Masyarakat Adat Kimahima dan Maklew Tolak Investasi Tebu di Pulau Kimaam Merauke

waktu baca 3 menit
Penyerahan poin pernyataan sikap masyarakat adat suku Kimahima dan Maklew kepada Wakil Ketua II DPRD Merauke, Dominikus Ulukyanan. (Foto: Hendrik Resi/Seputarpapua)

MERAUKE, Seputarpapua.com | Ratusan warga masyarakat adat yang berasal dari Suku Kimahima (Pulau Kimaam) dan Maklew (Ilwayab) Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, mengeruduk Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke, Kamis (13/6/2024).

Masyakat adat suku Kimahima dan Maklew menduduki Kantor DPRD Merauke sejak pukul 09.30 WIT hingga 14.00 WIT. Mereka menggelar orasi menolak tegas investasi perkebunan tebu di Pulau Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Kedatangan masyarakat adat itu diterima Wakil Ketua II DPRD Merauke, Dominikus Ulukyanan, anggota DPRD Moses Kaibu dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan, Paskalis Imadawa.

Koordinator Lapangan Masyarakat Adat suku Kimahima dan Maklew, Idelfonsius Cambu mengatakan, kehadiran investor dinilai tanpa permisi dan meresahkan, karena tidak melibatkan masyarakat setempat. Menurutnya, tidak ada tanah yang tak bertuan, semua memiliki tuan.

“Kami datang ke DPRD Merauke untuk menyatakan dengan tegas menolak investasi tebu di Pulau Kimaam. Laporan masyarakat, ada kegiatan pemantauan helikopter sudah berlangsung beberapa pekan, termasuk kapal besar telah berlabuh di Pelabuhan Wanam, Distrik Ilwayab,” ungkap Idelfonsius Cambu.

“Persoalannya adalah, kenapa tidak melibatkan tokoh adat maupun tokoh masyarakat dari Pulau Kimaam. Seolah-olah Pulau Kimaam ini tidak ada penghuni atau pemilik tanah. Helikopter maupun kapal seenaknya dikirim ke sana melakukan pemantauan,” sambungnya.

Dia menduga ada kesepakatan lain tanpa sepengetahuan masyarakat setempat yang dibangun antara pimpinan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama dengan investor untuk memuluskan proyek nasional investasi tebu.

“Jujur kami curiga. Ada politik apa dibangun Pemerintah Kabupaten Merauke bersama Pemerintah Pusat. Kami sepakat saja, kalau tanah ini milik Negara, tapi harus tahu bahwa dalam Undang-undang, tertulis bahwa satuan hukum adat harus dilindungi Negara. Tapi kenapa kami tidak dihargai sama sekali,” ujarnya.

Idelfonsius menyebutkan ada sejumlah poin tuntutan dan penolakan masyarakat adat terhadap investasi tebu di Pulau Kimaam dan peternakan sapi. Tuntutan tersebut, pertama, masyarakat adat suku Kimahima dan Maklew dengan tegas menolak PT Global Papua Abadi selaku perusahaan tebu dan perusahaan peternakan sapi dan kerbau.

Kedua, menolak izin yang telah Pemerintah Kabupaten Merauke dan Pemerintah Provinsi Papua Selatan berikan kepada PT Global Papua Abadi atau perusahaan tebu dan perusahaan peternakan sapi serta kerbau.

Ketiga, mendesak MRP Provinsi Papua Selatan serta DPRD Kabupaten Merauke agar memfasilitasi persoalan yang dimaksud. Keempat, mendesak agar DPRD Kabupaten Merauke segera membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengusut masalah tersebut.

Kelima, masyarakat suku Kimahima dan Maklew mendesak MRP Provinsi Papua Selatan juga membentuk pansus menindaklanjuti hal ini. Keenam, mendesak Pemerintah Pusat mencabut izin usaha perusahaan tebu PT Global Papua Abadi dan perusahaan sapi serta kerbau.

Ketujuh, menolak Kementerian Investasi, Kementerian ATR serta sejumlah kementerian lainnya untuk menerbitkan izin operasi dari hak wilayah adat masyarakat Kimahima dan Maklew.

Kedelapan, bila tuntutan yang diajukan tidak direspons, maka masyarakat adat akan kembali dengan jumlah massa yang lebih besar lagi.

Menanggapi tuntutan penolakan investasi tebu ini, Wakil Ketua II DPRD Merauke, Dominikus Ulukyanan berjanji akan memperjuangkan apa yang menjadi desakan masyarakat adat suku Kimahima dan Maklew.

“Kami sudah menghargai kalian semua datang ke sini. Ini adalah cara terbaik menyelesaikan masalah. Tidak usah ke jalan, berteriak-teriak, karena itu tidak akan ada kesimpulan. Kesimpulan ada di sini. Kami akan laksanakan itu tanggal 21 Juni 2024. Kami mengundang semua pihak terkait,” kata Dominikus Ulukyanan di hadapan masyarakat adat.

“Siapa pun yang datang mewakili OPD bersangkutan, kami berharap bisa berikan solusi. Demi anak cucu kita di Pulau Kimaam, saya pikir apa yang disampaikan masyarakat bukan dibuat-buat. Kami akan perjuangkan ini berjenjang hingga ke Pemerintah Pusat. Saya minta doa dan kesabaran, kita semua bekerja,” tandas Dominikus Ulukyanan.

Penulis:

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Exit mobile version