Tiga Tahun Mgr John Saklil Berpulang, Keuskupan Timika Masih ‘Sede Vacante’

waktu baca 3 menit

TIMIKA | Tiga tahun lalu, tepatnya 3 Agustus 2019 Uskup Timika Mgr. John Philip Gaiyabi Saklil meninggal dunia pada usia 59 tahun di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.

Kepergian tokoh gereja Katolik kelahiran Kokonao Mimika Barat ini menjadi hari perkabungan paling mendalam, tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga masyarakat Papua.

Umat Katolik Timika menggelar Misa Arwah memperingati tiga tahun kepergian Uskup Mgr. John Saklil, dipimpin Pastor R.D Amandus Rahadat di Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Rabu (3/8/2022).

Sejak wafatnya Mgr. John Saklil hingga kini Keuskupan Timika mengalami kekosongan tahta gerejawi (sede vacante). R.D. Marthen Kuayo mengemban amanah sebagai Administrator Diosesan, Vikaris Yudisial R.D. Amandus Rahadat dan Sekretaris Jenderal R.P. Andreas Madya.

Ada pun di hari kematiannya, ribuan umat terutama masyarakat Suku Kamoro dari pesisir pantai Mimika berdatangan dengan untaian air mata, meratapi peti jenazah Mgr. John Saklil yang berbaring di Gereja Katedral Tiga Raja Timika.

Air mata orang Kamoro, bukan hanya karena kehilangan seorang pemimpin gereja. Lebih dari itu. Mgr. Saklil yang lahir di pesisir Mimika, dikenang sebagai pelindung orang Kamoro yang selalu menyuarakan keadilan bagi mereka. 

Tokoh masyarakat Mimika, Athanasius Allo Rafra, mengatakan sosok Uskup Saklil yang selalu berbicara tentang keadilan dan kebenaran, bukan lagi hanya milik umat Katolik, orang Kamoro, tetapi seluruh masyarakat khususnya di Papua.

“Saya pikir beliau ini tokoh, bukan cuma tokoh Gereja Katolik, tapi tokoh seluruh masyarakat. Beliau lahir disini, besar disini dan mengabdi disini. Beliau tidak pandang siapapun itu,” kata Allo dalam wawancara yang disiarkan seputarpapua.com pada 5 Agustus 2019.

Allo mengenang ketika awal Kantor Keuskupan Timika di Jalan Cenderawasih mulai dibangun. Uskup Saklil dalam sebuah acara memperkenalkan seorang Haji, yang disebut adalah sahabat baiknya.  

Uskup Saklil, demikian Allo, bahkan menyebut jika Haji tersebut sering membantunya dalam berbagai hal. Uskup dan Haji itu sudah berteman cukup lama. Mereka seperti saudara dan beberapa kesempatan diajak ke kantor Keuskupan.

“Beliau katakan bahwa haji inilah yang selama ini membantunya. Karena beliau sudah berteman dengan haji ini lama, maka mereka saling membantu dalam berbagai hal,” kenang Allo.

Menurut Allo, sikap ketokohan seperti ini yang membuat Uskup Saklil disegani semua orang, tidak hanya di kalangan umat Katolik saja. Dan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan beliau patut diteladani semua orang.

“Dan saya pikir kalau mau jadi tokoh masyarakat, mau menjadi pemimpin daerah, harus mencontoh kepada beliau. Kita tidak bisa membangun kekuatan diri kita, harus turun sampai ke masyarakat,” katanya.

Di samping itu, Allo menyebut Mgr. Saklil adalah pemimpin yang tegas untuk satu tujuan yaitu keadilan bagi seluruh umat manusia di tanah Papua khususnya di Mimika.

“Saat dilantik, beliau katakan begini: sekarang ini saya bukan cuma milik orang Kei, bukan cuma milik orang Katolik. Tapi saya ini milik masyarakat, saya kerja untuk masyarakat. Itu kata-kata yang luar biasa,” ucap Allo.

Memang, secara khusus bagi orang Kamoro, mereka sangat kehilangan. Uskup begitu mencintai mereka. Bukan hanya karena bagian dari dirinya, tetapi dipandang sebagai pemilik tanah Mimika yang ‘malang’, tertinggal di atas kekayaan melimpah. 

“Kenapa masyarakat dari kampung-kampung begitu banyak hadir menangis, ini karena ketokohan beliau. Beliau selalu melihat masyarakat, selalu turun ke kampung melihat kondisi masyarakat,” tutur Allo.

 

Editor:

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Exit mobile version