Pemerintah Pusat Diminta Adil Bagi Saham Freeport untuk Papua

waktu baca 3 menit
Wilhelmus Pigai

TIMIKA | Pemerintah Pusat di Jakarta diminta berlaku adil dalam pembagian saham PT Freeport Indonesia, agar Papua terutama Mimika selaku daerah penghasil tambang dapat memperoleh kontribusi yang lebih pantas.

Anggota DPR Papua Wilhelmus Pigai berharap Presiden Joko Widodo terbuka soal pembagian saham 51 persen ini antara Pemerintah Pusat di Jakarta dengan Pemerintah Papua, serta pemilik hak ulayat di Mimika.

Menurutnya, bagian saham yang nantinya diberikan kepada Papua sudah harus mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan, baik Pemkab Mimika sebagai daerah penghasil, kabupaten-kabupaten sekitar, dan terutama masyarakat adat pemilik hak ulayat atas area pertambangan PT Freeport.

Wilhelmus kepada wartawan di Timika, Kamis (13/9) mengatakan, langkah yang ditempuh Pemerintah Indonesia untuk memiliki saham Freeport hingga 51 persen di perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat itu sudah tepat dan harus diapresiasi oleh semua pihak.

“Kami sangat mendukung langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Hanya saja, dari 51 persen saham yang nantinya dikuasai oleh negara, maka porsi yang diberikan kepada Papua juga harus adil,” katanya.

Ia mengakui selama ini Pemerintah Indonesia, apalagi masyarakat Papua sangat ingin untuk mendapatkan bagian saham di Freeport yang telah mengeruk kekayaan alam Papua sekitar 50 tahun.

“Bayangkan, selama 50 tahun operasi Freeport di Papua, pemerintah hanya mendapat bagian saham sekitar 7 persen. Apalagi masyarakat Papua. Padahal perusahaan ini beroperasi di Papua,” sesalnya.

Legislator asal Mimika ini mengaku sudah lama menyuarakan agar Pemerintah Pusat dan Freeport lebih memperhatikan kepentingan pemerintah dan masyarakat Papua dalam hal pembahasan kelanjutan operasi perusahaan itu.

Negosiasi Pemerintah dengan Freeport telah menghasilkan tiga kesepakatan, diantaranya Freeport menyepakati divestasi sebesar 51 persen, membangun smelter dalam waktu 5 tahun sejak IUPK diterbitkan, serta menjamin penerimaan negara lebih besar.

Salah satu materi utama yang dibahas dalam perpanjangan kontrak Freeport dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pengganti Kontrak Karya (KK) yaitu menyangkut luasan wilayah operasi perusahaan tersebut.

Menurut Wilhelmus, berbicara soal luasan wilayah operasi pertambangan Freeport di Papua maka tidak lepas dari urusan masyarakat adat yang menjadi pemilik hak ulayat atas wilayah itu.

“Karena itu, tidak boleh lagi pemerintah dengan Freeport mengabaikan suara masyarakat pemilik hak ulayat. Secara turun-temurun, merekalah yang menjaga tempat itu dan sebagai tempat mereka mencari kehidupan,” jelasnya.

Wilhelmus berharap Pemprov Papua proaktif mengundang masyarakat pemilik hak ulayat atas area pertambangan Freeport untuk bersama-sama membicarakan soal pembagian porsi saham Freeport ke depan.

Meski begitu, ia belum mengetahui apakah Tim Divestasi Saham Freeport yang dibentuk oleh Pemprov Papua telah melakukan kajian detail sehingga menyimpulkan bahwa Papua harus mendapat bagian saham Freeport minimal 20 persen.

“Saya tidak tahu apakah 20 persen bagian saham Freeport yang diminta Pemprov Papua itu sudah cukup adil,” ujarnya. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Exit mobile version