Tragedi Kiwirok Disebut Bakal Pengaruhi Layanan Kesehatan di Papua

Jenazah Suster Gabriella setelah dievakuasi dari dasar jurang di Distrik Kiriwok, Pegunungan Bintang. (Foto: Ist)
Jenazah Suster Gabriella setelah dievakuasi dari dasar jurang di Distrik Kiriwok, Pegunungan Bintang. (Foto: Ist)

TIMIKA | Amnesty Internasional Indonesia menyebut gugurnya perawat Gabriella Meilani di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua akan berdampak pada layanan kesehatan setempat.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya perawat Gabriella yang diduga jatuh ke jurang saat berusaha menyelamatkan diri dari serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

“Di tengah pandemi Covid-19, hilangnya satu nyawa Nakes sangat memengaruhi pelayanan kesehatan di wilayah setempat,” kata Wirya, Rabu (22/9/2021).

Amnesty menyesalkan dan mengecam keras terjadinya insiden yang membuat perawat Gabriella terpaksa lari dan menyelamatkan diri. Ini adalah serangan, penyiksaan, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia.

“Apalagi sampai yang mengarah ke pembunuhan di luar hukum tidak bisa dibenarkan. Hak untuk hidup adalah hak fundamental,” tegasnya.

Ia mengingatkan agar tragedi ini menjadi pengingat bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pendekatan keamanan yang selama ini dipraktekkan dalam menyelesaikan konflik di Papua.

“Selain itu, untuk mencegah siklus kekerasan yang terus berulang di Papua, negara harus segera mengakhiri impunitas yang selama ini terjadi,” ia menambahkan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga mengecam keras aksi brutal KKB yang menimbulkan keresahan mendalam bagi tenaga kesehatan di Papua.

“Peristiwa penyerangan, pelecehan dan pembunuhan tersebut telah mengakibatkan seorang perawat gugur dan lima lainnya luka-luka,” kata Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS.

Fatia mengatakan, rangkaian kekerasan yang terjadi sebelumnya antara aparat TNI/Polri dengan KKB telah berimplikasi pada jatuhnya banyak korban jiwa baik dari pihak TNI/Polri, KKB, maupun masyarakat sipil.

“Segala bentuk tindakan kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan dan harus diusut secara tuntas melalui mekanisme hukum yang berlaku,” imbuhnya.

Lebih jauh, KontraS menyebut, peliknya permasalahan konflik di Papua harus dilihat melalui perspektif yang lebih luas. Langgengnya peristiwa kekerasan merupakan buah dari gagalnya negara mencari jalan keluar atas permasalahan sistemik yang ada.

“Kami juga melihat bahwa konflik berkepanjangan di Papua merupakan implikasi dari pendekatan sekuritisasi yang dilakukan selama ini. Penerjunan aparat secara masif dengan jumlah besar selalu menjadi opsi bagi pemerintah untuk menangani konflik. Padahal, metode tersebut terbukti tidak efektif,” katanya.

Sejak September 2021 saja, KontraS mencatat setidaknya telah terjadi 18 konflik/gesekan antara KKB dengan TNI. Beberapa peristiwa tersebut telah membuat jatuhnya korban jiwa baik dari aparat TNI/Polri, KKB ataupun warga sipil.

“Di kemudian hari, korban yang berasal dari kalangan masyarakat sipil tentu akan terus berjatuhan jika akar konflik tidak segera dituntaskan,” katanya.

Aparat keamanan berhasil mengevakuasi jenazah suster Gabriella Maelani, korban kekerasan KKB dari Distrik Kiriwok ke Jayapura, Senin (21/9/2021).

Sayangnya, dalam proses evakuasi tersebut lagi-lagi diwarnai baku tembak antara TNI/Polri dengan KKB hingga mengakibatkan seorang prajurit TNI Pratu Ida Bagus Putu gugur tertembak.

“Jadi ada dua jenazah yang dievakuasi ke Jayapura, menuju RS. Marthen Indey,” kata Kapendam XVII Cenderawasih, Letnan Kolonel Arm Reza Nur Patria.

 

editor : Mish

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *