Hari Anak Sedunia ke-62, LBH Papua Soroti Tindak Kekerasan dalam Konflik Bersenjata

waktu baca 3 menit
Seorang anak memegang pamflet menolak perang suku pada aksi damai di Timika, Papua, Selasa (19/10/2021). (Foto: Yonri Revolt/Seputarpapua)

TIMIKA | Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyoroti tindakan kekerasan terhadap anak di tengah situasi konflik bersenjata dalam Perayaan Hari Anak Sedunia ke-62, Sabtu (20/11/2021).

Dalam perayaan tahun ini mengusung tema “A Better Future for Every Child” atau “Masa Depan yang Lebih Baik untuk Setiap Anak”.

Sekalipun demikian, Ketua LBH Papua Emanuel Gobay menegaskan bahwa kondisi riil anak Papua terutama di daerah konflik bersenjata masih jauh dari tema itu.

“Kondisi masa depan anak Papua tidak baik sebagaimana dialami oleh anak Papua yang tinggal di beberapa daerah konflik bersenjata yang telah berdampak pada terlanggarnya hak atas rasa aman,” kata Emanuel dalam keterangan tertulisnya kepada seputarpapua.com.

Terdapat beberapa kasus pengungsian di Papua seperti di Kabupaten Nduga dari tahun 2018-2021, Kabupaten Intan Jaya dari tahun 2019-2021, Kabupaten Puncak Papua di awal tahun 2021, Kabupaten Maybrat dalam tahun 2021 dan Kabupaten Pegunungan Bintang di tahun 2021.

Seluruh data ini, menurut Emanuel, selain melanggar hak atas rasa aman, juga melanggar hak atas pangan, hak atas tempat tinggal, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas beribadah dan hak-hak konstitusional anak-anak papua dalam pengungsian.

“Bahkan yang sungguh sangat disayangkan adalah adanya fakta pelanggaran hak hidup sebagaimana yang dialami oleh dua orang anak yang menjadi korban penyalahgunaan senjata api pada tanggal 26 Oktober 2021 dalam konflik bersenjata antara TNI-Polri melawan TPNPB di Kabupaten Intan Jaya,” tegas Emanuel.

Peristiwa itu, kata Emanuel, jelas-jelas menunjukkan tidak terlaksananya kewajiban Negara menurut hukum humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata.

Apalagi, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Tentang Hak-Hak Anak.

Selain itu, untuk memperkuat Konvensi itu, terdapat Pasal 59 ayat (1), ayat (2) huruf a dan Pasal 60 huruf a, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menerangkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam dan anak dalam situasi konflik bersenjata.

Oleh karenanya LBH Papua menuntut Presiden Republik Indonesia segera tegakkan perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata di Papua.

LBH juga meminta agar Pemerintah Provinsi Papua segera bentuk tim khusus perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata di Papua sesuai perintah UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

“Ketua Komnas HAM RI segera lakukan tugas Penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak hidup Nopelinus Sondegau sesuai perintah pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tambahnya.

“Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia Republik Indonesia (KPAI RI) segera lakukan tugas pengawasan dan pelaporan perlindungan dan pemenuhan hak anak di Papua,” pungkas Emanuel.

Penulis:
Editor:

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Exit mobile version