Miris ! Demi Pendidikan, Anak Pesisir Pomako Gunakan Fasilitas Seadanya

Miris ! Demi Pendidikan, Anak Pesisir Pomako Gunakan Fasilitas Seadanya
Ilustrasi

TIMIKA | Anak-anak pesisir Mimika membutuhkan perhatian serius pemerintah agar mereka memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Seperti kondisi ratusan anak usia sekolah di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pomako, Timika, Papua.

Miris ketika melihat ketertinggalan pendidikan anak pesisir di daerah penghasil tambang emas, salah satu terbesar dunia itu dan APBD yang mencapai triliunan. Masih ada begitu banyak anak usia sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan selayaknya yang menjadi hak setiap warga negara.

Beberapa permasalahan sehingga kesempatan anak pesisir tertinggal dalam menuntut ilmu, antara lain soal sarana dasar pendidikan yang minim,  dan keterbatasan wawasan tentang pentingnya pendidikan di kalangan orang tua.

Selain itu, permasalahan mendasar lainnya ketika anak-anak pesisir ikut dilibatkan orang tua mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka akhirnya mengabaikan pendidikan.

Kondisi inilah yang mengundang kepedulian Syahbandar PPI Pomako Andi Abdul Gaffar. Ia kini mulai menampung dan menuntun anak-anak pesisir di wilayah itu agar bisa mendapatkan pendidikan seperti anak usia sekolah lainnya.

Gaffar berinisiatif memanfaatkan bekas Kantor Polairud Polres Mimika, sebagai gedung sekolah alternatif sementara. Meski kondisi bangunan yang sudah nyaris roboh, sekolah tersebut kini menampung 38 siswa tingkat SD dan TK.

“Kami di sini sifatnya menuntun mereka sehingga bagaimana mereka bisa mendapatkan pendidikan seperti anak-anak lainnya,” kata Gaffar kepada wartawan, Kamis (28/9/17).

Sejak sekolah alternatif tersebut dibuka pada Juli 2017 lalu, saat ini sudah ada 12 pengajar sukarela yang membantu memberikan layanan pendidikan. Beberapa diantara mereka bekerja di kapal ikan, yang kemudian bersosialisasi kepada para pengusaha agar dapat membantu pengembangan sekolah itu.

“Kami mendapat sumbangan sukarela dari para pengusaha ikan, meskipun kami harap setiap pengusaha bisa membantu Rp20 ribu perbulan,” kata Dominikus Ikawakopea, seorang guru sukarela di sekolah tersebut.

Advertisements

Dominikus berharap, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika ke depan bisa memberikan izin dan perhatian untuk pengembangan layanan pendidikan anak pesisir di wilayah itu.

“Kalau jumlah siswa sudah banyak, sekolah ini nanti menjadi cabang dari Yayasan Papua Bangkit Mandiri Provinsi Papua. Setelah dari sini, mereka bisa lanjut di SMP milik yayasan ini yang berada di Jalan Hasanudin, depan SPBU Timika,” katanya. 

Salah satu orang tua siswa Tadeus Teareuta mengatakan, ada sekitar 30an kepala keluarga yang merupakan masyarakat asli Mimika (Suku Kamoro) di wilayah adat Apuripi yang bermukim di sekitar PPI Pomako.

Sementara ada lebih dari 100 anak-anak usia sekolah tingkat SD dan TK di kawasan itu. Belum lagi yang sudah usia SMP dan SMK. Tapi saat ini sekolah itu baru menarget 50 siswa karena keterbatasan fasilitas. 

“Banyak anak-anak gagal sekolah karena pengaruh lingkungan. Hanya mereka yang ikut sekolah Program LPMAK yang lolos berhasil menyelesaikan pendidikan. Sedangkan yang sekolah pemerintah itu, rata-rata gagal semua. Tidak dituntun,” kata Tadeus.

Menurut Tadeus, sebenarnya ada dua sekolah berada di kawasan Pomako. Akan tetapi, sebagian masyarakat  enggan menyekolahkan anaknya di situ mengingat keberadaan siswa asal kabupaten lain.

Advertisements

“Anak-anak kami tidak bisa bergabung di situ. Bisa terjadi perselisihan kecil antara anak dan akhirnya mengundang  konflik dengan masyarakat dari kabupaten lain itu,” ujarnya.

Sementara kendala lain, Tadeus mengaku sekolah di wilayah itu kadang diteror orang mabuk, terjadi kekisruhan, hingga anak-anak Kamoro enggan bersekolah di situ. Mereka akhirnya tinggal di rumah dan ikut orang tua mencari nafkah.

“Saat ini kami hanya berharap bantuan dari para pengusaha kapal ikan. Kami akan membangun atau merenofasi sekolah bekas Kantor Polairud itu. Kami butuh beberapa bahan, sisanya kayu kami bisa potong sendiri di hutan,” kata dia.

“Disamping itu, kami juga tentu akan menjaga aktifitas di pelabuhan berjalan normal dan perekonomian bisa tumbuh di situ. Kami menjaga kapal-kapal yang berlabuh jangan sampai ada pencuri dan lainnya,” jelasnya. (rum/SP)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan