TIMIKA | Saat dikunjungi Komisi B DPRD Mimika, Rabu (26/4/2022) Kepala Dinas Ketahanan Pangan Yulius Koga curhat atau menyampaikan beberapa hal terkait perkembangan dan program di dinas yang dia pimpin.
Yulius Koga mengatakan, Dinas Ketahanan Pangan pegawai berjumlah 37 orang, terdiri dari 27 berstatus PNS dan 10 tenaga honorer.
Sementara untuk struktur organisasi terdiri dari kepala dinas, sekretaris, 2 bidang, 6 seksi, dan 2 kasubag.
“Dari struktur organisasi tersebut, Dinas Ketahanan Pangan lebih kepada pengolahan dan olah data,” katanya di Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Jalan Poros SP 5, Mimika, Papua.
Namun demikian, pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), sering terjadi miss komunikasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya.
Dalam arti, tupoksi Dinas Ketahanan Pangan adalah pengolahan dan olah data, namun masih menjadi bagian dari OPD tertentu.
“Kami sudah berupaya jelaskan bahwa OPD tertentu ini sampai dengan panen, nanti kami pada ngolahannya. Namun, terkadang tidak ada titik temu. Itu permasalahan pertama,” ujarnya.
Kedua, kata Yulius, seharusnya persediaan cadangan pangan daerah yang dikelola pemerintah daerah setiap tahunnya sebesar 70 ton. Namun, yang terjadi setiap tahunnya hanya 5-6 ton.
“Hal ini terjadi karena masalah anggaran yang terbatas,” ujarnya.
Menurutnya, tahun ini Dinas Ketahanan Pangan kelola anggara APBD Mimika Rp3 miliar.
Ia menerangkan, di tahun ini anggaran yang bersumber dari APBD Mimika sebesar Rp3 miliar dan Dana Otsus Rp5 miliar. Dari besaran itu, maka program lebih banyak dari Dana Otsus dibanding APBD.
Dana Otsus digunakan untuk penanaman tanaman pekarangan Rp1,7 miliar. Anggaran itu dilakukan pada 3 lokasi, yakni Kampung Pomako, Pigapu, dan Nawaripi.
“Selain itu, ada program pengolahan pangan lokal Rp900 juta sekian. Selain itu anggaran untuk APBD Mimika, digunakan untuk pembangunan pagar,” terangnya.
Kemudian berikutnya adalah, masalah data. Dimana, data bagi dinas yang ditangani ini sangat penting untuk mengetahui peta kerawanan pangan.
Tetapi hal itu belum pernah dilakukan, karena ada tarik menarik antara Bidang Ekonomi, Bappeda dengan Ketahanan Pangan.
“Melalui data kami bisa mengetahui kondisi yang ada, baik kekurangan maupun potensi,” ujarnya.
Selanjutnya, tahun ini sudah ada restrukturisasi terhadap ketahanan pangan. Di pemerintah pusat ketahanan pangan bukan lagi Kementerian, tetapi sudah menjadi badan.
Dari hal tersebut, maka di daerah pun harus dirubah menjadi badan bukan dinas lagi, serta tidak bisa digabung dengan OPD lainnya.
“Saya sudah berkomunikasi dengan pimpinan, agar disiapkan draft Perda maupun Perbup untuk perubahan dari dinas jadi Badan Ketahanan Pangan,” tuturnya.
Sementara Ketua Komisi B DPRD Mimika, Rizal Pata’dan mengatakan, Dinas Ketahanan Pangan merupakan mitra kerja dari Komisi B yang membidangi ekonomi dan keuangan.
Karenanya pihaknya hadir untuk membangun sinergitas dan komunikasi agar lebih efektif dengan lintas OPD dan Komisi B DPRD Mimika.
“Kita semua ini pelayan masyarakat yang diwajibkan memaksimalkan potensi. Tapi kita tidak bisa tugas secara maksimal kalau tidak didukung anggaran,” katanya.
Namun demikian, kata Rizal, hal yang terpenting adalah komunikasi dan koordinasi dengan Komisi B. Sehingga program-program yang direncanakan bisa didorong dalam pembahasan anggaran.
“Kalau kita tidak bersinergi, maka yang jadi Korban adalah masyarakat. Apalagi DPRD merupakan penentu dalam hal masalah anggaran,” tegasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi B DPRD Mimika, Herman Gafur menambahkan, Komisi B adalah mitra dari Ketahanan Pangan sehingga harus membangun sinergitas untuk ketersediaan pangan di daerah.
Terkait dengan anggaran yang diterima. Biasanya pagu itu mengikuti program. Dalam arti, kalau programnya banyak, maka anggaran akan bertambah juga. Karena dinas ini perlu melakukan inovasi, agar ada program-program yang direncanakan dan dilaksanakan.
Sedangkan Anggota Komisi B DPRD Mimika, Anton Palli menambahkan, dari semua hal yang disampaikan intinya kurang adanya komunikasi dan sinergitas dari Dinas Ketahanan Pangan.
Kalau bicara Ketahanan pangan, maka itu hal yang luar biasa. Tetapi kalau anggarannya hanya Rp3 miliar, maka tidak ada gunanya.
“Karenanya butuh komunikasi dan sinergitas dengan mitra. Sehingga sebelum membuat perencanaan untuk dikomunikasikan dengan anggaran DPRD. Yang diharapkan nanti bisa didorong dalam pembahasan APBD. Tapi kalau tidak ada komunikasi walaupun program itu bagus, maka akan dipangkas,” tuturnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis