Darurat Kejahatan Seksual Atas Anak di Timika. Psikolog: Anak Kurang Perhatian Ortu Rentan Jadi Korban
Fransisca Anindya Mariesta Prabawati, Psikolog Klinis menitikberatkan perilaku seks yang berujung pada kejahatan seksual anak dipengaruhi besar oleh pekerjaan yang berat dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Apakah Timika darurat kejahatan seksual anak?
Menurut Nindi, sudah pantas disebut darurat dengan melihat gejolak kasus yang trend akhir-akhir ini dan statistik penduduk yang bilamana ditarik benang merahnya ke penyebab kejahatan seksual anak: pendidikan-pekerjaan.
Apalagi kata Nindi, tindakan ini justru terjadi di tempat yang seharusnya menjadi tempat perlindungan anak yang paling aman.
“Kalau di rumah tidak aman. Dimana lagi anak harus berlindung?” Sindirnya.
“Memang kalau pedofil (penyuka anak) itu ada beberapa gejala yang bisa kita amati, atau ketahuan. Kalau pelaku kejahatan anak, tidak,” kata Nindi kepada penulis via telepon, Senin (14/2/2022).
Menurutnya, pedofil atau pengidap pedofilia tidak semua berujung pada tindakan persetubuhan anak. Ia juga tegaskan, pedofil tidak dapat dijadikan alibi dalam kejahatan seksual anak.
“Ada juga yang alasan dipengaruhi minuman keras. Itu hanya alibi. Sebab kemampuan kognisi (pikiran) lah yang mempengaruhi orang mengambil tindakan,” tegasnya.
Untuk minimalisir ini, Nindi memberi beberapa arahan seperti mulai pendidikan seks bagi anak usia dini. Mulai dari memberikan pengetahuan tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang dewasa: dari dada hingga atas lutut anak.
“Anak yang sudah usia tiga tahun sebaiknya sudah tidur pisah sih dari ortunya. Tapi kita lihat, di beberapa daerah pinggiran Timika, bahkan yang sudah dewasa sekali masih tidur seruangan dengan orang tuanya,” katanya.
“Anak-anak yang kesepian, tertekan, atau kurang diberi perhatian dari orang tuanya, itu kelompok rentan menjadi korban kejahatan seksual anak,” tambahnya.
Yosep Temorubun, advokat hukum di Timika, menekankan pentingnya peran semua pihak termasuk Pemerintah Daerah melakukan edukasi tentang pelaporan tindakan kejahatan seksual khususnya ke sekolah-sekolah.
“Tujuan dilakukan edukasi di tingkat sekolah itu untuk memberikan penguatan, ketika terjadi tindakan pelecehan seksual atau persetubuhan terhadap anak, maka anak itu berani melakukan langkah melaporkan sendiri ke kepolisian atau dia mengkomunikasikan pada tetangganya,” kata Yosep.
Media kampanye seperti baliho, pamflet, poster atau bahkan mural mulai saat ini, menurut Yosep, harus segera diselenggarakan.
Yosep juga menyebutkan predikat darurat terhadap kasus ini. Sebab edukasi semacam itu minim dilakukan, sedangkan kasusnya makin meningkat bahkan tembus 25 kasus.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Mimika, Maria Rettob memang sudah merencanakan akan melakukan giat kampanye ke beberapa tempat dan warga.
“Karena selama ini pelakunya adalah orang terdekat maka dari itu orang tua harus sering-sering melakukan pengawasan terhadap anaknya dan orang-orang terdekat di sekitar anak Karna anak membutuhkan peran penting dari ibu,” kata Maria, Sabtu (19/2/2022).
Per Sabtu itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), lembaga yang berada di bawah dinas ini sudah 13 kasus.
“Tugas kami mendampingi dari umur 14 tahun, pemahaman itu untuk kita amankan orang-orang yang tidak merasa nyaman,” katanya.
Beberapa orang yang yang ditemui penulis berharap semoga fenomena gunung es tidak terus bertambah timbul akibat kelalaian Negara. Beberapa juga berharap semoga tidak hanya terus digali atau diungkap saja. Tapi penting juga untuk menimbun kembali luka yang dalam, atau bahkan mencegahnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis