Menurut dia, jika biaya tailing lebih murah, maka banyak pihak yang memilih material tersebut ketimbang tempat lain. Sekaligus, pemanfaatan tailing bisa menyelesaikan masalah lingkungan di wilayah Freeport.
“Ini lah yang saya harap ke depan, mungkin ada kerjasama dan sinergitas dengan Freeport dan KLHK bagaimana ini menjadi jauh lebih murah dan aksesnya yang mudah,” tutur Wempi.
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, tailing yang dihasilkan Freeport memang cukup besar.
Oleh karena itu, kata dia, dalam roadmap pengelolaan tailing Freeport, pemanfaatan memang tidak hanya Freeport maupun pemerintah. Tetapi juga diberikan kesempatan kepada pihak ketiga.
“Sejauh ini ada dua atau tiga perusahaan yang berminat menggunakan tailing untuk dimanfaatkan. Kami juga memang ada hitungannya, dan kami membuka peluang kepada pihak lain kalau mau memanfaatkan limbah tailing ini,” kata Rosa.
Pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun termasuk tailing, merupakan salah satu gagasan penanganan masalah lingkungan di Freeport. Termasuk bagaimana mengatasi tailing dengan pendekatan pemanfaatan sebagai sumber daya untuk infrastruktur.
“Tailing adalah salah satu limbah B3 yang bisa dimanfaatkan. Dan untuk mengatasi persoalan tailing yang ada di Freeport, memang KLHK mendorong agar tailing itu bisa dikelolah,” kata dia.
Selain memenuhi syarat baku mutu dari Kementerian PUPR, materi tailing PTFI juga telah memenuhi prosedur pemanfaatan tailing yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
“Tentu saja harus ada izin, karena kami juga harus memastikan bahwa penggunaannya itu adalah aman terhadap lingkungan hidup dan bisa berguna untuk masyarakat,” kata Rosa.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis