TIMIKA | Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) sudah menata dan menyelamatkan seluruh tanah adat di Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Penataan tanah adat untuk keberlangsungan hidup generasi penerus Amungme ini adalah program kerja pertama lembaga yang diketuai Menuel Jhon Magal.
Penataan tanah adat ini juga agar tidak ada lagi masyarakat Amungme yang menjual tanah, dan hanya boleh disewakan saja.
Program kerja pertama ini dilakukan dengan acara ibadah, bakar batu bersama lima suku kekerabatan , pembacaan pernyataan sikap serta ditandai dengan membuka tirai papan nama batas wilayah adat Amungme di Jalan SP V, Jumat (4/8/2023).
Tokoh Masyarakat Amungme, Yanes Natkime dalam sambutannya mengatakan, masyarakat suku Amungme dan Kamoro harus bersatu dan tidak boleh berbicara tentang tanah dan diri pribadi.
“Harus tahu mana kita punya dan mana orang lain punya. Amungme tidak boleh melangkahi ambil tanah Kamoro, tidak boleh ambil tanah sampai di Mioko. Itu melangkahi hukum adat,“ kata Yanes.
Selain Amungme yang tidak boleh melangkahi hak orang lain, begitu juga dengan suku Kamoro tidak boleh mengambil tanah sampai di kaki gunung, atau mengambil hak masyarakat Amungme.
Ia juga berpesan agar jika ingin berbicara masalah tanah harus duduk berbicara dengan baik.
“Jaga kekerabatan satu dan lain dengan baik, jangan ada permusuhan diantara kita. Pemerintah juga harus duduk kerja sama dengan Lemasa,” katanya.
Tokoh Amungme, Agustinus Anggaibak pada kesempatan yang sama mengatakan, tanah Papua adalah tanah adat yang tidak bisa dipermainkan siapapun.
Lemasa jangan hanya sampai di sini saja, jika ada masalah di tengah masyarakat harus bantu selesaikan.Â
“Jangan Lemasa orientasinya hanya Freeport untuk dapatkan uang. Saya mau Lemasa bekerja keras untuk mengembalikan hak dasar orang asli Papua,” ungkapnya.
Sementara itu, Amungeme Nagawan (Ketua Lemasa) Menuel Jhon Magal mengatakan, kegiatan ini adalah program pertama untuk menetapkan tapal batas tanah-tanah masyarakat Dani dan Amungme agar tidak ada permasalahan kedepannya.
“Lemasa patok ikuti garis batas yang kita buat. Hampir 30 tahun Amungme tidak pernah identifikasi tanah, jadi pengurus kali ini akan menata tanah-tanah yang ada agar kita tahu berapa luas tanah yang dimiliki oleh Amungme,” kata Menuel.
Ia menghimbau kepada masyarakat luar agar jangan resah dengan apa yang dibuat, ini karena pihaknya juga akan menghormati setiap orang yang ada di Timika, dan sama sekali tidak mengganggu.
Berikut pernyataan sikap Suku Amungme dibawah naungan Lemasa yang memandang tanah adalah mama.
Tanah Amungsa merupakan titipan leluhur kepada Amungme secara turun temurun Kami memiliki kedaulatan adat atas tanah, kekayaan alam, dan segala yang ada di bumi dimana hak kedaulatan tersebut kita kenal dengan sebutan “Amungun”.
Tanah termasuk hak milik Amungme yang berada dalam wilayah kedaulatan adat suku Amungme yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Tanah Amungsa, Amungme maknai sebagai Mama Amung-in yang selalu menyediakan segala kebutuhan hidup sehari-hari bagi anak-anaknya. Adapun makna tanah di pandangan Amungme sebagai berikut:
Amungme memandang bahwa tanah-tanah di bawah kedaulatan wilayah adat “Amungun” adalah Mama kandungannya, setia menjaga Mama dan tidak diperjual belikan Mama kepada orang asing maupun sesama suku bangsa Amungme.
Setia menjaga dan memelihara tanah air titipan leluhur sebagai sumber kehidupan masyarakat adat suku Amungme.
Setia menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya Amungme, warisan leluhur, dan titipan bagi anak cucu.
Pemerintahan Adat dan 1 wilayah diaspora, menyatakan sikap sebagai berikut
1. Tanah di seluruh wilayah Kabupaten Mimika yang berada dalam kedaulatan adat suku Annungme sepenuhnya milik Amangme dan tidak dapat diintervensi.
2. Undang-undang Otsus No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua lo diterobos, dirampas oleh siapapun. Tahun 2021 tentang Otsus Jilid 2 merupakan kebijakan negara dalam rangka mengembalikan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP), karena itu, negura wajib mengembalikan hak-hak kami salah satunya tanah-tanah adat kami harus diakui dan dikembalikan kepada masyarakat adat.
3. Masyarakat Adat Amungme adalah tuan tanah (land lord) negeri Amungsa dan dilindungi oleh Lemasa, maka dalam kasus tanah-tanah di Timika, Amungme tidak boleh di adili di Pengadilan Negeri.
4. Sertifikat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Fak-Fak tidak di berlakukan sebab hanya mengeluarkan sertifikat untuk merampas hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika.
5. Surat pelepasan tanah dan hak garapan yang dikeluarkan oleh Badan Pemerintah Kabupaten Mimika, ditarik oleh Lemasa. Karena Lemasa merupakan Pemerintahan Adat yang sah dan sebagai pemilik tanah lebih relevan mengeluarkan surat-surat tersebut.
6. Berdasarkan keputusan Musyawarah Adat (Musdat) Lemasa III tahun 2023 tanah-tanah di Timika yang menjadi bagian dari tanah adat Amungme akan berlakukan hak Pakai dan Hak Sewa dan suku Amungme tidak boleh jual belikan tanah karena hal tesebut sama dengan jual mama sendiri.
7. Siapapun suku bangsa dari berbagai wilayah Republik Indonesia yang datang ke Timika, masuk di rumah adat Amungme yang berdomisili di wilayah adat suku Amungme, karena itu, anda wajib menghargai dan menghormati kedaulatan adat kami.
L
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis