Sekolah Asrama Taruna Papua ‘Launching’ Program Kelas Montessori, Pertama di Tanah Papua
TIMIKA, Seputarpapua.com | Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak didik putra-putri asli Suku Amungme dan Kamoro, serta 5 suku kekerabatan lainnya (Dani, Damal, Nduga, Mee, Moni).
Salah satu program yang dilakukan SATP, yakni ‘Montessori Clas’ (kelas Montessori). Program inu diluncurkan pada Jumat (9/8/2024), ditandai dengan pemukulan tifa oleh Senior Vice Presiden Community Development PTFI, Nathan Kum, Wakil Direktur Grant Making YPMAK, Yohan Wambrauw, dan Ketua Yayasan Pendidikan Lokon (YPL) Perwakilan Timika, Andreas Ndityomas.
SATP dikelola oleh YPL, mitra pendidikan dari Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia.
Montessori adalah metode pendidikan untuk membantu anak mencapai potensinya dalam kehidupan.
Metode ini menekankan kemandirian dan keaktifan anak dengan konsep pembelajaran langsung melalui praktik dan permainan kolaboratif.
Untuk menjalankan metode Montessori, SATP menyiapkan 3 kelas khusus dengan pendamping yang didatangkan dari Yogyakarta.
Kepala YPL Timika, Andreas Ndityomas mengatakan, program Montessori merupakan bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan berbasis kehidupan kontekstual Papua.
Pada pelaksanaan pembelajaran, YPL menemukan anak-anak Papua membutuhkan pendampingan khusus. Pendampingan khusus ini lebih kepada bagaimana peserta didik bisa memahami segala hal, mulai bentuk, ukuran, maupun lainnya.
“Inilah yang mendorong kami melakukan kajian kebutuhan riil anak-anak Papua di SATP. Dari kajian itu, kami temukan alur belajar berdasarkan pengalaman nyata bersama siswa, guna membangun teori dan karakter sebagai pengetahuan (teori, prinsip, teknik, dan entrepreneur),” katanya.
Kata dia, pada saat melakukan kajian, pihaknya juga mendatangi sekolah-sekolah internasional. Tujuannya untuk mendapatkan referensi pelaksanaan pola dalam pelaksanaan pembelajaran.
“Nah, di Sekolah Montessori Yogyakarta, kami menemukan metode kurikulum yang pas untuk gap (selisih atau celah) antara anak masa sensitif belajar untuk bisa masuk ke kurikulum merdeka belajar,” terangnya.
Metode untuk mengurangi gap itu adalah program Montessori. Karena di program Montessori, logika, karakter, ketelitian diatur dalam proses pembelajaran. Namun pada program kelas Montessori, pihaknya tidak melepas kurikulum (merdeka belajar) yang ada, tetapi diintegrasikan.
“Melalui program ini, kedepannya apabila ada perubahan kurikulum, tapi desain khas Papua di SATP terus dikembangkan. Apalagi di program kelas Montessori mendidik dengan hati sebagai manusia utuh,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dengan pelaksanaan metode Montessori tentunya ada evaluasi yang akan dilakukan.
” Diperkirakan 3-6 bulan anak-anak yang ikut program bisa naik level. Kalau sudah naik level, maka tingkat afektif, kognitif, dan behavior sudah matang dalam menjalani tahapan berikutnya,” ujarnya.
Sementara Ketua Program Pengembangan Montessori SATP, Theodora Karmayanti Widyaningsih menjelaskan, metode Montessori bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak terutama di tingkat SD. Dalam arti kualitas lulusan SATP memiliki kemampuan baik personal maupun akademik.
Hal ini dikarenakan, metode Montessori memberikan ruang kepada anak-anak untuk mengembangkan keunikan dan karakteristik. Dalam arti metode ini adalah sebuah pendekatan pendidikan menggunakan beberapa hal secara detail untuk bisa masuk dalam pembelajaran di kelas.
“Melalui metode ini anak-anak belajar mengetahui bagaimana melakukan sesuatu, baik hubungan sosial maupun lainnya secara integrasi. Jadi tidak dengan kata-kata tetapi melakukan aktifitas dengan seluruh sistem yang ada,” katanya.
Menyangkut kurikulum merdeka belajar Kata Thodora, Montessori sudah ada sejak 1900an. Sehingga jika ditanya bagaimana hubungan antara keduanya, maka hal itu adalah sejalan. Namun Montessori sudah maju ke depan, karena sudah memasukkan unsur filosofi tentang anak dan pendidikan. Serta perkembangan anak diperhatikan dalam metode ini.
Metode ini juga memberi ruang untuk anak berkompetisi dan memberikan kesempatan bereksplorasi dan mendapatkan ‘real world experience’ (pengalaman baru).
“Jadi ini merupakan metode umum berdasarkan karakteristik dan kebutuhan anak, mulai dari tumbuh kembang seorang anak. Dalam arti, bagaimana karakteristik anak di usia tertentu baru kurikulumnya jalan. Sehingga, Montessori mendukung kurikulum merdeka belajar yang sedang dijalankan,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis