Belajar Pencegahan Malaria dari PT Freeport Indonesia

waktu baca 4 menit
Petugas PHMC saat melakukan pengecekan jentik nyamuk di sekitar lokasi genangan air yang berada di LIP. (Foto: Fachruddin Ajie/Seputarpapua)

TIMIKA | Dalam rangka memperingati Hari Malaria Sedunia tanggal 25 April, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengundang wartawan untuk mengetahui bagaimana mereka melakukan pencegahan malaria terutama di lingkungan Kota Kuala Kencana.

Kegiatan tersebut dikemas dalam Media visit Hari Malaria Sedunia Tahun 2024 di Kantor Public Health Malaria Control (PHMC), Kuala Kencana, Rabu (24/4/2024).

Manager Public Health dan Malaria Control dr. Firdy Permana dalam penjelasannya mengatakan 81% kasus malaria di Indonesia tahun 2021 berasal dari 8 Kabupaten dan Kota di Papua, salah satunya di Kabupaten Mimika.

“Dari data surveillance penyakit Malaria Nasional, jumlah kasus Malaria di Kabupaten Mimika tahun 2023 sebanyak 144.341, meningkat 21% dibanding tahun 2021 (119.167). Meski demikian, slide positive rate menurun dari 41.8% di tahun 2021 menjadi 30.6 di tahun 2023 sejalan dengan semakin meningkatkan pengendalian malaria di Mimika yang dilakukan oleh Pemda Mimika,” tuturnya.

Slide Positive Rate (SPR) digunakan untuk menilai tingkat infeksi pada kelompok populasi tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan melihat proporsi sediaan darah positif malaria dari sediaan darah yang diperiksa.

Penurunan SPR tersebut merupakan salah satu hal positif yang terus didukung oleh semua pihak.

“Harapannya rekan-rekan media dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap malaria, dan pencegahan serta penurunan kasus tidak akan berhasil tanpa bantuan semua pihak, pandangan soal kalau belum kena malaria belum ke Mimika itu harus kita ubah,” katanya.

Firdy mengungkapkan, kunci pengendalian malaria di Kota Kuala Kencana adalah dengan pengelolaan lingkungan.

“Kami meyakini hingga saat ini (di Kuala Kencana) tidak ada penularan (malaria) lokal, kok bisa? Malaria bisa terkendali? Salah satu kuncinya adalah pengelolaan lingkungan,” katanya.

Firdy menjelaskan yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan adalah dengan pembersihan saluran air, dan mengelola genangan air.

“Tidak ada semprot-semprot (Fogging) di Kuala Kencana, tidak ada tidur pakai kelambu di Kuala Kencana, kalau kita pergi malam nongkrong di alun-alun, tidak ada juga penularan malaria, itu semua karena program pengelolaan lingkungan,” terangnya.

Manager Public Health dan Malaria Control dr. Firdy Permana saat menjelaskan tentang cara pengendalian malaria yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana. (Foto: Fachruddin Ajie/Seputarpapua)

Firdy memaparkan, pengendalian lingkungan juga disebut dengan pengendalian vektor dilakukan di wilayah elevasi kurang dari 1000 atau low land. Beberapa diantaranya adalah di Kuala Kencana, Basecamp, Mile 38-39, kemudian di area industrial atau wilayah kerja yakni LIP dan Portsite, sebab penularan malaria lebih banyak terjadi di dataran rendah karena di dataran tinggi suhunya dingin, sementara nyamuk suka di suhu hangat.

“Di PTFI tidak ada cara tunggal tetapi dengan berbagai langkah terpadu,” ujarnya.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan PTFI agar wilayah Kuala Kencana dan sekitarnya bebas dari nyamuk malaria maupun DBD, yakni melakukan pengelolaan lingkungan habitat vektor (nyamuk), pemantauan dan pengendalian jentik (Anopheles dan Aedes), pemantauan dan pengendalian nyamuk, konservasi hutan dan lingkungan, kegiatan penunjang pengendalian (Laboratorium entomology).

Pengelolaan dilakukan dengan cara pemeliharaan drainase dan genangan air seperti membersihkan secara berkala (setiap 1-3 bulan) saluran drainase dari tanaman air, lumut, tanah atau lumpur dan sampah daun atau kayu sehingga tidak terjadi genangan dan airnya dapat mengalir lancar, selanjutnga membersihkan secara berkala permukaan danau dan kolam air dari tanaman air, seperti kangkung, enceng gondok, teratai, rumput air dan lumut.

“Tujuannya mereduksi tempat perindukan nyamuk (larval source reduction) sehingga populasi nyamuk Anopheles bisa ditekan. Kemudian, memudahkan predator alami untuk memakan jentik nyamuk, karena pada permukaan air yang bersih dari tanaman air, jentik tidak terlindungi,” terangnya.

PTFI juga melakukan pemeriksaan genangan air yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sebagai vektor penular malaria setiap minggu. Jug dilakukan pemberian insektisida yang mematikan jentik (larvasida) pada genangan air yang ditemukan jentik Anopheles.

PTFI demi menekan malaria juga melakukan pemantauan dan pengendalian jentik dengan memeriksa kontainer (wadah air) yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Spp secara berkala (tiap minggu), mengendalikan jentik Aedes dengan cara menumpahkan air dalam
kontainer atau merusak atau melubangi container (wadah) yang sudah tidak dipakai, serta aplikasi larvasida pada kontainer yang positif jentik.

PTFI bahkan memiliki laboratorium dan tim khusus meneliti nyamuk malaria serta DBD untuk menunjang pengendalian dan pencegahan.

Pencegahan secara alami juga dilakukan dengan pemantauan pembukaan lahan dan penebangan pohon, untuk kemudian dilakukan penanaman kembali. Tujuannya adalah menurunkan suhu permukaan tanah agar memperlambat perkembangan nyamuk dan mempertahankan perimeter keamanan wilayah agar terus bebas dari malaria maupun DBD.

Firdy menambahkan, malaria juga bisa dicegah secara mandiri dengan menghindari gigitan nyamuk di malam hari. Jika keluar rumah di malam hari gunakan pakaian berwarna cerah dan celana panjang, gunakan anti nyamuk, tidur dengan memakai anti nyamuk.

Editor:

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version