Temuan KPK di Papua: ‘Penyakit’ Birokrasi Mengakar Hingga Nepotisme Kian Kental

waktu baca 3 menit
Kantor KPK (Foto: KPK.go.id)

JAKARTA, Seputapapua.com | Kepala Satuan Tugas (Satgas) Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah V, Dian Patria, mengatakan bahwa birokrasi tak sehat dan nepotisme yang mengakar kuat menjadi hambatan serius dalam mengoptimalkan pendapatan daerah yang bisa memicu terjadinya korupsi. Fenomena ini terus menjadi temuan KPK di wilayah Timur Indonesia.

Fakta ini ditegaskan Dian Patria usai menggelar rapat koordinasi MCP dengan jajaran Pemerintah Daerah se-Papua Barat Daya dan pendampingan lapangan di Kota Sorong, pada Rabu, 3 Juli 2024, juga dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi di Kejaksaan Negeri Sorong pada Kamis, 4 Juli 2024.

“Ada patologi birokrasi atau penyakit birokrasi di Papua. Dimana Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya diangkat karena kedekatan, nepotisme kekeluargaan. Itu sangat kental di wilayah Timur, bukan karena jual-beli jabatan. Celakanya, kedekatan itu berpotensi menghasilkan SDM yang tidak kompeten,” jelas Dian, disadur dari laman resmi KPK, Jumat (5/7/2024).

Bahkan, Dian mengungkapkan, saat terjun ke lapangan tim gabungan Satgas Korsup Pencegahan dan Penindakan KPK menemukan adanya dugaan praktik suap dan gratifikasi oleh pegawai Bappenda Kota Sorong dari wajib pajak, dengan nilai Rp130 juta setiap bulan. Diduga, praktik ini telah berlangsung lama hingga menimbulkan kebocoran pendapatan daerah yang signifikan.

“Jelas-jelas ini masuk gratifikasi, tapi yang bersangkutan malah dipertahankan di Bappenda karena ada unsur kedekatan. Sehingga kalau kita lihat, postur APBD Kota Sorong itu pendapatan daerah yang berasal dari pajak, hanya masuk 5,13% saja. Tapi belanja pegawainya mencapai 41,23%. Sementara kota-kota besar di Timur itu sudah masuk 2 digit untuk persentasenya dengan belanja pegawainya di bawah 30%. Sehingga kami turut mendorong peningkatan pendapatan pajak daerah Kota Sorong untuk naik ke 2 digit,” kata Dian.

Tak hanya itu, nepotisme juga membawa efek domino bagi wilayah Timur. Dian menegaskan, banyak aset seperti kendaraan dan rumah dinas yang akhirnya dikuasai oleh pejabat karena merasa sudah berjasa secara turun temurun untuk daerah. Penguasaan aset ini dilakukan dengan berbagai modus seperti tidak melakukan pengembalian aset saat pensiun, pinjam pakai, hibah, hilang, jual-beli, rusak berat, dipakai di luar kota, dibawa serta pada saat mutasi atau pindah tugas hingga diubah kepemilikan atasnama pribadi.

Temuan ini dikatakan Dian, seharusnya menjadi tamparan keras bagi sistem birokrasi di Papua. Pasalnya, nepotisme dan kurangnya kompetensi ASN, mampu membuka celah bagi perilaku lancung yang berakibat pada kerugian keuangan Negara dan menghambat pembangunan daerah.

Data KPK menunjukkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 Kota Sorong masuk dalam kategori rentan, dengan skor 58,20 poin (nilai rata-rata nasional 70.97 poin). Bahkan, skor Monitoring Center for Prevention (MCP) di tahun yang sama, berada di zona kuning dengan capaian 39,76 poin dari skala 0-100.

Kondisi ini diperparah dengan adanya sistem yang tertinggal hingga jaringan internet yang tidak memadai. Saat melakukan pendampingan pemerintah daerah ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kota Sorong, tim Korsup KPK menemukan sistem aplikasi yang digunakan untuk pembayaran pajak dan retribusi (Sicantik Cloud) tidak dapat diakses, imbas data PDN yang diretas. Sehingga seluruh pembayaran wajib pajak jadi terhambat.

Padahal, sebelumnya KPK sudah melakukan pendampingan pemerintah daerah dengan wajib pajak yang menunggak untuk mendorong percepatan pembayaran pajak.

“Akibatnya, ketika aplikasi tidak bisa diakses, nomor billing tidak keluar, wajib pajak pun tidak bisa bayar. Tidak ada mitigasi, jadi bisa dihitung berapa banyak potential loss? Pasti ada potensi korupsi juga di sana, apalagi jika pembayaran dilakukan secara tunai saat sistem error,” jelas Dian.

Sehingga, upaya pemberantasan patologi birokrasi di Papua harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Peningkatan kualitas ASN melalui sistem meritokrasi serta penerapan sistem yang transparan dan akuntabel juga menjadi kunci. Dalam hal ini, KPK melalui Direktorat Korsup Wilayah V terus melakukan pendampingan dengan menerapkan pencegahan ofensif sehingga menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Exit mobile version