Haris Azhar Dampingi Masyarakat Tolak Perluasan Operasi Freeport
Karena itu, lanjutnya, jika sosialisasi ini diteruskan tanpa menyelesaikan masalah-masalah yang ada, maka hanya akan mengakibatkan konflik atau adu domba di antara masyarakat Papua.
“Sangat disayangkan,” tegas Haris, aktivis HAM yang pernah menjadi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Sementara itu, Ia menyebut, masih belum jelas transisi dan alih pembagian saham dari Freeport Indonesia ke PT. Inalum. Dimana pembagian saham di tingkatan daerah juga belum tuntas.
Di samping itu, sebutnya, telah terjadi berbagai peristiwa kekerasan selama masa beroperasinya perusahaan terhadap warga tiga kampung. Bahkan, kini warga kampung masih mengungsi akibat operasi keamanan.
Haris juga mencemaskan peristiwa longsor dan banjir bandang di kawasan perkampungan masyarakat di dekat tambang Freeport.
Pasalnya, tidak ada secara resmi dari pemerintah pusat maupun daerah yang otentik berdasarkan temuan scientific menjelaskan penyebab bencana tersebut.
“Namun, FPHS menyakini peristiwa tersebut akibat dari praktik bisnis tambang yang tidak sensitif pada aspek lingkungan hidup,” katanya.
Tidak hanya itu. Masih ada sederet masalah lain, secara komulatif, bisa sisebut sebagai hutang besar perusahaan dan pemerintah untuk melakukan penyelesaian.
“Hal-hal itu seperti hak para tenaga kerja yang di-PHK sebanyak 8300 orang lebih, pencemaran sungai yang menjadi tempat pembuangan limbah (seperti di sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa), serta penanganan tailing yang berdampak serius terhadap perairan,” ujarnya.
Juru Bicara PT. Freeport Indonesia Riza Pratama yang dikonfirmasi Seputarpapua.com dari Timika belum memberikan tanggapan apa pun.
“Saya akan jawab secepatnya setelah saya dapat pemahaman yang lengkap,” katanya singkat.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis