Guru dan Pembina SATP Belajar Dalam Workshop Parenting Soal Asuh Anak Didik

Foto bersama guru dan pembina SATP usai workshop parenting di Hotel Horison Ultim Timika. (Foto: Anya Fatma/SeputarPapua)
Foto bersama guru dan pembina SATP usai workshop parenting di Hotel Horison Ultim Timika. (Foto: Anya Fatma/SeputarPapua)

TIMIKA |Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) menggelar mini workshop parenting bagi pembina dan guru yang mengajar di sekolah berbasis asrama itu.

Mini wokrshop yang diikuti kurang lebih 150 guru dan pembina ini digelar di Hotel Horison Ultima Timika, Rabu (7/12/2022).

Kepala Sekolah SATP, Johana Tnunay menjelaskan, salah satu tujuan diadakan workshop parenting bagi guru dan pembina adalah untuk mempelajari tentang parenting agar bagaimana bisa mengasuh dan membimbing anak-anak lebih baik.

“Karena anak-anak di SATP itu anak-anak dari Papua dan sebagian guru dan pembina itu bukan dari Papua. Sehingga, kita perlu untuk belajar bagaimana kita mengasuh dan membimbing anak-anak,” katanya saat diwawancara.

Dalam mini workshop ini par guru dan pembina diajarkan agar bagaimana bisa menyamakan persepsi dalam pembinaan dan pengsuhan kepada anak di sekolah dan di asrama.

“Sehingga anak itu terpola dengan baik oleh kita selaku orang tua baik di asrama maupun sekolah,” katanya.

Sesuai dengan kurikulum saat ini merdeka belajar yaitu bagaimana revolusi belajar dengan kurikulum kontekstual Papua, kurikulum berbasis kontekstual dimana inti kurikulumnya adalah anak mengalami sesuatu melalui pengalaman nyata membangun konsep pengetahuan anak dan pembentukan karakter.  “Ini yang dipakai untuk anak ini bisa kami asuh dengan satu pola yang tepat, dengan melihat bagaimana kondisi dan latar belakang anak,” tuturnya.

Karena ada sebagian guru dan pembina yang juga orang asli papua sehingga bersama-sama mengeluarkan apa yang sebenarnya menjadi masalah dan juga potensi yang bisa digunakan sebagai peluang untuk membentuk karakter anak-anak.

“Walaupun itu bukan potensi tapi kelemahan tetapi kami pakai itu suatu potensi, kekuatan untuk kami bisa menangani anak ini dengan baik dan benar. Kalau sudah baik dan benar berarti penanganannya tepat sasaran,” jelas Johana.

Advertisements

Ia mengungkapkan, jumlah masing-masing guru dan pembina di SATP berjumlah 74 termasuk pimpinan yang menangani 1.085 anak SD dan SMP.

“Dan itu memang kami butuh satu persepsi, kita tidak bisa masing-masing dengan penanganan itu. Ketika anak-anak datang tidak lagi melihat kamu dan saya tetapi sudah menjadi kita, sinergitas dalam penanganan itu penting, kalau kita tidak sinergi itu tidak bisa,” pungkasnya.

Theresia Yuni Puspita S.psi sebagai narasumber mengatakan, terkait dengan parenting pertama adalah menyamakan persepsi karena ini mengenai pola asuh di asrama. Seperti masalah yang terjadi adalah ketika anak kembali ke rumah maka polanya sudah kembali lagi.

“intinya adalah harus menyamakan persepsi parenting orang tua di rumah dengan parenting di SATP ini harus sama, jadi nanti ketika anak pulang ke rumah itu tetap sama,” katanya.

Dengan begitu, guru-gruru maupun pembina tidak lagi mengajari anak-anak mulai dari nol lagi. Berbicara tentang parenting anak ini perlu mendapatkan asupan dari sisi keagamaan, pendidikan, moral dan semua itu harus disatukan persepsinya.

“Parenting atau pola asuh bukan hanya tugas guru atau pembina di sekolah dan astama, tetapi juga yang utama adalah tugas orang tua, sehingga harus ada penyamaan persepsi antara orang tua dan guru juga pembina,” tambahnya.

Advertisements

 

penulis : Anya Fatma

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Seputarpapua.com News”, caranya klik link https://t.me/seputarpapua , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan