TIMIKA | Dewan Pimpinan Cabang Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FPE-KSBSI) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah menggelar Konferensi Cabang (Konfercab) ke 1.
Kegiatan yang dipusatkan pada salah satu hotel di Jalan Cenderawasih itu, Senin (29/5/2023), dibuka dengan pemukulan tifa oleh Staf Ahli Bidang Keuangan Setda Mimika, Maria Rettob yang didampingi tamu undangan lainnya.
Konfercab bertujuan untuk menilai laporan pertanggungjawaban DPC FPE-KSBSI periode 2019-2023 serta memilih ketua DPC FPE-KSBSI periode 2023-2027, menyusun komposisi kepengurusan DPC FPE-KSBSI Mimika, dan membahas serta menetapkan keputusan-keputusan di tingkat cabang.
Ketua DPC FPE-KSBI Mimika periode 20192019-2023, Marjan Tusang mengatakan, kepengurusan DPC FPE-KSBSI yang pertama akan berakhir dan segera didemisionerkan. Dimana pada Konfercab I ini diikuti empat kandidat yang akan maju sebagai calon ketua FPE-KSBSI Mimika.
“Salah satunya adalah saya sendiri,” kata Marjan dalam sambutannya.
Ia juga mengatakan, sebagai Ketua FPE-KSBSI Mimika tentunya kedepan akan banyak program yang dijalankan karena menyangkut berbagai tantangan yang ada, khususnya menyangkut regulasi ketenegakerjaan.
Saat ini, kata dia, regulasi yang ada tidak lagi berpihak pada kesejahteraan buruh, yakni Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Undang-undang itu dinilai sangat merugikan buruh, yangmana dalam regulasinya telah melegalkan pihak outsourcing yang dulunya hanya pada bidang tertentu, namun sekarang semuanya bisa di outsourcing.
Selain itu, Undang-undang tersebut bisa melakukan PHK secara sepihak dan pembayaran pesangon sangat murah.
“Ini jadi tantangan bagi FPE-KSBSI Mimika kedepannya. Tapi saya yakin dan percaya bahwa dengan SDM yang mumpuni mampu bersaing dan memperhatikan hak-hak buruh,” ujarnya.
Karena itu, kepada pengurus baru Marjan berpesan bahwa kepengurusan sebelumnya tidak mencari popularitas, melainkan rela berkorban demi meningkatkan kesejahteraan buruh.
“Selema kepengurusan pertama banyak hal yang kami lakukan, seperti penentuan skala upah maupun lainnya, termasuk penyusunan perjanjian kerja bersama (PKB) dengan manajemen perusahaan. Semua ini dilakukan demi kesejahteraan buruh,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua Umum Tongoi Papua, Frans Pigome, dalam kesempatan yang sama mengatakan, menjalankan sebuah organisasi perlu adanya kolaborasi. Kolaborasi sangatlah penting karena setiap organisasi memiliki kelemahan sehingga membutuhkan pihak lain guna menyinergikan keunggulan yang ada sehingga bisa menyejahterakan anggotanya.
“Seperti kolaborasi FPE-KSBSI dengan Tongoi Papua dalam penentuan upah buruh yang mencapai 95,8 persen, dan ini terbaik sepanjang sejarah,” ungkap Frans dalam sambutannya.
Selain itu didirikan departemen baru, yakni PAD, bertujuan agar tidak ada diskriminasi antara karyawan dengan manajemen perusahaan. Kemudian ikut dalam perundingan dengan manajemen PTFI. Dengan demikian, DPC FPE-KSBSI merupakan perpaduan semangat buruh dan Tongoi Papua.
“Karenanya melalui semangat konfercab ini, saya menitipkan dua hal, yakni untuk membantu karyawan mendapatkan hak dan tidak ada diskriminasi, pelanggaran HAM. Kemudian, terus melakukan kolaborasi antara FPE-KSBSI dan Tongoi Papua dalam pelaksanaan kegiatan,” katanya.
Sementara Vice President Papuan Affair Department PT Freeport Indonesia, Soleman Faluk, menyampaikan bahwa sudah banyak hal yang dilakukan antara manajemen perusahaan dan FPE-KSBSI. Sebagai mitra, perusahaan sangat menghargai dalam memperjuangkan hak buruh dengan pengusaha.
“Kemitraan yang baik ini bisa meningkatkan produksi perusahaan. Karenanya hasil Konfercab I ini diharapkan FPE-KSBSI semakin solid dan terus memperjuangkan hak buruh. Serta terus mendukung langkah dari perusahaan,” tuturnya.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis