TIMIKA | Akhir tahun 2018 Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum berhasil mengambil alih saham 51 persen PT Freeport Indonesia setelah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2017, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Salah satu amanat penting dalam PP nomor 1 tahun 2017 adalah, mengubah Kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah pusat kemudian memerintahkan PT Indonesia Asahan Alumina (Inalum) (yang sekarang berubah nama menjadi Mind Id), untuk mengambil-alih 51 persen saham Freeport Indonesia.
Dari 51 persen saham yang sudah dimiliki Indonesia, Provinsi Papua mendapat 3 persen dan Kabupaten Mimika 7 persen.
Terkait saham 7 persen saham yang dikelola Pemkab Mimika, Ketua DPRD Mimika Robby K Omaleng memberikan penjelasan sekaligus menepis anggapan adanya indikasi korupsi dan persekongkolan dalam penyusunan Perda dan pembentukan BUMD.
“Dengan IUPK, peran Pemkab Mimika dan Pemprov Papua dalam proses divestasi saham jadi sangat sentral. Ini karena menjadi daerah penyangga dan rumah bagi operasi Freeport. Apalagi, selama rezim KK (Kontrak Karya,red) sama sekali tak memasukan pemerintah daerah,” Ketua DPRD Mimika, kata Robby K Omaleng di Hotel Horison Ultima Timika, Minggu (25/10).
Robby menjelaskan, dari komposisi 51 persen saham, Pemprov Papua dan Pemkab Mimika mendapat 10 persen melalui Mind Id.
“Ini tentu kesempatan sangat baik bagi Pemkab Mimika, karena dengan duduk dalam komposisi pemegang saham. Sehingga, hak-hak orang Papua bisa terakomodir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” katanya.
“Walaupun demikian, sampai sekarang Pemkab Mimika dan Pemprov Papua sama sekali belum mengeksekusi pengambilan saham Freeport dari Mind Id. Karena masih harus ada evaluasi dan diskusi antara Pemprov Papua dan Pemkab Mimika,” terangnya.
Mind Id selaku pemegang 51 persen saham PT Freeport Indonesia, sampai sekarang juga masih harus menunggu kesepakatan Pemrov Papua dan Pemda Timika, untuk menyerahkan 10 persen saham Freeport sebagai jatah daerah.
“Mind Id, tidak bisa serta merta menyerahkan saham ke Papua atau Mimika tanpa ada Peraturan Daerah (Perda) yang bisa mengatur secara teknis-operasional pengambil-alihan saham Freeport,” tuturnya.
Untuk itu, DPRD Mimika telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) untuk pengambil-alihan saham Freeport, yang menjadi jatah Pemkab Mimika sebesar 7 persen dan Pemprov Papua 3 persen.
“Dalam pembentukan Perda, secara politik kami sangat terbuka terhadap siapapun yang memberikan masukan bersifat membangun, agar Perda ini benar-benar menghasilkan Perda yang baik untuk proses divestasi saham Freeport ke Mimika,” tutur Robby.
Dikatakan Robby, apa yang ia sampaikan sekaligus untuk menjelaskan dan menegaskan ke semua pihak yang menilai bahwa ada potensi korupsi dan persekongkolan jahat dalam penyusunan Perda.
“Semua anggapan itu tak berdasar,” tegas Robby.
Intinya, kata Robby, pihaknya selalu terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan, baik praktisi hukum, pengacara, akademisi, LSM, dan masyarakat luas untuk memperbaiki Perda ini lebih baik. Tidak ada niat untuk korupsi dalam pembuatan Perda tersebut.
“Sehingga, sangat aneh, apabila ada pihak-pihak yang menuduhkan adanya indikasi korupsi. Apalagi belum ada penerimaan divestasi, dan Perda masih dalam proses evaluasi. Evaluasi bukan saja melibatkan Pemkab Mimika, tapi juga Pemprov Papua,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam divestasi saham, Pemkab Mimika berperan mewakili institusi pemerintahan, juga memiliki kewajiban dan tanggungjawab mengolah saham Freeport secara professional.
Untuk pengelolaan secara professional, tentu membutuhkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dana kelolah BUMD itu nantinya akan digunakan untuk kepentingan meningkatkan standar hidup rakyat Mimika secara keseluruhan.
“Kami tentu tidak akan abaikan hak masyarakat adat dalam divestasi, tapi itu harus diatur secara adil. Masyarakat adat justru jadi prioritas utama dalam divestasi saham. Namun, masyarakat adat harus diatur, dan yang mengatur itu adalah pemerintah daerah. Bukan lembaga yang dibentuk sendiri,” tuturnya.
Publik Mimika harus paham bahwa dalam proses pengambil-alihan saham, Pemkab Mimika diberi kewajiban untuk membayar utang ke Mind Id yang membeli saham Freeport. Karena Mind Id sudah menalangi pembelian saham 10 persen tersebut.
“Dari divestasi saham ini, daerah harus membayar secara bertahap selama beberapa tahun utang Mind Id. Pembayaran utang ini, tentu tidak akan menggunakan APBD atau pinjaman bank, tapi membayar dengan mekanisme dividen,” jelasnya.
Jika ada keuntungan dari Freeport untuk daerah Mimika Rp1 triliun misalnya, maka Rp400 miliar akan digunakan untuk membayar utang Mind Id selama 10-15 tahun dan Rp 600 miliar menjadi bagian daerah yang tentu akan dibagi secara proposional dengan kelompok masyarakat adat dan membangun Mimika ke arah lebih baik.
Reporter: Mujiono
Editor: Misba Latuapo
- Tag :
- Inalum,
- Robby Omaleng,
- Saham Freeport
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis