“Ini rumah, ini manusia dia naik pohon. Ini dia dayung perahu, ada perahu, pohon, buaya,” satu persatu bentuk ukiran disebutkan sang pengukir.
“Ada rumah jew (rumah adat suku Asmat), ada pohon pohon, ada buaya,” katanya lagi sambil menunjuk hasil yang ukiran begitu mengangumkan.
Hugo, adalah sang pengukir kehidupan orang Asmat di atas kayu.
Dia menceritakan, untuk membuat panel ukiran berukuran panjang sekitar satu meter itu, membutuhkan waktu satu minggu.
Waktu yang terbilang cukup singkat untuk ukiran se-mengagumkan ini.
“ Belajar bikin ini dari kecil, dari orang tua,” kata Hugo saat ditemui di Lapangan Yos Soedarso, Kota Agats, Senin (9/10/2023).
Hugo memang spesialis membuat ukiran panel untuk dijual di Kota Agats, Asmat.
Ada beberapa ukiran yang dia tampilkan untuk dijual pada Festival Asmat Pokman (FAP) ke 36 ini.
“Ini tu cerita kehidupan orang Asmat,” katanya.
Untuk membuat panel ukiran ini, Hugo mengaku hanya diukir dengan pahatan biasa saja. Tentu sebelum dipahat, digambar dulu di atas kertas.
“Bikin begini biasa saja, kalau bikin yang patung manusia begitu baru ada mistis-mistisnya. Karena ini gambaran kehidupan saja,“ ungkapnya.
Ukiran-ukiran yang dibuat dengan alat seadanya ini dijual dengan harga bervariasi mulai dari tiga juta rupiah, empat juta sampai lima juta rupiah.
“Satu bulan itu ada satu sampai dua yang dibeli,” katanya.
Pria asal Kampung Atsj ini sudah dua kali mengikuti even Festival Asmat Pokman.
Pada festival tahun lalu, satu ukirannya dibeli dengan harga Rp5 juta.
Tinggalkan Balasan
Anda Harus Login untuk berkomentar. Belum Punya Akun ? Daftar Gratis