menampilkan penyanyi-penyanyi yang sedang populer di panggung hiburan Tanah Papua dan diiringi grup musik Dhira Band.

“Memang penonton sangat antusias menikmai setiap penampilan yang berlangsung sebagai pembuka dalam event itu,” kata Markus.

Kelompok orkestra mengawali penampilannya dengan mengaransemen tema melodi folksong dari beberapa suku di Papua yang cukup populer di Papua. Selanjutnya, tim orkestra mengiringi para penyanyi Papua dan luar Papua yang mendapatkan kesempatan baik dapat terlibat dalam peristiwa bersejarah.

“Setiap akhir penampilan masyarakat terlihat sangat terhibur oleh penampilan yang disuguhkan. Teriakan kegembiraan, siulan, tepuk tangan sambil berdiri dilakukan penonton hampir di setiap akhir penampilan sebuah lagu,” diungkapkan Markus.

Hingga di penghujung penampilan terjadi kolaborasi antara grup musik akustik Manisarana, dengan tim orkestra untuk mengiringi penutupan dengan yosim pancar (yospan) bersama semua penampil di atas panggung.

“Secara konsep tak ada peristiwa kolaborasi menarik antara elemen musikal di Papua dengan tim orkestra. Bagian yang menarik dan cukup berkesan bagi saya hanya bagian penutup acara,” kata Markus.

Yospan bersama diiringi grup musik Manisarana dan orkestra, kata Markus, baru pertama kali di Papua. Musik dalam perspektif orang Papua tidak dapat dipisahkan dari aktivitas ritual atau upacara adat. Pada upacara adat yang dilakukan terdapat unsur-unsur musik seperti tempo, irama, melodi, ritme dan dinamika yang terbentuk melalui aktivitas ritual yang terjadi turun temurun.

“Sebuah upacara adat yang dilakukan masyarakat selalu melibatkan banyak pihak keluarga dan masyarakat dalam struktur adat istiadat. Sehingga, sebuah upacara adat pada setiap suku adalah aktivitas musikal yang melibatkan banyak orang,” ujarnya.

Masih kata Markus, setiap individu memiliki peran yang beragam dan penting selama proses ritual berlangsung. Menurutnya, salah satu peran yang penting dalam keberlangsungan ritual adalah musik.

“Dengan demikian, sebagai orang Papua yang mempelajari musik saya memaknai upacara adat dalam masyarakat di Papua adalah sebuah “simfoni orkestra” yang sangat otentik seperti karya-karya simfoni dari komposer dunia,” kata pendiri Alyakha Art Center di kampung Puay Yokiwa Sentani Tahun 2019 lalu.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Erwin Gutawa Orkestra dan semua pelaku musik Papua yang terlibat serta tim yang bekerja keras hingga menyuguhkan tontonan orkestra di Sentani, Kabupaten Jayapura. Walaupun, lanjutnya tak seratus persen musik live karena ada beberapa musik orkestra yang sudah direkam sehingga tinggal diputar dan pemain mengikuti saja.

“Ini biasa dilakukan untuk mengatasi persoalan ruang pertunjukan yang tak memenuhi standard akustik ruangan untuk gedung konser atau meminimalis kualitas pemain yang kurang baik agar tidak terdengar oleh penonton,” ujarnya.

Hingga hari ini, kata Markus, tak dapat dipungkiri dengan keberagaman potensi musik yang luar biasa unik di Papua belum ada sebuah gedung konser pertunjukan seni yang layak. Menurutnya, sudah sepatutnya menjadi perhatian serius bagi instansi dan dinas terkait untuk membangun fasilitas kesenian di Papua yang bertaraf Internasional.

“Kalau untuk olah raga bisa dibangun fasilitas bertaraf internasional, seharusnya seni juga demikian,” cetus Markus.

Pertunjukan musik ini menjadi peristiwa besar bersejarah di Tanah Papua, termasuk bagi penikmat dan pelaku seni musik di Bumi Cenderawasih yang hingga kini semakin banyak seniman-seniman mulai menampakkan dirinya ke permukaan.

Sayangnya, sampai saat ini belum ada bangunan besar dan wadah khusus bagi seniman-seniman. (*)

Penulis: Indra

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *