MERAUKE | Seorang narapidana (napi) wanita Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Merauke, Provinsi Papua Selatan atas nama Regina Diana Pratama Sari, ketahuan berkeliaran bebas di luar Lapas saat masih menjalani hukuman.
Regina diketahui terjerat kasus penggelapan dan penipuan berkelanjutan pengembangan perumahan PT. Elora Papua Abadi yang divonis hukuman 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Merauke pada 9 November 2023.
Ia saat itu selaku Direktur PT. Elora Papua Abadi, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara bersama suaminya Johanes Rudi Horong selaku Komisaris PT. Elora Papua Abadi.
Namun, baru 6 bulan menjalani hukuman, Regina Diana sudah ketahuan bebas berkeliaran di luar Lapas Merauke dengan alasan yang tidak jelas dan bertentangan dengan aturan Kementerian Hukum dan HAM sebagai narapidana yang sedang menjalani hukuman.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat dan foto-foto yang beredar luas, Regina berada di luar Lapas setelah mendapatkan izin dari petugas Lapas, namun izin yang diberikan itu tidak sesuai peruntukkannya. Regina kadang-kadang berada di kafe, mall, tempat-tempat perbelanjaan, pasar, tempat wisata dan fasilitas umum lainnya.
Diduga narapidana Regina Diana Pratama Sari mendapat perlakuan khusus dari petugas Lapas II B Merauke berupa izin keluar bahkan fasilitas yang ada di dalam Lapas pun diistimewakan untuk narapidana yang bersangkutan.
Bahkan ketika para awak hendak mengonfirmasi terkait hal ini kepada Kepala Lapas II B Merauke, Senin (22/4/2024), sekitar pukul 10.55 WIT, Regina tampak keluar dari Lapas bersama petugas wanita bernama Maria dengan menyetir mobil Toyota Agya nomor polisi PA 1305 GE berwarna abu-abu.
Saat itu, Regina tak mengetahui kehadiran para awak media di halaman Lapas II B Merauke. Hal itu terpantau sebagaimana tampak dalam bukti rekaman video yang berdurasi 10.00 detik.
Kepala Lapas II B Merauke, Gustaf Nicolas Adolf Rumaikewi melalui Kepala Seksi Tata Usaha, Bachtiar Arief mengatakan, setiap warga binaan yang keluar dari Lapas, tidak otomatis spontanitas pejabat pemasyarakatan yang mengeluarkannya. Namun, menurut Bachtiar Aries, hal itu sudah melalui prosedur sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
“Sidang TPP itu membahas keperluan dia (narapidana). Keperluan dia itu keluar untuk apa. Contohnya, menikahkan anak, sebagai wali, boleh. Keperluan anak yang sakit keras, boleh. Ada hal-hal bisa dikeluarkan, ada hal yang tidak bisa,” ungkap Bachtiar Arief kepada awak media di ruang kerjanya, Senin.
“Jadi setiap dia keluar tentu sudah melalui prosedur itu. Kalau sidang TPP sudah membolehkan dia keluar, ini tanggung jawab bersama sidang TPP. Berarti pejabat yang diserahi tanggung jawab boleh menandatangani. Terutama sudah melalu sidang TPP ini,” sambungnya.
Bachtiar menegaskan, jika narapidana yang meminta izin keluar dengan keperluan yang mendadak, namun dalam prakteknya tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan, maka narapidana yang bersangkutan akan diblack-list dan izin keluar tidak akan diberikan lagi. Petugas yang mengawalnya pun akan dimintai pertanggung jawaban dan diberikan sanksi oleh Lapas.
“Soal nanti di luar orang melihat dia dan tidak ada rasa keadilan bagi yang lain, kita akan kaji lagi keperluannya. Apakah dia keluar sesuai peruntukkan?” tukas Bachtiar yang menjabat sebagai Plh Kepala Lapas II B Merauke.
“Atau menyimpang. Contohnya dia keluar untuk sembuhkan anak, ternyata dia di mall, maka dia akan diblack-list tidak akan bisa dikeluarkan lagi dan petugasnya akan kita minta tanggung jawab dan diberikan sanksi,” tegasnya.
Disinggung soal keluarnya narapidana dengan menyetir mobil sendiri sebagaimana terekam oleh kamera video para awak media, Bachtiar mengaku narapidana bersangkutan keluar untuk keperluan ke ATM.
“Kalau dia keluar yang kemarin-kemarin itu saya belum mendapat masukan, karena baru hari ini saya menjabat Plh. Kalau yang keluar tadi itu, dia izin ke ATM, tapi yang bersangkutan sudah balik lagi ke sini. Jadi kalau yang kami kasih keluar itu sesuai peruntukkan,” katanya.
Perihal perlakuan khusus sebagaimana diendus oleh para awak media, Bachtiar membantah hal itu. Dia kembali menegaskan semua warga binaan Lapas Merauke diperlakukan sama tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya.
“Jadi kita perlakukan sama, baik dia tahanan maupun narapidana di mata hukum. Kalau pun dia ada dapat hak istimewa, paling ada oknum-oknum tertentu. Tapi kalau secara kedinasan tidak ada. Tidak ada perlakuan khusus dia pakai springbed yang kasur tipis. Semuanya sama,” kata Bachtiar.
Perlu diketahui, saat para awak media meminta izin untuk mengambil gambar di ruang atau kamar narapidana Regina Diana di Lapas II B Merauke, yang diduga ada perlakuan khusus berupa fasilitas istimewa, petugas sedikit berkeberatan untuk memberikan izin.
“Karena itu ruangan blok wanita, sehingga hanya satu wartawan wanita (wartawati) yang boleh masuk dan melihat. Percaya lah sama kita tidak perlakuan khusus,” ujar Kepala KPLP Lapas II Merauke, Heince di hadapan awak media.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis
1 Komentar
Sayang sekali dgn hukum di indonesia ini,korban begitu banyak,kita kerja menabung buat punya rumah malah di makan sama tukang tipu kayak regina itu.
Tpi liat trsangka penipu berkeliaran sana sini dgn alasan ini itu trlalu banyak.